Liputan6.com, Jakarta - Dalam masa pandemi covid-19, semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk berwirausaha. Hal ini tak lain sebagai salah satu upaya bertahan hidup di tengah desakan ekonomi yang sempat ambruk imbas merebaknya covid-19.
Survey Markplus mencatat, 18,6 persen responden mengaku baru memulai usahanya sat pandemi. Kebanyakan, jenis usaha yang dipilih adalah sektor makanan dan minuman.
Baca Juga
“Situasi pandemi mendorong masyarakat untuk lebih kreatif dan berwirausaha di berbagai sektor industri,” kata Senior Business Analyst MarkPlus, Inc. Dini Bonafitria dalam acara MarkPlus Government Roundtable 2, Kamis (12/11/2020).
Advertisement
Namun sayangnya, perkembangan ini tak dibarengi dengan implementasi pendaftaran kekayaan intelektual (KI) atau hak cipta. Padahal, pelaku usaha mestinya bisa mendaftarkan merek atau brand mereka untuk memitigasi risiko di masa yang akan datang.
Pelaku usaha ini bukannya tak tahu menahu soal KI. Melainkan tak tahu bagaimana cara mendaftarnya. Dari survei yang melibatkan 86 responden ini, Markplus mencatat 52,3 persen pelaku usaha tidak mengetahui cara pendaftaran KI.
“Sebagian besar masyarakat tahu KI, namun tidak tahu cara dan proses pendaftarannya,” ujar Dini.
Dini menekankan, pendaftaran KI ini penting sebagai perlindungan atas karya yang dihasilkan, mencegah pemalsuan, plagiasi, dan meningkatkan harkat/prestige.
Untuk itu, sosialisasi atau edukasi mengenai pendaftaran KI menjadi sangat penting. Baik itu dilakukan melalui internet, pemerintah , maupun komunitas.
“Kolaborasi yang intensif antara tiga sumber informasi ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat akan tata cara pendaftaran KI,” kata Dini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Hasil Riset LIPI Kini Bisa Dibisniskan, Minat?
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko mengatakan, LIPI mempersilakan hasil risetnya dibisniskan oleh orang lain, apalagi oleh pelaku UMKM.
“Dulu kita mencampur adukan antara kita meriset dan bisnis, kalau sekarang kami fokus hanya bisnisnya, dan kita persilakan hasil riset kami itu di bisnis kan orang lain,” kata Laksana dalam webinar Inovasi dan Teknologi Solusi Kebangkitan UMKM di Tengah Pandemi, Rabu (11/11/2020).
Dirinya menegaskan bahwa LIPI memang menciptakan solusi teknologi yang bisa dimanfaatkan oleh pengusaha dan pelaku UMKM. Dimana LIPI membatasi diri untuk fokus pada riset dibanding membisniskan hasil riset sendiri.
“Bukan kami yang melakukan bisnisnya, jadi kami batasi sehingga peneliti kami itu bisa fokus ke risetnya silahkan teman-teman UMKM, kalau ada yang menarik dan bisa dibisniskan monggo dibisniskan kami sangat terbuka,” katanya.
Justru biasanya dari para pelaku UMKM itulah LIPI mendapatkan feedback yang bagus untuk risetnya. Jika suatu hasil riset setelah diterapkan mendapatkan masalah di UMKM-nya tentu itu menjadi tantangan yang baru lagi untuk para peneliti LIPI untuk mencari solusi dari masalah tersebut.
Misalnya pengemasan kalengan yang dianggap terlalu mahal, maka LIPI melakukan riset dan menciptakan teknologi pengemasan baru yang lebih murah dan tentunya bisa diperbaharui. Dirinya mengatakan saat ini LIPI sedang mengembangkan kemasan yang bisa dimakan.
“Supaya orang-orang yang malas kalau buka bumbu yang isinya kecil-kecil harus dibuang, maka LIPI membuat kemasan tersebut bisa dicelupin dan nanti bisa dimakan, memang terdengar aneh tapi dalam teknologi dan riset itu menarik sekali,” jelasnya.
Demikian Laksana mengajak kepada para pelaku UMKM yang mengalami kesulitan dalam usahanya atau ada ide, bisa mengajukan ke LIPI agar pihaknya bisa mencarikan solusi melalui riset dan pengembangan teknologi menyangkut dunia usaha diluar dana.
“Kalau ada request Monggo disampaikan, saya perlu yang ini, saya perlu justru itu yang membuat teman-teman peneliti kita makin termotivasi untuk membuat riset dan memang punya manfaat yang luar biasa,” pungkasnya.2 dari 3 halaman
Advertisement