Sukses

Staf Khusus Presiden Arif Budimanta: Pemulihan Ekonomi Indonesia Ada di Jalur yang Tepat

Belanja pemerintah pada triwulan III 2020 tumbuh 9,76 persen dan memberi kontribusi senilai 9,69 persen terhadap output perekonomian.

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia negatif 3,49 persen di kuartal III 2020. Hal ini resmi membuat Indonesia resesi. Namun, pemerintah mengklaim bahwa pergerakan ekonomi nasional telah menunjukan perbaikan dibanding kuartal II 2020 yang terkontraksi 5,32 persen.

Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta mengatakan, perekonomian nasional pada triwulan ketiga tahun ini telah mengalami banyak perbaikan dan kemajuan dibandingkan dengan kuartal II 2020.

"Kita optimis, pemulihan ekonomi akan berada di trek yang tepat," ujar Arif dalam keterangan tertulis, Kamis (5/11/2020).

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya berbagai perbaikan di tengah ekonomi yang terkontraksi. Seperti sektor konsumsi rumah tangga pada kuartal III 2020 yang tercatat secara tahunan tumbuh -4,04 persen.

Sementara dari sektor perdagangan internasional, ekspor mengalami pertumbuhan -10,82 persen dengan laju penurunan impor yang lebih besar yakni -21,86 persen.

Pemerintah sendiri hingga kuartal ketiga tahun ini telah membelanjakan APBN senilai Rp 1.840,9 triliun, setara 67,2 persen dari total belanja negara. Angka ini naik 15,4 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama 2019 lalu.

Belanja pemerintah pada triwulan III 2020 tumbuh 9,76 persen dan memberi kontribusi senilai 9,69 persen terhadap output perekonomian.

Khusus untuk program penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), belanja yang sudah tersalurkan hinggal 23 September lalu mencapai Rp 268,3 triliun, atau 38,6 persen dari total pagu anggaran.

Realisasi ini terus berkembang dan dipercepat sehingga per 2 November lalu sudah terealisasi Rp 366,86 triliun atau sekitar 52,8 persen dari total pagu Rp 695,2 triliun.

"Arahan Presiden Jokowi yang terus-menerus terhadap para menteri untuk mengefektifkan anggaran terbukti mampu memulihkan perekonomian," ujar Arif.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Indonesia Resesi Ekonomi, Apa Dampak Langsung buat Masyarakat?

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen yang membuat Indonesia masuk ke jurang resesi ekonomi. Sebelumnya pada kuartal II-2020 juga mengalami kontraksi sebesar 5,23 persen.

Mengacu pada data tersebut, Peneliti Indef, Bhima Yudhistira menilai Indonesia resmi mengalami resesi. Resesi ekonomi ini tentunya akan berdampak langsung bagi masyarakat.

 

Bhima menjabarkan, dampak langsung yang akan terasa yaitu turunnya pendapatan kelompok masyarakat kalangan menengah dan bawah secara signifikan. Sehingga jumlah orang miskin baru akan bertambah.

"Turunnya pendapatan di kelompok masyarakat menengah dan bawah secara signifikan. (Sehingga) akan ada orang miskin baru," kata Bhima di Jakarta, Kamis (5/11/2020).

Bhima melanjutkan, akibat resesi ekonomi ini, desa akan jadi tempat migrasi pengangguran. Mereka datang dari kawasan industri karena gelombang PHK massal.

Angkatan kerja baru pun makin sulit bersaing. Sebab lowongan pekerjaan menurun. Sisi lain jika ada perusahaan mencari pekerja baru akan memprioritaskan karyawan lama yang sudah berpengalaman.

"Perusahaan kalaupun lakukan recruitment akan prioritaskan karyawan lama yang sudah berpengalaman," kata dia.

Dalam kondisi ini, masyarakat pun cenderung berhemat. Mereka akan menahan diri untuk membeli barang sekunder dan tersier.

Fokus masyarakat hanya pada barang kebutuhan pokok dan kesehatan. Lebih jauh, konflik sosial di masyarakat bisa meningkat karena ketimpangan semakin lebar.

"Orang kaya bisa tetap survive selain karena aset masih cukup juga karena digitalisasi," kata dia.

Sementara kelas menengah rentan miskin. Sebab tidak semua pekerjaan mereka dapat dilakukan di rumah. Di saat yang bersamaan pendapatan menurun.