Sukses

Tak Ada Kesepakatan, Buruh Nilai UMP 2021 Diputuskan Sepihak

KSPI menilai keputusan yang dimuat dalam SE penetapan UMP 2021 hanya mengakomodasi salah satu pihak, yaitu pengusaha.

Liputan6.com, Jakarta - Serikat buruh menyerukan penolakan terhadap Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 atau UMP 2021 pada Masa Pandemi Covid-19.

“Serikat buruh menolak SE Menaker berkenaan dengan yang menyatakan bahwa upah minimum, baik UMP/UMK/UMSP/UMSK tahun 2021 sama dengan tahun 2020,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal dalam video konferensi, Jumat (30/10/2020).

Bahkan, Iqbal menilai keputusan yang dimuat dalam SE tersebut hanya mengakomodasi salah satu pihak, yaitu pengusaha. Dijelaskan, dewan pengupahan nasional unsur buruh secara tegas menyatakan tidak ada kesepakatan yang menyetujui adanya kenaikan UMP 2021. Namun ternyata Menaker justru menerbitkan SE yang memutuskan tidak ada kenaikan UMP di 2021.

“Dewan pengupahan nasional menjelaskan bahwa tidak ada kesepakatan apa pun di tripartit nasional yang menyatakan tidak ada kenaikan UMP di tahun 2020. Bahkan di forum yang lebih besar lagi, tidak ada kesepakatan. Jadi, pemerintah menggunakan dasar apa?” kata Iqbal.

“Patut diduga, Kemnaker berbohong terhadap argumentasi dasar pertimbangan dalam mengeluarkan SE (UMP) itu,” kata dia.

Untuk itu, serikat buruh menghimbau kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan untuk mencabut SE tersebut. Lalu bagi gubernur, serikat buruh meminta agar SE UMP tersebut tak perlu diikuti.

“Kami menghimbau kepada pemerintah terutama Menaker, cabut SE (UMP) tersebut. Dan pada para gubernur, jangan ikuti SE Menaker tersebut,” kata Iqbal.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Daftar UMP 2021 di 18 Provinsi yang Sudah Dipastikan Tak Naik

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan, per hari Selasa, 27 Oktober 2020, Pukul 16.35 WIB, ada 18 daerah telah melaksanakan sidang dewan pengupahan provinsi dan menyepakati tidak menaikkan upah minimum atau UMP 2021.

Hal ini sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19.

Mengutip SE tersebut, Selasa (27/10/2020), dituliskan bahwa pandemi Covid-19 telah berdampak pada kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja dan buruh, termasuk dalam membayar upah.

Atas dasar hal tersebut, Menaker Ida meminta kepada para gubernur di seluruh Indonesia untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) di 2021 sama dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, tidak ada kenaikan UMP 2021.

Dirangkum oleh Liputan6.com, Rabu (28/10/2020), berikut daftar 18 provinsi yang memastikan tidak menaikkan UMP 2021:

1) Jawa Barat Rp 1.810.350

2) Banten Rp 2.460.968

3) Bali Rp 2.493.523

4) Aceh Rp 3.165.030

5) Lampung Rp 2.431.324

6) Bengkulu Rp 2.213.604

7) Kepulauan Riau Rp 3.005.383

8) Bangka Belitung Rp 3.230.022

9) Nusa Tenggara Barat  Rp 2.183.883

10) Nusa Tenggara Timur Rp 1.945.902

11) Sulawesi Tengah Rp 2.303.710

12) Sulawesi Tenggara Rp 2.552.014

13) Sulawesi Barat Rp 2.571.328

14) Maluku Utara Rp 2.721.530

15) Kalimantan Barat Rp 2.399.698

16) Kalimantan Timur Rp 2.981.378

17) Kalimantan Tengah Rp 2.890.093

18) Papua Rp 3.516.700

3 dari 3 halaman

Buruh Minta Gubernur Tetap Naikkan UMP 2021 Minimal 1,5 Persen

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar meminta agar para Gubernur tetap menaikkan UMP 2021 dengan kisaran 1,5 hingga 2 persen.

Usulan tersebut berdasarkan data BPS, sejak Januari hingga Agustus 2020 tingkat inflasi mencapai 0,93 persen. Sementara tingkat inflasi dari tahun ke tahun atau year on year (yoy) dari Agustus 2020 ke Agustus 2019 adalah sebesar 1,32 persen.

“Dengan data ini seharusnya para Gubernur dapat mempertimbangakan untuk tetap menaikkan UMP 2021 walaupun hanya berkisar inflasi yoy yaitu sekitar 1,5 persen sampai 2 persen di atas angka inflasi yoy Agustus, dengan juga mempertimbangkan kondisi September, Oktober sampai Desember 2020,” kata Timboel, Rabu (28/10/2020).

Menurutnya, kenaikan upah minimum tiap tahun biasanya telah menjadi sumber perselisihan antara Pemerintah, Apindo dan SP/SB, yang biasanya berujung di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN), dan tahun ini sepertinya akan terulang lagi.

“Dipastikan SE Menaker tahun ini akan diprotes oleh kalangan SP/SB. Kalangan SP/SB menilai SE ini akan mempengaruhi para Gubernur untuk tidak menaikkan upah minimum tahun 2021,” ujarnya.

Tentunya SP/SB harus mempengaruhi para gubernur untuk tidak mengikuti SE Menaker tersebut dan meyakinkan Gubernur untuk tetap menaikkan upah minimum dalam persentase yang wajar dan bijak, yang bisa mendukung daya beli pekerja dan kelangsungan usaha.

“Saya menilai permintaan Menaker untuk tidak menaikkan upah minimum di 2021 dan adanya usulan SP yang meminta kenaikan upah minimum di 2021 sebesar 8 persen adalah tidak tepat. Harus dicari solusi kenaikan UM 2021 dengan tetap mempertimbangkan kesejahteraan pekerja dan kelangsungan usaha,” ungkapnya.

Dimana kenaikan upah minimum dengan mempertimbangkan inflasi YoY akan memiliki dampak ikutan yang positif. Dengan adanya kenaikan upah minimum maka daya beli pekerja tidak tergerus oleh inflasi sehingga pekerja dan keluarganya bisa mempertahankan tingkat konsumsinya.

Sehingga tingkat konsumsi yang tidak turun tentunya akan mendukung tingkat konsumsi agregat, maka mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Lantaran konsumsi agregat mendukung 55 – 60 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Semoga kenaikan UMP 2021 yang akan ditetapkan tanggal 1 November 2020 ini di kisaran 1,5 persen – 2 persen bisa diterima semua pihak, sehingga kesejahteraan pekerja terjaga dan kelangsungan usaha terjamin,” pungkasnya.