Sukses

Survei MarkPlus: Masyarakat Puas dengan Keterjangkau Listrik dan Gas selama Pandemi Covid-19

Sebanyak 69 persen responden berharap adanya sistem melalui aplikasi dan lebih terintegrasi dengan teknologi.

Liputan6.com, Jakarta - Hasil survei yang dilakukan oleh MarkPlus Inc memberikan kesimpulan bahwa listrik dan gas merupakan utilitas yang paling sering digunakan publik sebesar 95,2 persen. Disusul kemudian air bersih (73,3 persen). Saat ini akses untuk mendapatkan fasilitas tersebut diakui sudah cukup mudah dijangkau.

Adapun survei dilakukan kepada 75 responden yang berdomisili di Jabodetabek sebesar 48 persen dan 52 persen di luar Jabodetabek untuk melihat kepuasan masyarakat terhadap fasilitas utilitas.

“Lebih dari 90 persen responden mengatakan bahwa akses ke utilitas itu cukup mudah. Artinya mereka sudah terjangkau oleh utilitas,” kata, Senior Business Analyst MarkPlus James Leonardo Djoni dalam The 2nd MarkPlus Industry Roundtable Utilities Industry Perspective, Jumat (13/11/2020).

Kata James, sayangnya masih ditemukan beberapa komplain terhadap sumber daya air dan listrik oleh masyarakat. Bentuk permasalahan yang seringkali dijumpai adalah air yang bau dan keruh serta mati listrik di beberapa daerah.

Dimana 74,7 persen responden menjawab akar permasalahan tersebut akibat perawatan jaringan yang ada masih kurang maksimal, dan 69,3 persen merespons bahwa infrastruktur penunjang distribusi utilitas masih minim.

Responden memberikan saran agar sistem pelaporan ditingkatkan dan mengoptimalkan jaringan yang sudah ada serta menambah jangkauan area.

“Sebanyak 69 persen responden berharap adanya sistem melalui aplikasi dan lebih terintegrasi dengan teknologi untuk mempermudah laporan dan keluhan sampai ke pihak yang bertanggungjawab,” pungkas James.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Begini Cara Menteri ESDM Jaga Kualitas dan Tarif Listrik untuk Masyarakat

Sebelumnya, agar seluruh masyarakat dapat menikmati listrik yang terjangkau, andal dan namun tetap dinilai berkualitas, PT PLN (Persero) melakukan transformasi bisnis, misalnya menciptakan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik yang lebih efisien. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat menghadiri acara Learning, Innovation, Knowledge, and Exhibition (LIKE) 2020 secara virtual pada Selasa (20/10) mengatakan bahwa PLN perlu melakukan berbagai upaya optimal, agar tercipta BPP tenaga listrik yang efisien.

 

"Jadi kita dapat menyediakan tenaga listrik yang berkualitas, andal, ramah lingkungan dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia," kata Arifin. 

Cara yang dapat dilakukan misalnya melalui pengaturan manajemen rantai pasok dari energi primer, serta menjaga sinergisitas antar stakeholder.

"Pengelolaan System Avarage Interruption Duration Index (SAIDI) dan System Avarage Interruption Frequency Index (SAIFI) menjadi penting untuk dilakukan PLN bila ingin mewujudkan hal tersebut," ungkapnya.

Saat ini, PLN mengusung empat pilar dalam menyosong industri 4.0, yakni green, lean, innovative, dan customer focused. Adaptasi atas perkembangan zaman ini pun diapresiasi oleh Arifin guna mendorong bisnis yang berkelanjutan (sustainability).

"Saya yakin dengan transformasi PLN bisa mewujudkan bisnis ketenagalistrikan yang lebih sehat dan memberikan manfaat yang lebih optimal bagi masyarakat, bangsa dan negara," tegasnya.

Ia menyarankan PLN juga meningkatkan konsep pelayanan yang lebih memprioritaskan pelanggan. Kepuasan dan kedekatan dengan pelanggan akan menjadi titik penting bagi keberlangsungan usaha. "Salah satu konsep yang harus dilakukan manajemen PLN adalah tidak kaku, menerapkan human oriented," jelasnya.

Arifin menegaskan pemerintah terus berkomitmen mendukung proses transformasi bisnis yang dilakukan oleh PLN, terutama dalam efisiensi BPP listrik.

Beberapa langkah kebijakan yang sudah diimplementasikan antara lain, kebijakan energi primer pembangkit batubara dan gas, pengaturan harga pembelian tenaga listrik dari IPP bedasarkan BPP, optimalisasi energi mix pembangkitan dengan mengurangi pembangkit BBM.

Ada pula pengendalian biaya pembentuk BPP baik fixed cost dan fuel cost, pengendalian efisiensi penyedian tenaga listrik dari pembangkitan melalui pengaturan spesifik fuel consumption pembangkit oleh pemerintah serta sisi penyaluran melalui pengaturan susut jaringan.