Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk menyediakan basis data Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Hal ini menyusul diluncurkannya BRI Micro and SME Index (BMSI) oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. BMSI ini merupakan indeks tentang UMKM pertama di Indonesia yang memotret kondisi usaha mikro dan kecil setiap 3 bulan sekali.
Baca Juga
Anggota Dewan Pertimbangan Apindo Franky Sibarani mengatakan, BMSI merupakan hal yang beda dengan kebutuhan pendataan tunggal UMKM di Indonesia.
Advertisement
“Satu data dari Usaha Mikro sampai Usaha Menengah kapasitasnya pasti berbeda. Sehingga akses ke indeks tentu yang Usaha Menengah akan lebih banyak. Sementara pendataan, kita perlu untuk pengembangan Usaha Mikro yang jumlahnya 63 juta,” kata dia, Kamis (12/11/2020).
Menurutnya, kehadiran indeks khusus ini tidak meniadakan kebutuhan akan hadirnya basis data tunggal UMKM. Karena itu, dia berharap pembuatan basis data UMKM dapat segera dibentuk oleh pemerintah.
“Leadnya harus oleh Kementerian Koperasi dan UKM dan melibatkan semua stakeholder termasuk swasta, serta BUMN,” ujarnya.
Adapun usulan basis data ini dimaksudkan agar pemantauan perkembangan UMKM dapat lebih akuntabel. Serta sebagai dasar pertimbangan pembuatan kebijakan terkait UMKM di masa mendatang.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menteri Teten: Pendampingan ke UMKM Masih Asal-Asalan
Pemerintah mendorong pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk dapat terintegrasi secara rantai pasok dengan pengusaha besar. Namun demikian, kualitas pendampingan yang dilakukan saat ini masih dipertanyakan.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, pemerintah sekarang tengah melakukan pendampingan dengan cara menarik pihak pendamping di tingkat kabupaten.
"Memang kita ada dana-dana dari dekonsentrasi yang dikirim ke daerah, termasuk untuk melakukan pendampingan," kata Teten dalam sesi webinar bersama Sinarmas, Kamis (12/11/2020).
Kendati begitu, ia menyoroti kuantitas pihak pendamping yang belum banyak tersedia. Terlebih kualitas dan cara pendampingan UMKM yang ada di tingkat kabupaten pun masih cenderung asal-asalan.
"Nah cuman pendamping itu pertama jumlahnya tidak cukup, kedua juga kualitas. Ini asal rekrut aja, apalagi kalau musim pilkada kan banyak yang merekrutnya asal-asalan. Ini catatan kami," tuturnya.
Menindaki hal tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM coba mengevaluasi dari segi jumlah dan kualitas pendamping UMKM di setiap daerah melalui Balai Pelatihan Koperasi (Balatkop) di setiap provinsi.
"Jadi infrastruktur itu sebenarnya sudah bagus ada Balatkop, hanya satu yang enggak punya, Yogyakarta aja. Ini bisa kita kembangkan lah ke depan," ujar dia.
Advertisement
Sri Mulyani Kesulitan Cari Data UMKM
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengeluhkan masih sulitnya mendapatkan data masyarakat penerima bantuan sosial (bansos). Kesulitan tersebut terjadi kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Paling sering dibahas namun sulit dari datanya adalah UMKM," katanya dalam acara Indonesia Fintech Summit, secara virtual di Jakarta, pada Rabu 11 November 2020.
Bendahara Negara itu mengatakan, banyak yang menyebut Indonesia memiliki 60 juta UMKM. Namun ketika pemerintah, mengalokasikan anggaran program pemulihan ekonomi (PEN) untuk UMKM, seperti fasilitas subsidi bunga atau restrukturisasi pinjaman atau banpres produktif Rp2,4 juta per UMKM, justru kesulitan.
"Mencari orangnya ini tidak gampang. Kita punya database yang sangat terfragmentasi," sebutnya.
Dia menyebut, selama ini data-data UMKM tersebut tidak berasal dari satu pintu. Ada yang berasal dari perbankan seperti BNI, BRI, dan bank lainnya. Juga ada pula yang berasal dari non bank seperti PNM, pegadaian, dan di Kemenkop UKM.
"Jadi ini adalah perlunya untuk integrasikan dan memungkinkan untuk eksekusi efektif efisien dan tepat sasaran. Juga bisa minimalkan yang disebut exclusion dan inclusion error" tandas dia.