Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pengamat di sektor kelautan dan perikanan menilai, penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengindikasikan adanya kejanggalan terhadap kebijakan ekspor benih lobster atau benur.
Kebijakan perizinan ekspor benur ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Aturan ini sekaligus merevisi regulasi larangan ekspor benih lobster yang dibuat di era Susi Pudjiastuti, yakni Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, tertangkapnya Edhy Prabowo menunjukkan adanya ketidakberesan dalam penerbitan regulasi dan izin ekspor benih bening lobster ke luar negeri.
Advertisement
"Dengan perkataan lain, ada cacat hukum dalam setiap izin ekspor yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," kata Abdul Halim kepada Liputan6.com, Rabu (25/11/2020).
Untuk itu, ia menyatakan, semua perizinan yang sudah diberikan atau tengah diproses sebaiknya dihentikan terlebih dahulu, hingga proses hukum yang ditangani oleh KPK mampu membuka kongkalikong di balik kebijakan ekspor benih bening lobster ke luar negeri.
Abdul Halim mengutarakan, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP punya andil dan harus turun tangan untuk menerbitkan izin penghentian sementara ekspor benur.
"Bentuk kebijakan yang bisa diterbitkan adalah Surat Keputusan Dirjen terkait. Dengan pertimbangan utama kasus dugaan korupsi di balik penerbitan izin ekspor benih bening lobster," terangnya.
Senada, Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menyatakan, jika penangkapan Edhy Prabowo ini merupakan hasil dari pengembangan kasus izin ekspor benih lobster, langkah KPK patut diapresiasi.
"Pat gulipat kebijakan yang menghasilkan para pemburu rente di lingkaran kekuasaan yang serakah," ujar Dani kepada Liputan6.com.
Dani menilai, sudah sepatutnya dilakukan evaluasi dan mendeteksi dengan jelas setiap aturan dan kebijakan di sektor kelautan dan perikanan. Terlebih dalam kasus ekspor benur lobster ini, yang membuka peluang bagi pencairan rente yang merugikan negara dan masyarakat.
"Nah, dalam kasus ekspor benih lobster, indikasi-indikasi ke arah itu dirasa meyakinkan," tegasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Keluarga dan Staf Menteri Edhy Prabowo juga Diciduk KPK, Ini Jawaban KKP
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 25 November 2020 dini hari di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Selain Edhy Prabowo, KPK dikabarkan juga mengamankan keluarga dan sejumlah pegawai KKP setibanya di Bandara Soekarno-Hatta. Informasi tersebut dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Nurut Ghufron."Ada beberapa dari KKP dan keluarga yang bersangkutan," ujar Ghufron kepada Liputan6.com.
Saat dimintai konfirmasi hal serupa, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum bisa menjawab lebih lanjut keikutsertaan keluarga dan sejumlah staf instansi dalam penangkapan ini.
"Saya tidak ikut, jadi saya tidak dapat memastikannya, mohon maaf," kata Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Yusuf kepada Liputan6.com, Rabu (25/11/2020).
Namun, Yusuf mengkonfirmasi Menteri Edhy baru saja pulang dari kunjungan risetnya ke Hawaii, Amerika Serikat sejak beberapa pekan lalu.
Adapun Penangkapan Edhy Prabowo ini diduga berkaitan dengan kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster atau benur. Kebijakan ini pun sempat menuai kontroversi dari Menteri Kelautan dan Perikanan di periode sebelumnya, Susi Pudjiastuti.
Advertisement