Sukses

Pengusaha: Banyak Kepala Daerah Tak Paham Instruksi Jokowi Tangani Covid-19

Pengusaha menilai banyak kepala daerah yang membuat kebijakan penanganan Covid-19 yang tidak tepat

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menilai banyak kepala daerah yang membuat kebijakan penanganan Covid-19 yang tidak tepat. Roy menilai banyak kepala daerah yang tidak memiliki pemahaman dari perintah Presiden Joko Widodo tentang makna gas dan rem dalam penanganan Covid-19.

Seringnya mereka tidak memahami maksud presiden yang maksudnya untuk menyeimbangkan kebijakan agar kesehatan dan ekonomi berjalan beriringan.

"Kepala daerah ini pemahaman tentang gas dan rem , bagaimana kesehatan dan ekonomi sering kali tidak dimiliki oleh rata-rata kepala daerah," ungkap Roy dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk Efek Resesi di Tengah Pandemi, Jakarta, Sabtu (7/11).

Alih-alih membuat kebijakan yang seimbang antara sektor kesehatan dan sektor ekonomi, kepala daerah malah mengenyampingkan sektor perekonomian. Penerapan kebijakan yang mengabaikan sektor ekonomi ini dinilai memiliki agenda kepentingan dan motif lain.

Sebagai pengusaha, Roy pun mencontohkan kebijakan yang dianggap mengesampingkan sektor ekonomi yakni jam operasional ritel yang hanya boleh 5 jam di suatu daerah. Kebijakan ini menurutnya membuat dunia usaha tidak bekerja maksimal.

Sebab, ritel modern misalnya yang biasa beroperasi 12 jam sehari menjadi 5 jam. Pengurangan jam operasional tersebut bukan hanya berdampak pada daya beli masyarakat. Tetapi juga pekerja di toko ritel yang harus dipangkas.

Dampak lebih lanjutnya perusahaan terpaksa memperkerjakan sebagian karyawan. Otomatis, sebagian merumahkan pegawainya dan berpengaruh pada pendapatan.

Apalagi, di daerah-daerah tertentu produk yang dijual perusahaan ritel berasal dari UMKM . "Barang di toko ritel itu 35 persennya produk UMKM yang harus terjual dalam waktu cepat," kata dia.

Dampak lanjutannya kata Roy akan memengaruhi penerimaan pajak negara. Untuk itu dia menilai, dalam kasus tertentu sebaiknya otonomi daerah perlu menjadi bahan evaluasi. Sehingga dalam kondisi genting, sebaiknya arah kebijakan satu komando dari pemerintah pusat saja.

"Saya berharap ke depan otonomi daerah ini perlu diratifikasi kembali. Untuk hal yang besar sebaiknya komando ada di pusat karena ketika otonomi daerah saat pandemi gini situasinya kondisi yang kita tahu seperti ini," tutur pengusaha itu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Ada Vaksin Covid-19, Protokol Kesehatan Harus Tetap Dijalankan

Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan, Amalia Adininggar Widyasanti, memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2021 akan segera pulih pasca ditemukannya vaksin Covid-19.

Dia menilai pendistribusian vaksin secara massal di tahun depan merupakan salah satu sinyal positif pengendalian pandemi virus corona.

"Artinya pada saat penyebaran virus Covid-19 bisa kita kendalikan dengan baik, di situlah ekonomi akan bisa segera pulih," ujar Amalia dalam sesi webinar, Sabtu (7/11/2020).

Kendati demikian, ia masih membuka ruang pertanyaan, seberapa efektif kah penemuan vaksin ini benar-benar bisa mengendalikan virus Covid-19.

Oleh karenanya, ia menganggap penerapan protokol kesehatan tetap harus dijalankan secara ketat agar ekonomi nasional bisa pulih seutuhnya.

"Jadi artinya apabila kita bisa melakukan adaptasi kebiasaan baru secara disiplin, protokol kesehatan dilakukan di setiap lini aktivitas perekonomian kita, ekonomi kita akan bisa pulih," imbuhnya.

Pemerintah sendiri disebutnya telah menentukan tema pembangunan khusus pada 2021, yakni diarahkan kepada pemulihan ekonomi dan reformasi sosial.

Pelaksanaan tema tersebut akan direalisasikan lewat berbagai program yang difokuskan untuk melakukan pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.

"Berdasarkan hal inilah itu juga memberikan salah satu optimisme buat kita bahwa ekonomi kita di 2021 bisa tumbuh menjadi sekitar 5 persen," pungkas Amalia.