Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan menyepakati untuk menjaga dan meningkatkan kerjasama ekonomi, bisnis, dan investasi pada Kamis (12/11).
Hal ini dilakukan karena kedua negara menyadari bahwa kolaborasi adalah strategi kunci untuk bersama-sama mengatasi dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Baca Juga
Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bertemu dengan Menteri Perindustrian Korea Selatan Sung Yun-mo di Seoul, Korea Selatan.
Advertisement
Keduanya berbagi ide tentang perluasan investasi antara kedua negara. Pertemuan ini juga merupakan tindak lanjut kunjungan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ke Korea Selatan pada bulan November 2019 lalu.
"Sesuai arahan Bapak Presiden, Indonesia harus bergerak cepat menuju transformasi ekonomi. Inilah momentum untuk membangun industri-industri yang menciptakan nilai tambah. Dan Korea Selatan menjadi salah satu mitra strategis Indonesia dalam mewujudkan hal tersebut," jelas Bahlil dalam keterangannya, Jumat (13/11/2020).
Bahlil menyampaikan, bahwa di tengah kondisi pandemi ini, upaya percepatan dalam menjaga dan menarik investor justru semakin diperlukan. Pemerintah Indonesia juga terus mendorong investasi strategis dan berkualitas masuk ke Indonesia.
"BKPM berkomitmen memfasilitasi investor Korea Selatan yang masuk ke Indonesia. Investor hanya perlu datang membawa modal dan teknologi, sedangkan masalah lahan dan perizinan akan didukung penuh oleh Pemerintah Indonesia," jelas dia.
Lebih lanjut, Bos BKPM itu meyakini kehadiran Undang- Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang baru disahkan akan menjamin kemudahan, kecepatan, efisiensi, dan kepastian dalam memulai berusaha. Juga dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan iklim investasi.
Apalagi, jika merujuk pada peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, saat ini Indonesia berada di peringkat 73. Dari 11 indikator yang menjadi kajian dalam EoDB, ada beberapa hal yang masih harus Indonesia perbaiki, diantaranya memulai berusaha.
"Seperti yang selalu saya sampaikan. UU Cipta Kerja adalah reformasi regulasi yang kita butuhkan. Pelaku usaha, baik dalam maupun luar negeri, membutuhkan jaminan kemudahan berusaha dan iklim investasi yang sehat. Jika ini terjadi, pada akhirnya akan menciptakan lapangan kerja yang negara harus hadirkan," tegas salah satu anggota kabinet termuda ini.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perjanjian CEPA
Oleh karena itu, mantan Ketua Umum Hipmi itu menyambut positif tindak lanjut Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) yang telah digagas pada November tahun lalu. Mengingat CEPA dinilai setara dengan perjanjian perdagangan bebas, tetapi berfokus pada lingkup kerja sama ekonomi yang lebih luas.
"Melalui CEPA ini, diharapkan hubungan Indonesia dan Korea Selatan dapat terus terjalin dan memberikan dampak ekonomi yang positif bagi kedua negara," paparnya.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Korea Selatan Sung Yun-mo di Seoul mengungkapkan, bahwa kedua menteri juga membahas perbaikan iklim usaha untuk perusahaan-perusahaan Korea yang berinvestasi di Indonesia. Khususnya di industri baja, kimia, mobil, dan tekstil.
"Kami menilai Indonesia semakin baik dalam membangun iklim usaha yang menguntungkan kedua belah pihak," ujar Sun Yung-mo.
Sebagai informasi, sepanjang periode Januari-September 2020, BKPM mencatat realisasi investasi asal Korea Selatan berada pada peringkat ke-7 dengan total investasi sebesar USD683 juta.
Sebanyak 70 persen realisasi investasi Korea Selatan tersebut terpusat di Pulau Jawa, dengan sektor investasi yang mendominasi antara lain Listrik, Gas Air (USD 228,4 juta); Industri Kimia dan Farmasi (USD 148,4 juta); Industri Tekstil (USD60,8 juta); Industri Barang Kulit dan Alas Kaki (USD 50,9 juta); dan Industri makanan (USD 14,8 juta).
Saat ini ada sekitar 2.000 perusahaan Korea Selatan dari berbagai sektor yang telah berinvestasi dan beroperasi di Indonesia.
Merdeka.com
Advertisement