Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 diperkirakan masih akan mengalami tantangan yang berat. Sebab, masih ada ketidakpastian yang tinggi terkait kelangsungan pandemi Covid-19.
Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan, kinerja sektor riil pada dua bulan terakhir terlihat stagnan. Padahal sebelumnya mengalami perbaikan yang cukup signifikan setelah penurunan terdalamnya pada kuartal II/2020.
Baca Juga
David menilai, pemulihan ekonomi akan sangat bergantung pada kecepatan eksekusi vaksinasi Covid-19 pada tahun depan.
Advertisement
"Kalau (vaksinasi) bisa di semester I, akan mempercepat pemulihan di tahun depan. Kalau tertunda hingga semester II, lalu kasus Covid-19 tinggi, lalu PSBB on dan off, pemulihan akan terkendala," jelas dia dalam Webinar INDEF - Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021, Rabu (18/11/2020).
Tingginya kasus Covid-19 yang dibarengi tarik ulur PSBB terjadi di DKI Jakarta memengaruhi prospek pemulihan ekonomi di daerah lainnya. Sebab, kontribusi DKI Jakarta terhadap PDB mencapai sekitar 16 persen dan kontribusi terhadap total tabungan atau dana pihak ketiga (DPK) nasional mencapai 55 persen.
"Jika distribusi vaksin bisa selesai di semester I tahun depan, komoditas pulih, dan aturan turunan omnibus law bisa selesai dan bisa dieksekusi, kita berharap GDP growth kita bisa ke arah 4 sampai 5 persen," ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Direktur Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menyebutkan hal serupa. Dimana kunci utama pemulihan ekonomi adalah penanganan pandemi Covid-19.
Namun, Eko memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 hanya akan mencapai kisaran 2,5 -3 persen. Hal ini merujuk pada sektor riil yang pada tahun depan diperkirakan masih berjalan sekitar 50 persen dari kapasitasnya.
“Indonesia terlihat pemulihan sudah terjadi, tapi belum kembali seperti tahun lalu,” kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kuartal III 2020 Jadi Titik Balik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga menjadi titik pembalikan pertumbuhan ekonomi yang merosot akibat pandemi Covid-19.
Saat ini permintaan produk, tingkat konsumsi masyarakat, ekspor produk hingga investasi menunjukkan perbaikan.
"Kuartal III ini menunjukkan agregat demand pemulilan, konsumsi, investasi ke arah pembalikan, ekspor juga," kata Sri Mulyani saat menyampaikan Keynote Speaker dalam Webinar CNBC TV dan OJK, Jakarta, Selasa (10/11/2020).
Hanya saja diakui Sri Mulyani sektor impor masih belum menunjukkan perbaikan. Sektor ini masih perlu didorong karena kondisi perekonomian dunia masih dalam tahap pemulihan.
Meski begitu, pembalikan arah pertumbuhan ekonomi terus semakin nyata seiring dengan ditemukannya vaksin Covid-19. Sektor produksi juga mulai mengalami pembalikan arah. Dari 17 sektor produksi, sudah 12 sektor produksi mengalami perbaikan. Bahkan tiga diantaranya tetap tumbuh positif di masa pandemi ini.
"Tiga 3 sektor masih positif bahkan dalam situasi Covid-19 yakni pertanian, informasi dan komunikasi dan jasa keuangan," kata dia
Sementara itu, sektor lain terdampak yang sangat dalam sudah mulai menunjukkan pemulihan. Semisal industri pengolahan, perdagangan, transportasi, konstruksi dan akomodasi yang masih negatif tetapi mengalami pembalikan arah yang cukup solid.
Dari kondisi ini, Sri Mulyani menilai pertumbuhan ekonomi tahun 2020 tetap dalam proyeksi yang sama. Tumbuh minus 0,6 persen hingga minus 1,7. Berbagai instansi lain memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh minus 1 persen sampai minus 1,5 persen.
Advertisement