Sukses

Sri Mulyani: Andai Tak Ada Covid-19 Angka Kemiskinan Sudah Turun

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyadari adanya pandemi Covid-19 membuat angka kemiskinan di Indonesia semakin bertambah

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyadari adanya pandemi Covid-19 membuat angka kemiskinan di Indonesia semakin bertambah. Di mana, dari yang sebelumnya berada di angka satu digit, diperkirakan bisa kembali ke level dua digit.

"Seandainya tidak terjadi Covid sebenarnya kita memproyeksikan jumlah kemiskinan Di Indonesia akan menurun di bawah 9 persen yaitu 8,9 persen," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual, Senin (23/11/2020).

Dalam upaya merespon peningkatan peningkatan kemiskinan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan. Diantaranya melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang di dalamnya terdapat bantuan jaring pengaman sosial.

Dengan program tersebut, Bendahara Negara itu mengklaim tingkat kemiskinan bisa kembali ditekan. Dan kini berada di level satu digit kembali.

"Akibat covid maka kenaikan dari jumlah kemiskinan sebetulnya mencapai 10,96 namun dengan adanya perlindungan sosial bantuan sosial maka kita bisa menurunkan dampak buruknya dari yang seharusnya 10,96 persen menjadi 9,69 persen," ucap dia.

Dia menambahkan, dampak pandemi ini juga membuat angka pengangguran semakin melebar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah angka pengangguran meningkat menjadi 9,77 juta pada Agustus 2020. Angka ini lebih besar jika dibanding posisi sama tahun 2018 dan 2019.

"Dari sisi total jumlah orangnya yaitu dari 7,1 juta orang menjadi 9,77 juta atau tingkat pengangguran kita naik dari 5,23 persen ke 7,07 persen," katanya.

"Tingkat pengangguran ini kalau kita lihat tambahan pengangguran akibat adanya covid adalah 2,6 juta tambahan. Ini adalah tantangan yang harus kita juga tangani akibat dari covid yang luar biasa," tambah Sri Mulyani.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Sebut Utang Indonesia Masih Rendah

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui terjadi peningkatan utang di Indonesia selama masa pandemi Covid-19. Bahkan tingkat utang Indonesia naik di kisaran 36-37 persen dari sebelumnya hanya 30 persen.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan peningkatan utang yang terjadi di Indonesia ini masih relatif cukup baik dibandingkan dengan negara-negara di dunia. Bahkan, U]untuk negara-negara yang masuk dalam kategori negara maju, tingkat utangnya mencapai 130 persen dari kondisi normal yang biasanya 100 persen.

Sementara untuk negara berkembang yang biasanya rasio utang di kisaran 50 persen, meningkat menjadi di kisaran 60 persen hingga 70 persen.

"Namun bukan berarti kita tidak waspada, akan tetapi kita akan tetap menjaga semua kondisi, hal ini agar perekonomian tetap membaik dan kondisi fiskal tetap sustain," ujarnya dalam APBN Kita secara virtual, Senin (23/11/2020).

Bendahara Negara itu menambahkan, rasio utang yang cukup rendah dibanding dengan negara lain disebabkan oleh dukungan fiskal terhadap kontraksi perekonomian Indonesia dinilai lebih moderat.Indonesia menganggarkan dukungan anggaran sebesar Rp695,2 triliun untuk Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN).

Tambahan belanja tersebut menyebabkan defisit anggaran yang mencapai Rp1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari PDB.

"Jumlah tambahan dukungan fiskal dalam rangka tangani Covid-19 dan mendorong perekonomian, Indonesia berada di bagian modest. Sesudah china. Dalam hal ini dan perubahan dari sisi defisit ini ditujukan mainly untuk memberi support bagi ekonomi dan untuk belanja di bidang kesehatan," jelasnya.

Seperti diketahui, total utang Indonesia hingga akhir September 2020 tercatat mencapai Rp5.756,87 triliun. Dengan demikian rasio utang pemerintah sebesar 36,41 persen terhadap PDB.

Adapun total utang pemerintah terdiri dari pinjaman sebesar Rp 864,29 triliun dan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 4.892,57 triliun.