Liputan6.com, Jakarta - Chief Investment Strategist Temasek, Rohit Sipahimalani menilai ekonomi digital Indonesia tetap mampu menjadi kampiun di kawasan Asia Tenggara. Menyusul pesatnya pertumbuhan jumlah pengguna internet baru akibat pandemi Covid-19.
"Kami masih melihat potensi yang besar dari ekonomi internet Indonesia untuk tetap menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Hal ini karena pertumbuhan yang didorong oleh besarnya jumlah pengguna internet yang sangat aktif dan bahkan semakin aktif menggunakan internet karena pandemi," paparnya dalam webinar Laporan e-Conomy SEA 2020 oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, Selasa (24/11).
Baca Juga
Rohit mengatakan, banyaknya pengguna baru internet berpotensi memunculkan prospek untuk usaha-usaha baru di Indonesia, khususnya di sektor e-commerce. Sehingga diyakini juga akan mendorong pertumbuhan untuk usaha yang sudah ada.
Advertisement
"Meski masih terlalu dini untuk memastikan hasilnya. Namun, kami memperkirakan pertumbuhan dan percepatan akan terus berlanjut di sektor ini dalam beberapa tahun ke depan," ucapnya.
Oleh karena itu, Temasek melihat adanya peluang-peluang investasi pada ekonomi digital Indonesia. Sebab, dinilai sejalan dengan tren struktural perusahaan untuk mendorong kemajuan sosial dengan memanfaatkan teknologi.
"Bersama dengan swasta, pemerintah, dan masyarakat, kami berkomitmen untuk turut membangun ekonomi yang lebih berkelanjutan melalui investasi berkualitas. Baik di Indonesia maupun kawasan Asia Tenggara lainnya," tutupnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dahlan Iskan Jawab Ahok: Tak Mudah Ubah BUMN Jadi Seperti Temasek
Banyak orang berpendapat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seharusnya bisa bertranformasi menjadi superholding seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia dengan Temasek. Salah satu pendapat tersebut berasal dari Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan pun ikut ambil suara dalam pendapat tersebut, Menurutnya, Indonesia membutuhkan waktu lama untuk membentuk superholding seperti Tamasek.
Dahlan mengatakan, selama ini setiap kali pembentukan holding disuarakan maka selalu muncul suara-suara penolakan dari segala sisi. Penolakan datang dari berbagai pihak terutama dari serikat buruh.
"Selama ini setiap kali dirancang pembentukan holding selalu saja ribut. Selalu terjadi penentangan yang keras dari masing-masing internal perusahaan. Terutama dari serikat buruhnya," ujar Dahlan, Jakarta, Kamis (17/9/2020).
Sulitnya pembentukan holding di BUMN selama ini antara lain, karena harus lewat persetujuan DPR. Setidaknya perlu proses politik yang sangat panjang dan DPR belum tentu setuju.
"Nah, siapa tahu pemerintah sekarang sudah sangat yakin bahwa DPR yang sekarang bukan masalah lagi. Awalnya saya termasuk yang setuju dengan pembentukan superholding secepatnya. Sekaligus sebagai tanda berakhirnya Kementerian BUMN," jelasnya.
Jika memaksakan membentuk holding BUMN maka pemerintah harus banyak mengubah undang-undang yang sudah ada saat ini. Salah satu contohnya adalah undang-undang perbankan.
"Tapi akhirnya saya tahu begitu banyak UU yang harus diubah. Terutama UU Perbankan. Apakah realistis memaksakannya? Tapi siapa tahu BTP memang bisa. Siapa tahu segera ada omnibus law untuk pembentukan superholding itu. Kalau itu benar-benar terjadi seperti di video BTP Presiden Jokowi pun dan BTP akan tercatat abadi dalam sejarah BUMN," paparnya.
Melihat banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk membentuk holding per sektor sejak jaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Presiden Jokowi maka setidaknya butuh waktu 10 periode kepresidenan untuk membentuk BUMN mirip Tamasek.
"Kalau satu masa jabatan presiden bisa melahirkan dua holding, mungkin diperlukan 10 periode kepresidenan. Untuk bisa sampai ke terbentuknya superholding seperti Temasek. Itu pun kalau gelombang politik tidak berubah," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.comÂ
Advertisement