Sukses

Investasi Asing Bak Pisau Bermata Dua, Bawa Keuntungan Sekaligus Ancaman

Kehadiran investasi asing membuka peluang hadirnya teknologi baru dari luar negeri

Liputan6.com, Jakarta - Kehadiran investasi asing bagi pengusaha domestik bak pisau bermata dua. Satu sisi membawa keuntungan, sisi lain sebagai ancaman.

Wakil Ketua Komite Tetap Pengembangan Infrastruktur Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Dandung Sri Harninto menilai keuntungan adanya investasi asing membuat pembangunan infrastruktur tetap berjalan di tengah keterbatasan anggaran APBN atau APBD. Modal asing ini bisa menggerakkan usaha dan menghasilkan pajak negara dari aktivitas ekonomi yang dilakukan pengusaha.

"Ini kabar menyenangkan, dengan adanya ini dengan terbatas APBN dan APBD ini baik," kata Dandung dalam Presscon Pembukaan Konstruksi Indonesia 2020 secara virtual, Jakarta, Selasa (24/11).

Selain itu, kehadiran investasi asing membuka peluang hadirnya teknologi baru dari luar negeri. Dandung menyebut banyak perusahaan berbasis teknologi besar yang memang berminat menanamkan modalnya di Indonesia.

"Banyak perusahaan big tech berminat investasi di Indonesia. Ini investasi dan teknologi yang kita memang membutuhkan," kata dia.

Sisi lain, kehadiran investasi asing sebenarnya ancaman bagi pengusaha domestik. Lantaran dalam proyek investasi tidak sedikit pembangunan dilakukan dengan membawa produk asal negara investor.

"Investasi yang masuk ini mensyaratkan menggunakan produk mereka sendiri," kata dia.

Akibatnya produk dalam negeri tidak dipakai dan pengusaha dalam negeri tidak memiliki pasarnya di negeri sendiri. Untuk itu dia menyarankan agar pemerintah mewajibkan proyek yang didanai APBN atau APBD tetap menggunakan produk dalam negeri.

Alasannya, dalam aturan yang ada, pemerintah tidak mewajibkan pemenang tender proyek pembangunan yang didanai pemerintah menggunakan produk dalam negeri. Sebaliknya, regulasi hanya menyarankan menggunakan produk milik pengusaha Indonesia.

"Karena aturannya tidak wajib hanya disarankan dan kontraktor kan mencari harga termurah. Jadi kepentingan jangka panjangnya tidak masuk," kata dia.

Sehingga dia berharap masalah investasi ini bisa diselesaikan secara berkeadilan. Agar masuknya investasi tidak menggangu industri dalam negeri.

"Jadi harus dipikirkan bagaimana investasi asing masuk dan industri dalam negeri tetap bangkit," kata dia mengakhiri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Oleh-Oleh Luhut dari AS, Bawa Investasi Rp 28 Triliun untuk SWF Indonesia

Perusahaan pembiayaan Amerika Serikat atau The US International Development Finance Corporation (DFC) akan menggelontorkan dana investasi sebesar USD 2 miliar atau setara Rp 28,3 triliun (kurs 14.152 per dolar AS) untuk Lembaga Pengelola Investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia.

CEO US DFC Adam Boehler telah menandatangani Letter of Interest (LOI) untuk rencana investasi ke SWF Indonesia di Washington DC, Kamis (19/11). Penandatanganan LOI turut disaksikan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Keterangan tertulis Kemenko Kemaritiman dan Investasi di Jakarta, Senin, menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia terus mengembangkan opsi pembiayaan dan investasi sektor swasta terhadap proyek strategis nasional dan prioritas lainnya sebagai bagian dari reformasi ekonomi.

DFC menjadi salah satu yang tengah melakukan evaluasi komprehensif terhadap investasinya di Indonesia, sehingga bisa ikut menarik sektor swasta AS berinvestasi di pasar dengan potensi ekonomi yang besar seperti Indonesia.

"Kerja sama itu juga dinilai akan memperkuat ikatan ekonomi antara Amerika Serikat dan Indonesia. DFC juga akan bekerja sama dengan mitranya di Jepang, Uni Emirat Arab, dan Singapura untuk ikut berinvestasi di dana abadi Indonesia itu," tulis keterangan pers Kemenko Kemartiman dan Investasi dikutip dari Antara, Senin (23/11/2020).

Sebelumnya, Luhut menyebut Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur soal Sovereign Wealth Fund kini tengah dalam finalisasi dan diharapkan sudah mulai berjalan pada November ini.

Pada tahap awal, pemerintah Indonesia akan menyuntikkan sekitar 5 miliar dolar hingga 6 miliar dolar AS ke dana abadi tersebut.

Setidaknya ada enam sektor pembangunan yang nantinya didorong melalui dana SWF, mulai dari kesehatan, pertanian, infrastruktur, sampai dengan pembangunan ibu kota. 

3 dari 3 halaman

Bertemu Luhut, Bank Ekspor-Impor AS Siap Kucurkan Dana Hampir Rp 11 Triliun

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan melakukan pertemuan dengan Presiden dan Kepala Bank Ekspor Impor Amerika Serikat (Exim) Kimberly A. Reed di Jakarta pada Minggu (25/10/2020).

Dalam pertemuan ini, Exim dan pemerintah Indonesia menyepakati potensi pendanaan proyek di Indonesia dengan jumlah USD 750 juta dolar AS atau Rp 10,98 triliun (asumsi kurs Rp 14651).

Komisaris PLN Adapun, penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) secara resmi akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

“Diskusi saya dengan Menteri Panjaitan berjalan dengan sangat produktif dan saya sangat gembira mengumumkan MoU USD 750 juta ini dengan beliau hari ini. Bank Ekspor Impor Amerika Serikat berkomitmen untuk meningkatkan kerjasama ekonomi antara kedua negara," ujar Reed dalam keterangan resmi EXIM, Senin (26/10/2020).

Reed melanjutkan, pihaknya akan melakukan penjajakan berbagai potensi proyek di Indonesia mulai dari energi, teknologi komunikasi nirkabel (4G+/5G), penyiarann dengan dukungan barang dan jasa dari AS, hingga layanan kesehatan.

"Kami ingin bekerja sama untuk mendorong kesempatan investasi dan peluang mengembangkan bisnis sehingga memberikan potensi keuntungan bagi para pekerja dan pelaku bisnis AS dan Indonesia," ujarnya.

Sementara itu, Menko Luhut menyambut baik MoU yang diajukan. "Kami berharap ada lebih banyak investasi dan partisipasi bisnis AS di proyek-proyek infrastruktur, energi, transportasi dan telekomunikasi," ujarnya.

Adapun, perjanjian ini disepakati sebagai bagian dari kunjungan delegasi AS ke Indonesia, Vietnam dan Myanmar, yang dipimpin oleh CEO International Development Finance Corporation AS, Adam Boehler, serta pejabat tinggi pemerintah AS, yaitu Kepala EXIM, Reed, dan pejabat dari Departemen Keuangan, Perdagangan, Energi, dan Luar Negeri AS. Â