Sukses

Menteri Edhy Prabowo Ditangkap KPK, Wakil Ketua DPR Buka Suara

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap dini hari, Rabu 25 November 2020, di Bandara Soekarno-Hatta oleh KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo ditangkap dini hari, Rabu 25 November 2020, di Bandara Soekarno-Hatta oleh KPK terkait dengan kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster atau benur.

Penyidik KPK langsung menggiring Edhy dan beberapa orang lainnya ke KPK untuk diperiksa. Belum diketahui berapa jumlah orang yang dibawa ke KPK untuk penyidikan. Begitu pula dengan kasus yang melatarbelakangi penangkapan tersebut.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengaku belum bisa menanggapi lebih jauh terkait ditangkapnya salah satu Kader Gerindra yang kini menjadi Menteri KKP, kini dirinya sedang menunggu informasi dari KPK.

“Pertama kami baru mendengar berita soal kader kami yang menjadi menteri KKP itu baru dari media massa baik media cetak, online maupun televisi untuk itu kami dari partai Gerindra belum bisa berkomentar lebih jauh,” kata Sufmi, di Jakarta, Rabu (25/11/2020).

Adapun Wakil Ketua DPR ini mengaku pernah berkomunikasi dengan Menteri Edhy Prabowo sekitar 2 minggu lalu sebelum Edhy Prabowo pergi ke Amerika, untuk mengucapkan pamit melakukan perjalanan ke luar negeri.

“Kalau saya sudah sebelum berangkat ke Amerika sebelum berangkat berkomunikasinya mungkin dua minggu yang lalu atau 12 hari yang lalu saya lupa. Dia tidak menyampaikan agenda dia cuman bilang pamit saja mau ke Amerika,” jelasnya.

Demikian dirinya sudah melaporkan kepada Ketua Umum Gerindra yakni Prabowo Subianto. Kata Sufmi, Prabowo Subianto menghimbau agar semua anggota partai menunggu informasi resmi dari KPK terkait perkembangan penangkapan Menteri Edhy.

“Kami sudah melaporkan kepada ketua umum kami Prabowo, dan arahan dari ketua umum untuk menunggu perkembangan lebih lanjut informasi dari KPK demikian,”pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Penangkapan Menteri Edhy Prabowo oleh KPK Sakiti Hati Nelayan Kecil

Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan mengatakan, penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan sejumlah pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi pukulan keras bagi sektor kelautan dan perikanan.

Adapun Edhy Prabowo ditangkap atas dugaan korupsi dalam ekspor benih lobster atau benur. Seperti diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan kembali membuka izin atas ekspor benur, setelah sebelumnya dihentikan oleh menteri sebelumnya Susi Pudjiastuti.

"Indikasi kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat teras KKP menyakitkan hati nelayan kecil yang masih terus berjuang di tengah segala keterbatasan," ujar Dani kepada Liputan6.com, Rabu (25/11/2020).

"Kedua, ia melanjutkan, jika penangkapan ini hasil dari pengembangan kasus izin ekspor benih lobster, langkah KPK patut diapresiasi. "Pat gulipat kebijakan yang menghasilkan para pemburu rente di lingkaran kekuasaan yang serakah," sambungnya.

Dani menilai, sudah sepatutnya dilakukan evaluasi dan mendeteksi dengan jelas setiap aturan dan kebijakan di sektor kelautan dan perikanan.

Terlebih pada kasus ekspor benih lobster, yang dianggap membuka peluang bagi pencairan rente sehingga merugikan negara dan masyarakat.

"Nah, dalam kasus ekspor benih lobster, indikasi-indikasi ke arah itu dirasa meyakinkan. Selain soal lobster, juga rencana misalnya legalisasi alat tangkap yang merusak lingkungan," tegas dia.

3 dari 3 halaman

Ini Kegiatan Menteri Edhy Prabowo Selama di AS Sebelum Ditangkap KPK

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang pada Rabu, 25 November 2020 dini hari. Penangkapan ini diduga akibat izin ekspor benih lobster atau benur yang dikeluarkannya.

Edhy Prabowo sendiri baru saja pulang dari kunjungannya ke Hawaii, Amerika Serikat (AS). Kepergiannya ke Negeri Paman Sam mulai diketahui sejak Kamis, 19 November 2020 pekan lalu, pada acara Jakarta Food Security Summit (JFSS) ke-5.

Pada saat itu, mengabarkan dirinya tengah berada di Konsulat Jenderal RI di Los Angeles, Amerika Serikat. Dia pun berbincang dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, bahwa dirinya hendak terbang ke Hawaii untuk urusan di sektor perikanan.

"Mohon izin saya menggunakan kantor cabang ibu di LA, karena kebetulan saya sedang tugas untuk menuju ke Hawaii dalam rangka mengunjungi Ocean Institute," kata Menteri Edhy Prabowo, seperti dikutip Rabu (25/11/2020).

Lantas, apa saja kegiatannya selama di Negeri Paman Sam?

Menurut informasi yang diberikan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo bertolak ke Amerika Serikat untuk memperkuat kerjasama bidang kelautan dan perikanan dengan lembaga riset Oceanic Institute (OI). Kolaborasi ini dimaksudkan dalam rangka mengoptimalkan budidaya udang secara berkelanjutan di Indonesia.

OI sendiri merupakan organisasi penelitian dan pengembangan nirlaba yang fokus pada produksi induk udang unggul, bioteknologi, dan pengelolaan sumber daya pesisir secara berkelanjutan. Lembaga ini merupakan afiliasi dari Hawaii Pacific University (HPU) yang berlokasi di Honolulu, ibu kota negara bagian Hawaii.

"Alhamdulillah pak Menteri telah tiba di Los Angeles untuk transit menjalani tes PCR/swab sebagai syarat wajib masuk Hawaii," ujar Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan Agung Tri Prasetyo pada keterangan tertulisnya, Jumat 20 November 2020.

Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar menyampaikan, pihak kementerian memutuskan menjalin kerjasama dengan OI lantaran lembaga ini memiliki teknologi dan para ahli yang mumpuni di sektor budidaya berkelanjutan, khususnya spesies udang.

Target dari kolaborasi ini adalah adanya transfer teknologi serta pendampingan teknis di bidang genetika udang dari Oceanic Insistute.

Selain itu, KKP berharap mendapatkan grand parent stock (GPS) vaname yang dapat menghasilkan induk-induk unggul, yakni tahan salinitas rendah, toleran terhadap penyakit, dan pertumbuhannya cepat. Bahkan eentan potensi yang dimiliki, Indonesia berpeluang menghasilkan great grand parent stock (GGPS).

"Dengan adanya transfer teknologi dalam menghasilkan induk udang unggul, artinya kita dapat mengurangi ketergantungan dari induk udang impor," jelas Antam.