Liputan6.com, Jakarta - Peneliti INDEF Andry Satrio Nugroho, menilai UU Cipta Kerja pasal 1 ayat 7 dan pasal 3 ayat 7 terkait peran pelaku usaha dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) masih belum jelas. Padahal, dalam UU Cipta Kerja ini mengenai perizinan sudah dipangkas.
“Peran UU Cipta kerja terhadap KEK kalau saya lihat secara keseluruhan, kawasan ekonomi pasca undang-undang Cipta kerja itu besar regulasi yang akan diterapkan itu akan membuat kewenangan yang lebih sedikit, artinya terpusat juga realisasi perizinannya,” kata Andry dalam Diskusi Online INDEF Omnibus Law: Solusi Perbaikan Kawasan Ekonomi dan Proyek Pemerintah?, Senin (2/11/2020).
Baca Juga
Menurutnya, dari sisi definisi dari UU Cipta Kerja terkait kemungkinan adanya UMKM dan koperasi sebagai usaha KEK, tidak tidak ada perubahan yang cukup besar. Namun dilihat dari peraturan badan usaha UU 39 tahun 2009 pasal 1 ayat 6 masih sama dengan UU Cipta Kerja pasal 5 ayat 2.
Advertisement
Diantaranya yang disebut badan usaha adalah BUMN, BUMD, koperasi, badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha patungan atau konsorsium. Tapi untuk sisi pelaku usaha, UU Cipta Kerja pasal 1 ayat 7 disebutkan pelaku usaha adalah pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usaha KEK.
Jika dibandingkan dengan UU 39 tahun 2009 pasal 1 ayat 7, tertulis pelaku usaha adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha orang perseorangan yang melakukan kegiatan usaha di KEK.
“Mungkin hampir sama keduanya, tapi kalau kita lihat sih sebetulnya dari definisinya sendiri agak rancu. Apakah memang pelaku yang tidak berbadan hukum bisa masuk ke dalam KEK,” ujarnya.
Lanjutnya, masalah-masalah yang saat ini terjadi di KEK justru KEK tidak begitu laku.
“Nah kalau kita lihat kan sebetulnya dari kawasan industri Morowali yang paling laku, ya udah kalau kita lihat dan itu juga bukan produk dari KEK itu sendiri. Justru kawasan industri ini tidak begitu mendapatkan fasilitas fiskal dan non fiskal berbeda dengan KEK tapi mereka jauh lebih laku,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia berharap UU Cipta Kerja ini lebih jelas lagi terkait pengaturan terkait KEK. Sehingga suatu kawasan ini bisa mendorong perekonomian jauh lebih baik daripada kawasan yang lainnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Demi Investasi, Pemerintah Hapus Izin Lingkungan di Kawasan Industri
Pemerintah bertekad untuk terus menciptakan iklim bisnis yang kondusif di tanah air, seperti dengan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha dalam mengurus perizinan di kawasan industri.
Langkah strategis ini tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
"Regulasi tersebut berimplikasi pada ketentuan izin lingkungan di kawasan industri. Sebab, di Pasal 35, disebutkan bahwa izin lingkungan tidak dipersyaratkan untuk lokasi usaha yang berada di kawasan industri," kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian, Dody Widodo di Jakarta, Kamis (22/10/2020).
Dody mengungkapkan, sebagai ganti izin lingkungan, pelaku usaha di dalam kawasan industri wajib menyusun secara rinci Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). "Penyusunan oleh perusahaan industri tersebut harus mendapat persetujuan dari pengelola kawasan industri," terangnya.
Selanjutnya, pengelola kawasan industri sebagai pemegang izin lingkungan berperan melakukan pemantauan terhadap aktivitas kegiatan usaha dari perusahaan industri. Sedangkan perusahaan industri melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup berdasarkan RKL-RPL rinci, serta pelaporan pelaksanaan RKL-RPL rinci kepada pengelola kawasan.
"Sebagai tindak lanjut dari regulasi tersebut, kami telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyusunan RKL-RPL Rinci Bagi Perusahaan Industri yang Berada atau akan Berlokasi di Kawasan Industri," ujar dia.
Permenperin 1/2020 bertujuan sebagai pedoman bagi perusahaan industri yang sudah berada atau akan berlokasi di kawasan industri, khususnya untuk memeriksa dan memberikan persetujuan RKL-RPL rinci serta dapat melakukan pemantauan pelaksanaaan RKL-RPL rinci.
Dody optimistis, apabila aturan tersebut dijalankan secara baik akan terjadi peningkatan nilai investasi, mengingat berbagai proyek infrastruktur sebagian telah selesai dan dapat beroperasi.
"Selain itu, upaya pemerintah dalam melakukan deregulasi kebijakan terkait dalam penumbuhan iklim berusaha terus dilaksanakan salah satunya diwujudkan melalui penyediaan platform Online Single Submission (OSS)," imbuhnya.
Kemenperin mencatat, sepanjang tahun 2019, total investasi di sektor industri mencapai Rp215,9 triliun. Guna meningkatkan realisasi penanaman modal di tanah air, Dirjen KPAII menyebutkan, perlu upaya perbaikan kondisi dalam negeri melalui pengoptimalan harmonisasi dan sinkronisasi regulasi yang terkait investasi.
"Selain itu mendorong harga energi yang semakin kompetitif. Dari sisi faktor eksternal, dipengaruhi fluktuasi nilai tukar dollar AS yang dipicu oleh kenaikan suku bunga AS dan penguatan dollar AS di pasar global," tutupnya.
Advertisement