Liputan6.com, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memproyeksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 3 persen pada tahun 2021.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan, pandemi Covid-19 masih menghantui kelas menengah untuk melakukan konsumsi.
"Dengan segala perkembangan global maupun domestik, kita perkirakan perhitungan di 2020 ini -1,35 persen, dan tahun 2021 itu 3 persen," ujar Tauhid dalam Webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021, Senin (23/11/2020).
Advertisement
Lanjut Tauhid, laju kredit perbankan diprediksi hanya mencapai 5 hingga 6 persen dari prediksi normal 9 hingga 11 persen dikarenakan permintaan yang belum normal.
"Wajar Bank Indonesia kemarin menurunkan suku bunga menjadi 3,75 persen untuk antisipasi penurunan laju kredit, sekarang pertumbuhan di bawah 1 persen bahkan kemarin September 0,28 persen, ini harus ditingkatkan," jelasnya.
Inflasi di tahun 2021, menurut proyeksi INDEF, akan menyentuh angka 2,5 persen dari yang normalnya 3 persen. Hal ini dikarenakan program pemulihan ekonomi masih belum terlaksana dengan optimal dan daya beli masyarakat masih terbatas. Untuk suplai pangan dan kebutuhan pokok, Tauhid menjelaskan, tidak ada masalah berarti.
Pada tahun depan juga, nilai tukar rupiah diprediksi masih melemah di level Rp 14.800 (per USD), didasarkan pada situasi ketidakpastian global dan program pemulihan ekonomi yang berjalan lambat sehingga tingkat investasi turut melambat. Tingkat indikator risiko investasi (CDS) yang masih volatil juga mempengaruhi hal ini.
"Ke depan, Joe Biden juga akan membawa ekonomi Amerika Serikat membaik dan tentu saja diprediksi dolar akan menguat bukan hanya di pasar keuangan tapi secara riil. Jadi tahun depan, nilai tukar kita nampaknya akan melemah sedikit," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pertumbuhan Ekonomi Bisa Sampai 5 Persen di 2021, Ini Kuncinya
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 diperkirakan masih akan mengalami tantangan yang berat. Sebab, masih ada ketidakpastian yang tinggi terkait kelangsungan pandemi Covid-19.
Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan, kinerja sektor riil pada dua bulan terakhir terlihat stagnan. Padahal sebelumnya mengalami perbaikan yang cukup signifikan setelah penurunan terdalamnya pada kuartal II/2020.
David menilai, pemulihan ekonomi akan sangat bergantung pada kecepatan eksekusi vaksinasi Covid-19 pada tahun depan.
"Kalau (vaksinasi) bisa di semester I, akan mempercepat pemulihan di tahun depan. Kalau tertunda hingga semester II, lalu kasus Covid-19 tinggi, lalu PSBB on dan off, pemulihan akan terkendala," jelas dia dalam Webinar INDEF - Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021, Rabu (18/11/2020).
Tingginya kasus Covid-19 yang dibarengi tarik ulur PSBB terjadi di DKI Jakarta memengaruhi prospek pemulihan ekonomi di daerah lainnya. Sebab, kontribusi DKI Jakarta terhadap PDB mencapai sekitar 16 persen dan kontribusi terhadap total tabungan atau dana pihak ketiga (DPK) nasional mencapai 55 persen.
"Jika distribusi vaksin bisa selesai di semester I tahun depan, komoditas pulih, dan aturan turunan omnibus law bisa selesai dan bisa dieksekusi, kita berharap GDP growth kita bisa ke arah 4 sampai 5 persen," ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Direktur Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menyebutkan hal serupa. Dimana kunci utama pemulihan ekonomi adalah penanganan pandemi Covid-19.
Namun, Eko memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 hanya akan mencapai kisaran 2,5 -3 persen. Hal ini merujuk pada sektor riil yang pada tahun depan diperkirakan masih berjalan sekitar 50 persen dari kapasitasnya.
“Indonesia terlihat pemulihan sudah terjadi, tapi belum kembali seperti tahun lalu,” kata dia.
Advertisement
Kuartal III 2020 Jadi Titik Balik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga menjadi titik pembalikan pertumbuhan ekonomi yang merosot akibat pandemi Covid-19.
Saat ini permintaan produk, tingkat konsumsi masyarakat, ekspor produk hingga investasi menunjukkan perbaikan.
"Kuartal III ini menunjukkan agregat demand pemulilan, konsumsi, investasi ke arah pembalikan, ekspor juga," kata Sri Mulyani saat menyampaikan Keynote Speaker dalam Webinar CNBC TV dan OJK, Jakarta, Selasa (10/11/2020).
Hanya saja diakui Sri Mulyani sektor impor masih belum menunjukkan perbaikan. Sektor ini masih perlu didorong karena kondisi perekonomian dunia masih dalam tahap pemulihan.
Meski begitu, pembalikan arah pertumbuhan ekonomi terus semakin nyata seiring dengan ditemukannya vaksin Covid-19. Sektor produksi juga mulai mengalami pembalikan arah. Dari 17 sektor produksi, sudah 12 sektor produksi mengalami perbaikan. Bahkan tiga diantaranya tetap tumbuh positif di masa pandemi ini.
"Tiga 3 sektor masih positif bahkan dalam situasi Covid-19 yakni pertanian, informasi dan komunikasi dan jasa keuangan," kata dia
Sementara itu, sektor lain terdampak yang sangat dalam sudah mulai menunjukkan pemulihan. Semisal industri pengolahan, perdagangan, transportasi, konstruksi dan akomodasi yang masih negatif tetapi mengalami pembalikan arah yang cukup solid.
Dari kondisi ini, Sri Mulyani menilai pertumbuhan ekonomi tahun 2020 tetap dalam proyeksi yang sama. Tumbuh minus 0,6 persen hingga minus 1,7. Berbagai instansi lain memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh minus 1 persen sampai minus 1,5 persen.