Liputan6.com, Jakarta- Lie A Min, seorang pengusaha furnitur, hanya bisa pasrah. Adik iparnya menjadi salah satu dari sekian banyak korban Covid-19. Kalah di masa perawatan, satu lagi nyawa yang direnggut oleh pandemi ini. Sang adik ipar menghembuskan nafas terakhirnya di dalam ruang isolasi.
Begitu banyaknya korban, hingga rumah sakit pun kehabisan peti mati. Hati Lie semakin hancur saat adik iparnya harus dikuburkan dengan peti seadanya. Tak berapa lama, besan dia juga meninggal karena Covid-19, dan hampir dikuburkan dengan peti yang menurutnya tak layak.
Baca Juga
Masa puncak kematian pada bulan April 2020 lalu kini memiliki arti duka tersendiri bagi Lie A Min. Teringat akan nasib adik ipar dan besannya, Lie ingin bisa berbakti untuk negara dan masyarakat yang terdampak pandemi. Tak berapa lama, ide untuk membuat peti mati pun muncul.
Advertisement
“Orang Covid Center telepon saya. Dia bilang, maaf kemarin kita tidak punya peti. Terus saya bilang, kenapa ibu. Dia bilang karena yang meninggal lebih banyak daripada kita bisa siapkan peti,” tutur Lie kepada Tim Berani Berubah.
“Jadi tergerak hati saya. Saya bilang, ibu mau nggak saya bantuin. Nah seminggu kemudian, ibu itu sama tiga orang datang ke pabrik saya, lihat peti yang kita buat sampel itu, dan dia minta tolong, bisa nggak buat 720 peti. Buat kita setiap hari 50. Nah di sanalah kita baru mulai,” sambung Lie.
Meski keuntungan penjualan furnitur Lie tetap baik di masa pandemi, dia tetap bertekad memproduksi peti mati. Setiap harinya, pabrik Lie bisa menghasilkan 50 hingga 75 buah peti mati. Saat itu, hanya untuk di Jakarta.
Sekarang, Lie sudah mengirim peti matinya ke hampir seluruh bagian Indonesia. Totalnya, Lie sudah membuat lebih dari 5.000 peti mati.
“Kita pakai kontainer. Kalau sampai ke Merauke kita kirim, kemarin ke Tenggarong, dan ke daerah sanalah. Ke Timika,” jelas Lie.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Berniat Bantu Indonesia
Soal keuntungan, Lie mengaku dia tak memikirkan hal itu. Sebab, niatnya adalah membantu, bukan memanfaatkan situasi. Modal yang dimiliki oleh Covid Center saat itu hanya Rp 1 juta untuk 1 peti, dan Lie pun menyanggupi.
“Saya bisa lihat bahasa tubuhnya panik sekali. Kalau saya jahat, Rp 1,5 juta juga dia bayar, karena dia nggak ada peti. Tapi saya juga cinta Indonesia lah. Kita merasakan, kenapa tidak melakukan sesuatu untuk negara kita ini dalam wabah ya,” ungkap Lie.
Lie berharap agar masyarakat Indonesia lainnya bisa ikut tersentuh dan turut berkontribusi untuk negara. Dia juga berpesan agar masyarakat menuruti protokol kesehatan.
“Ada Presiden Amerika mengatakan, jangan tanya apa yang negara Anda bisa lakukan untuk Anda, tapi tanyakan pada diri Anda apa yang bisa Anda lakukan untuk negara Anda. Jadi sekarang kita berbaktilah kepada bangsa negara kita,” Lie mengakhiri.
Pastinya cerita dari Lie menjadi kisah inspiratif untuk pantang menyerah di saat kondisi terpuruk. Yuk, ikuti kisah Lie maupun yang lainnya dalam Program Berani Berubah, hasil kolaborasi antara SCTV, Indosiar bersama media digital Liputan6.com dan Merdeka.com.
Program ini tayang di Stasiun Televisi SCTV setiap Senin di Program Liputan6 Pagi pukul 04.30 WIB, dan akan tayang di Liputan6.com serta Merdeka.com pada pukul 06.00 WIB di hari yang sama.
Ingin tahu cerita lengkap mereka, simak dalam video berikut ya.
Advertisement