Liputan6.com, Jakarta - Pengumuman Indonesia resesi yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) nampaknya tidak terlalu mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan, rupiah sukses menembus level 14.300 per dolar AS pasca kepastian resesi tersebut.
"Setelah rilis PDB kuartal ketiga, rupiah menguat ke 14.395 per dolar AS," ungkap Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi kepada wartawan, Kamis (5/11/2020).
Baca Juga
Mengutip data Bloomberg, rupiah kokoh bertahan di level 14.300 AS pada Kamis siang ini. Pada pukul 14.20, rupiah masih bercokol di posisi Rp 14.397 per dollar AS.
Advertisement
Menurut Ibrahim, nilai tukar rupiah turut diperkuat berkat sinyal kemenangan Joe Biden atas Donald Trump dalam proses pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah bahkan diprediksi bisa turun hingga di bawah level Rp 14.400 per dollar AS jika Joe Biden benar-benar terpilih menggantikan Trump.
"Rupiah di bulan November kemungkinan menyentuh level Rp 14.350 (per dollar AS)," kata Ibrahim.
Ibrahim menilai, pasar lebih berharap Biden bisa memenangkan persaingan menjadi orang nomor satu Negeri Paman Sam ketimbang Trump. Rupiah juga semakin diperkuat oleh pengadaan vaksin Covid-19 yang dijanjikan akan muncul pada Desember 2020.
Kedua preferensi tersebut bahkan mengalahkan ancaman resesi yang menimpa Indonesia, akibat pertumbuhan ekonomi nasional yang terkontraksi di kuartal III 2020.
"Bidden effect dan masyarakat Indonesia desember sudah divaksinasi, walaupun kuartal III Indonesia resesi," ujar Ibrahim.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Indonesia Resesi, Ekonomi Kuartal III-2020 Minus 3,49 Persen
Indonesia masuk resesi. Ini terlihat dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) jika pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen (year on year/yoy).
Dengan data ini, Indonesia tercatat mengalami resesi usai 2 kuartal berturut-turut mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Di mana pada kuartal II-2020 sudah tercatat minus 5,32 persen.
Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, secara kumulatif pertumbuhan ekonomi selama Januari-September tercatat mengalami kontraksi sebesar 2,03 persen dibandingkan semester I tahun lalu.
"Kalau kita bandingkan dengan posisi triwulan ke III tahun 2019 ekonomi Indonesia pada triwulan II pada yoy masih kontraksi sebesar 3,49 persen. Tetapi kalau kita bandingkan dengan triwulan ke II 2020 ekonomi kita positif 5,05 persen. Sementara secara kumulatif kontraksi 2,03 persen," kata dia di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Kamis (5/11/2020).
Dia mengatakan, meskipun ekonomi terkontraksi sebesar 3,49 persen di kuartal III-2020, tetapi kontraksinya tidak sedalam kuartal ke II-2020 yang sebesar minus 5,32 persen. Artinya terjadi perbaikan.
"Dan tentunya kita berharap di kuartal IV bisa lebih baik apalagi dengan adanya pelonggaran PSBB," tandas dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di angka minus 3,49 persen pada kuartal III 2020. Artinya, Indonesia akan mengalami resesi setelah pertumbuhan ekonomi terkontraksi minus 5,32 persen di kuartal II 2020.
"Kuartal ketiga ini kita juga mungkin sehari, dua hari ini akan diumumkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik), juga masih berada di angka minus. Perkiraan minus 3 naik sedikit," ujar Jokowi saat memimpin sidang kabinet paripurna dari Istana Negara Jakarta, Senin (2/11/2020).
Jokowi mengaku telah meminta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan untuk menjaga laju investasi kuartal III 2020 agar tak minus di bawah 5 persen. Namun, hal tersebut belum terealisasi.
"Ternyata belum bisa. Oleh sebab itu, agar dikejar di kuartal IV-2020 dan kuartal I-2021," ucapnya.
Advertisement