Sukses

Singgung Transisi Energi Terbarukan, Menko Luhut Optimis dengan Potensi Indonesia

Indonesia memiliki potensi yang besar dalam energi terbarukan yang berasal dari solar, angin, laut, geothermal, hydro, mini & micro hydro, serta biomass.

Liputan6.com, Jakarta Bertindak sebagai keynote speaker dalam acara virtual The 9th Indonesia EBTKE CONEX 2020 yang berlangsung, Rabu (24/11), Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan membahas perihal mobilisasi investasi guna mendukung transisi renewable energy (energi terbarukan) di Indonesia.

Ia mengungkapkan bahwa Indonesia perlu melakukan diversifikasi sumber energi. Saat ini, ketergantungan pada impor minyak telah menekan nilai Rupiah dan perekonomian secara keseluruhan.

“Konsumsi minyak di Indonesia terus meningkat, sementara produksi dan cadangannya menurun. Terjadi peningkatan konsumsi minyak sebesar 3.3 persen per tahun dan penurunan produksi sebesar 2.2 persen per tahun di Indonesia. Indonesia kaya akan gas alam, yang produksinya jauh lebih tinggi dibandingkan konsumsi. Meski demikian, konsumsinya datar. Indonesia juga memiliki pasokan batu bara yang melimpah, namun cadangan batu bara diperkirakan akan habis dalam 30-40 tahun jika produksi dan tingkat ekspor dipertahankan. Karena itu, diperlukan alternatif berupa renewable energy untuk sebagai sumber energi di Indonesia,” ungkap Menko Luhut.

Agenda The 9th Indonesia EBTKE CONEX 2020 sendiri mengusung tema "It’s Time to Invest in Renewable Energy for Energy Transition and Economic Recovery"yang bertujuan untuk mendukung percepatan investasi energi terbarukan dan konservasi energi untuk mendorong transisi energi menuju pemanfaatan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, serta pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi.

Menko Luhut mengatakan secara global di dunia, sudah terjadi peningkatan dalam penggunaan renewable energy, seperti di Korea Selatan dan juga di Jepang.

"Indonesia memiliki potensi yang besar dalam renewable energy, namun pemanfaatannya masih sedikit. Potensi yang dimiliki Indonesia ialah sebesar 443.208 mega watt yang berasal dari solar, angin, laut, geothermal, hydro, mini & micro hydro, serta biomass,” katanya.

 

2 dari 3 halaman

Kemajuan Teknologi Energi Terbarukan

Menko Luhut kemudian menjelaskan, bahwa kemajuan teknologi energi terbarukan akan berkembang seiring dengan penurunan biaya produksi baterai listrik. Sehingga listrik yang dihasilkan dapat disimpan dengan harga yang terjangkau. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan produksi dan inovasi kimia baterai, terutama baterai lithium-ion nikel tinggi. Indonesia memiliki keunggulan kompetitif, mengingat Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.

“Indonesia memiliki cadangan yang cukup untuk bisa menjadi key player dalam industri baterai. Pengembangan baterai lithium untuk kendaraan listrik dengan harga terjangkau akan mempercepat pengembangan energi terbarukan di Indonesia,” tambah Menko Luhut.

Selian itu, dia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi hydropower terbesar di Kalimantan Utara dan di Papua untuk mengembangkan industri hilir. Total potensi yang dimiliki dari daerah Kalimantan Utara akan mencapai 10.880 mega watt, sementara di daerah Mamberamo Papua akan menghasilkan sekitar 20.000 mega watt.

 

3 dari 3 halaman

Tekad Indonesia Mengurangi Emisi

Menko Luhut juga mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini sedang bertekad dalam mengurangi emisi. Targetnya, pada tahun 2030 akan terjadi penurunan emisi sebesar 29 persen apabila hanya menggunakan upaya nasional dan penurunan sebesar 41 persen apabila mendapat dukungan internasional. Penurunan emisi ini dilakukan sebagai upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Upaya penurunan emisi ini akan dilakukan dalam bentuk pasar kredit karbon, dimana penjual melakukan aktivitas untuk mengurangi emisi dan pembeli melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi. Indonesia memiliki 75-80 persen kredit karbon dunia yang berasal dari hutan, bakau, lahan gambut, lamun, dan terumbu karang.

“Kita memiliki program restorasi mangrove. Indonesia memiliki 3.3 juta Ha mangrove, yang berarti memegang 20% dari hutan mangrove di dunia. Program rehabilitasi mangrove akan dilaksanakan pada tahun 2021 sampai 2024. Lokasi untuk mangrove mega project akan dilakukan di Tarakan Kalimantan Utara dengan total area mangrove sebesar 1.065 Ha yang akan dikembangkan menjadi pembibitan mangrove, wisata mangrove, hingga pendidikan mangrove,” jelas Menko Luhut.

Selain restorasi mangrove, Menko Luhut juga menerangkan bahwa saat ini pemerintah tengah mengupayakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Indonesian Coral Reef Garden (ICRG). PEN ICRG merupakan program restorasi terumbu karang terbesar dengan luas 50 Ha di lima lokasi di Bali, dengan target akan melibatkan 11.327 orang yang terdampak Covid-19 di sektor maritim dan parisiwata. Targetnya, akan terjadi pemulihan ekosistem laut dan dibangun kembali pariwisata maritim di Bali.

 

(*)