Liputan6.com, Jakarta - Vice President Promotion & Marketing Communication PT Pertamina, Arifun Dhalia, buka suara atas ramainya informasi soal rencana penghapusan penjualan BBM jenis Premium pada 2021 mendatang.
Menurutnya, sampai saat ini Perseroan masih menunggu keputusan final dari pemerintah terkait penghapusan Premium, sehingga belum ada rencana terkait penghapusan Premium di tahun depan.
Baca Juga
"Sebagai vendor kami patuh kepada pemerintah atau regulator. Kalau ada Premium mau dihapuskan itu pasti akan diterbitkan dulu regulasinya atau SK Menteri atau Perpres. Kalau Premium itu bisa Perpres. Tapi belum ada keputusan final pemerintah, jadi kami belum ada rencana" ujar dia dalam webinar bertema "Mewujudkan Kualitas Udara dengan BBM Ramah Lingkungan di Era Transisi Normal Baru", Rabu (18/11/2020).
Advertisement
Kendati demikian, Arifun memastikan bahwa Pertamina berkomitmen untuk menekan polusi udara dari gas buang kendaraan bermotor. Sehingga Perseroan terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk beralih menggunakan jenis BBM yang lebih ramah lingkungan.
"Seperti melalui berbagai sosialisasi dan program Langit Biru yang memberikan diskon harga Pertalite setara Premium," paparnya.
Alhasil, tingkat penggunaan Premium lebih kecil dibandingkan jenis BBM Pertalite yang mempunyai nilai kandungan oktan riset (Research Octane Number/ RON) sebesar 90 persen. Dimana diklaim lebih ramah lingkungan.
"Itu Pertalite yang mempunyai nilai RON 90 persen, sudah 55 persen atau paling besar yang digunakan masyarakat. Sementara Premium hanya 30 persen, Pertamax 14 persen dan Pertamax Turbo 1 persendari rata-rata total nasional," paparnya.
Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
YLKI Minta BBM Premium Dialokasikan Hanya di Daerah 3T
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Sujatno mengusulkan agar Pemerintah tidak menghapus BBM jenis Premium secara keseluruhan. Melainkan, dialokasikan untuk daerah yang terdepan, terpencil, tertinggal (3T).
“Dari pandangan YLKI ini bukan dihapus secara keseluruhan tetapi alokasinya yang di data, artinya premium dapat dialokasikan pada wilayah-wilayah area remote, jadi yang di daerah perbatasan, pedalaman, dan pinggiran semacam itu,” kata Agus kepada Liputan6.com, Rabu (18/11/2020).
Kata Agus, hal itu bertujuan agar masyarakat di 3T bisa menikmati subsidi bahan bakar minyak. Sehingga jika jenis BBM Premium ditiadakan di perkotaan itu sudah sesuai lantaran di perkotaan banyak kendaraan yang menggunakan RON lebih tinggi.
“Kemudian kalau dihapus di perkotaan ini bisa dipahami karena selain dari sisi lingkungan tentu saja penggunaan bahan bakar yang rendah ini tidak sesuai dengan kondisi kendaraan saat ini,” ujarnya.
Ia menjelaskan secara internasional sekarang ini di negara maju sudah menggunakan RON yang lebih tinggi, sementara hanya di Indonesia yang masih menggunakan RON yang rendah semacam premium.
Sedangkan di negara Eropa sudah mencapai RON 92, sehingga ini menjadi catatan dari segi keamanan lingkungan. Apalagi kendaraan yang ada saat ini sebetulnya menggunakan RON yang lebih tinggi.
“Inilah seharusnya masyarakat memahami bahwa menggunakan premium bukan pilihan yang baik untuk kendaraan pribadinya,” katanya.
Demikian Agus menegaskan kembali, menurut pandangan YLKI BBM premium distribusinya bisa dialihkan saja ke daerah 3T seperti laut atau pantai, bahkan pertambangan. Sehingga para nelayan dan penambang bisa menggunakan premium.
“Kalau di perkotaan bisa saja (Premium tetap digunakan) tapi akan rumit penerapannya karena kalau premium hanya dijual kepada angkutan, nanti akan lebih susah mengaturnya di lapangan, YLKI lebih condong premiumnya dialihkan untuk di daerah 3T,” pungkasnya.
Advertisement