Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Yudhi Sadewa, membuka peluang untuk kembali menurunkan suku bunga penjaminan. Penurunan tingkat bunga penjaminan ini diharapkan mampu menjaga kepercayaan nasabah.
"Ke depan, LPS tetap membuka kemungkinan pemangkasan lanjutan atas kebijakan tingkat suku bunga penjaminan secara sewaktu-waktu di luar periode yang biasa," kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Kamis (12/11/2020).
Menurut dia, kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI) juga akan menjadi pertimbangan untuk LPS menurunkan suku bunga penjaminan. Hal ini juga sebagai dukungan agar kebijakan yang diambil oleh bank sentral bisa berdampak terhadap perekonomian.
Advertisement
"Kami melihat bahwa suku bunga deposito sangat dipengaruhi suku bunga pinjaman dan pada akhirnya akan mempengaruhi suku bunga kredit. Jadi kalau BI menurunkan bunga kami tidak bergerak, kami sama dengan memangkas dampak kebijakan moneter dari BI," jelas dia.
LPS akan melihat dinamika yang terjadi di pasar keuangan. Selain itu, kebijakan yang akan dijalankan oleh LPS diharapkan mendukung stabilitas sistem keuangan, khususnya untuk memastikan likuiditas di perbankan tercukupi.
Untuk diketahui, saat ini LPS menetapkan suku bunga penjaminan sebesar lima persen untuk simpanan rupiah dan 1,25 persen untuk simpanan valas di bank umum. Sementara tingkat bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar 7,5 persen.
Tingkat bunga penjaminan tersebut berlaku sejak 1 Oktober 2020 hingga 29 Januari 2021. Disisi lain, suku bunga simpanan perbankan masing-masing telah terpantau turun 47 bps dan delapan bps untuk rupiah dan valas sepanjang periode September 2020 dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ada 7 Bank Gagal, LPS Pastikan Industri Perbankan Tetap Aman
Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) mengklarifikasi pernyataannya yang menyebutkan terdapat tujuh bank yang gagal selama masa pandemi Covid-19.
Selama periode Januari sampai dengan Oktober 2020, terdapat 6 (enam) BPR yang dicabut izin usahanya oleh OJK. Selanjutnya, LPS melakukan penjaminan simpanan dan likuidasi terhadap 6 BPR yang dicabut izin usahanya tersebut.
"Pada tahun 2020 atau pada masa pandemi ini, tidak ada Bank Umum yang ditangani LPS," kata dia Sekretaris Lembaga LPS, Muhamad Yusron, dalam siaran persnya, Kamis (29/10/2020).
Dia mengatakan, jumlah BPR yang ditangani LPS tahun 2020 hampir sama dengan jumlah BPR yang ditangani LPS pada tahun-tahun sebelumnya dan masih dalam tren yang wajar serta tidak membahayakan sistem perbankan.
"Proses likuidasi yang dilaksanakan LPS terhadap enam BPR tersebut tidak mempengaruhi kondisi industri perbankan secara keseluruhan," jelas dia.
Sementara, Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa kondisi perbankan masih stabil yang ditunjukkan oleh kondisi permodalan dan likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga. Tekanan pada perbankan selama masa pandemi ini masih dapat dikendalikan dengan baik sehingga tidak membahayakan sistem perbankan.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, mencatat hingga sejauh ini sudah ada sebanyak 6-7 bank yang mengalami gagal bayar. Di mana, bank-bank tersebut merupakan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
"Ini belum pada level yang membahayakan karena setiap tahun kami menerima 6-7 bank BPR yang harus kami tangani jadi dari situ walaupun ada yang gagal tapi ini masih dalam batas normal," katanya dalam konferensi pers, Selasa (27/10).
Meski begitu, LPS akan terus mewaspadai dan mempersiapkan diri jika nantinya memang ada bank yang gagal kembali. Namun, dia menekankan tren kondisi hingga saat ini belum berubah dari kondisi tahun lalu.
"Boleh saya tekankan di sini ternnya belum berubah dari tahun lalu. Jadi tekanan di sistem finasial meningkat tapi belum ke level yang terlalu membahayakan atau tidak dapat dikendlaikan," tegas Purbaya.
Secara umum, dia mengungkapkan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) di seluruh bank sudah mulai kembali membaik, khususnya di bank-bank kecil atau Bank Umum Klasifikasi Usaha I (BUKU I) yang modal intinya kurang dari Rp1 triliun.
"Sehingga saat sekarang Bank BUKU I pun keadaanya dari sisi DPK sudah sedikit baik dari keadaan awal tahun, artinya dampak negatif dari tekanan likuiditas mereka maupun DPK mereka karena COVID-19 boleh dibilang sudah hilang," tuturnya.
Advertisement