Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan kinerja industri kecil dan menengah (IKM) perhiasan terus menunjukkan kinerja yang gemilang dan agresif menembus pasar ekspor, sehingga mencatat lonjakan ekspor ke Amerika Serikat sebesar 37 persen pada Januari-September 2020.
“Dalam tantangan pandemi saat ini, kami bertekad melakukan pengembangan industri kecil menengah (IKM) karena sebagai sektor mayoritas dari populasi unit usaha di Tanah Air, di antaranya adalah sektor IKM perhiasan,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih dikutip dari Antara, Kamis (19/11/2020).
Baca Juga
Sepanjang Januari-September 2020, nilai ekspor dari industri perhiasan mencapai USD 1,1 juta. Adapun lima negara tujuan utama ekspor perhiasan nasional, yaitu Singapura dengan porsi nilai 33 persen, kemudian Hongkong (24 persen), Amerika Serikat (19 persen), Swiss (11 persen), dan Uni Emirat Arab (9 persen).
Advertisement
Dari capaian tersebut, Indonesia menduduki peringkat ke-14 dengan nilai market share ekspor perhiasan sebesar 1,5 persen
“Sementara itu, khusus untuk ekspor ke Amerika dari bulan Januari sampai September tahun 2020 jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019, nilai ekspornya mengalami kenaikan sebanyak 37 persen. Indonesia menjadi negara pertama yang mengalami kenaikan terbesar untuk ekspor perhiasan emas ke Amerika,” ujar Gati.
Akibat imbas pandemi, omzet dan utilisasi sektor industri perhiasan sempat mengalami penurunan, namun tidak ada yang sampai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Jadi, angin segar kembali bertiup, dengan adanya peningkatan ekspor perhiasan ke Amerika,” imbuh Gati.
Ia menjelaskan, peluang ini menjadi semangat bagi IKM perhiasan untuk bangkit kembali. “Tantangan yang saat ini dihadapi industri emas dan perhiasan adalah jumlah dan kompetensi SDM di bidang emas dan perhiasan,” ungkap Gati.
Oleh karena itu, Kemenperin terus mengembangkan skill SDM di sektor IKM perhiasan melalui fasilitasi bimbingan teknis, penyediaan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di bidang perhiasan logam mulia.
“SKKNI diperlukan sebagai salah satu upaya untuk membangun SDM dari sisi tenaga kerja industri,” kata Gati.
Untuk meningkatkan daya saing, kata dia, Pemerintah juga melakukan upaya penerapan standar barang emas.
Pada awal 2020, pemerintah telah menetapkan SNI barang-barang emas (SNI 8880:2020) yang bertujuan memberi acuan standar bagi produsen dan laboratorium, serta memberi perlindungan kepada konsumen tentang standar perhiasan.
“Seiring upaya tersebut, juga diperlukan kegiatan sosialisasi pada riteler dan sektor industri terkait informasi mengenai kadar emas dengan tepat agar tidak terjadi miss-informasi. Seperti kita ketahui, produk perhiasan emas Indonesia sangat terkenal dengan desain dan kehalusannya,” kata Gati.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekspor Perhiasan di Oktober 2020 Turun
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Setianto membeberkan masih ada beberapa komoditas ekspor Indonesia yang mengalami pelambatan pada Oktober 2020. Salah satunya terjadi pada logam mulia, perhiasan atau permata.
Dia mengatakan, kelompok barang tersebut pada Oktober 2020 hanya mencapai USD 587 juta. Angka tersebut turun sebesar USD 150 juta atau setara dengan 20,34 persen. Di mana pada posisi bulan sebelumnya, kelompok barang itu tembus USD 737 juta.
"Komoditas alami penurunan yang terbesar utamanya logam mulia, perhiasan/permata sebesar minus USD 150,0 juta," kata dia dalam video conference, di Jakarta, Senin (16/11).
Selain itu, komoditas lain yang juga mengalami perubahan atau penurunan pada Oktober 2020 adalah pakaian dan aksesorisnya (bukan rajutan) yakni mencapai USD 85,8 juta atau 26,95 persen. Di mana pada Oktober 2020 kelompok barang ini hanya tercatat sebesar USD 232 juta, sementara posisi bulan sebelumnya USD 318 juta.
Selain itu, ekspor kelompok barang lainnya yang tercatat turun juga dialami oleh pupuk, kapal perahu dan struktur terapung, serta paiakan dan aksesorinya (rajutan). Adapun masing-masing diantaranya tercatat mengalami penurunan sebesar USD 67,8 juta, USD 32,2 juta, dan USD 25,7 juta.
Advertisement