Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sementara. Ini menyusul penetapan tersangka kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus pengurusan eskpor benih lobster.
"Presiden menunjuk Menko Maritim dan Investasi (Luhut Binsar Pandjaitan) sebagai Menteri KP ad interim (sementara)," kata Juru bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi kepada wartawan, Jakarta, Kamis (26/11)
Jodi melanjutkan, penunjukan tersebut disampaikan lewat surat dari Menteri Kesekretariatan Negara Pratikno. Dalam surat itu dijelaskan penunjukan Luhut berkaitan dengan proses pemeriksaan Edhy Prabowo oleh KPK.
Advertisement
"Menko Luhut telah menerima surat dari Mensesneg yang menyampaikan bahwa berkaitan dengan proses pemeriksaan oleh KPK terhadap Menteri KP," kata Jodi.
Sebagai informasi, KPK menangkap Edhy Prabowo sepulang dari perjalanan dinas ke San Francisco, Amerika Serikat. Rombongan Edhy Prabowo dicegat KPK di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Tanggerang, Banten.
Dalam kasus ini, KPK menduga Edhy Prabowo menerima hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
KPK sebelumnya menangkap 17 orang di beberapa lokasi terkait kasus tersebut termasuk Edhy Prabowo. KPK membentuk tim yang kemudian bergerak melakukan penangkapan di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Tangerang, Depok dan Bekasi.
Mengaku Siap Perangi Korupsi, Menteri KKP Edhy Prabowo Justru Ditangkap KPK
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu (25/11/2020) dini hari. Menteri KKP Edhy Prabowo diamankan karena diduga terlibat tindak pidana korusi penetapan izin ekspor benih lobster atau benur.
"Tadi malam Menteri KKP diamankan KPK di bandara 3 Soetta saat kembali dari Honolulu," ujar Ketua KPK Komjen Firli Bahuri memberikan penjelasan soal penangkapan Menteri KKP Edhy Prabowo kepada Liputan6.com, Rabu (25/11/2020).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penangkapan terhadap Menteri KKP Edhy Prabowo dan lainnya berdasarkan penugasan resmi dari pimpinan KPK. Bahkan, KPK menerjunkan lebih dari tiga kasatgas dalam operasi ini.
"Kegiatan ini dilakukan oleh tim KPK atas penugasan resmi dengan menurunkan lebih tiga Kasatgas, baik penyelidikan dan penyidikan, termasuk juga dari JPU yang ikut dalam kegiatan dimaksud," ujar Ali.
Ali mengatakan, salah satu kasatgas yang terjun menangkap Menteri Edhy Prabowo adalah Novel Baswedan.
Hal ini tentu saja cukup mengejutkan karena kurang lebih setahun yang lalu, Menteri KKP Edhy Prabowo sempat berkomitmen untuk memberantas korupsi di lingkungan KKP.
Dalam unggahan di akun media sosial instagram 10 Desember 2019, Menteri KKP Edhy Prabowo menuliskan bahwa korupsi merupakan musuh utama yang harus diperangi. "Korupsi bukan hanya sekedar mengambil uang, tetapi juta tidak melayani rakyat dengan baik," tulis Menteri KKP Edhy Prabowo saat itu.
Advertisement
Penangkapan Menteri Edhy Prabowo oleh KPK Sakiti Hati Nelayan Kecil
Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan mengatakan, penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan sejumlah pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi pukulan keras bagi sektor kelautan dan perikanan.
Adapun Edhy Prabowo ditangkap atas dugaan korupsi dalam ekspor benih lobster atau benur. Seperti diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan kembali membuka izin atas ekspor benur, setelah sebelumnya dihentikan oleh menteri sebelumnya Susi Pudjiastuti.
"Indikasi kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat teras KKP menyakitkan hati nelayan kecil yang masih terus berjuang di tengah segala keterbatasan," ujar Dani kepada Liputan6.com, Rabu (25/11/2020).
"Kedua, ia melanjutkan, jika penangkapan ini hasil dari pengembangan kasus izin ekspor benih lobster, langkah KPK patut diapresiasi. "Pat gulipat kebijakan yang menghasilkan para pemburu rente di lingkaran kekuasaan yang serakah," sambungnya.
Dani menilai, sudah sepatutnya dilakukan evaluasi dan mendeteksi dengan jelas setiap aturan dan kebijakan di sektor kelautan dan perikanan.
Terlebih pada kasus ekspor benih lobster, yang dianggap membuka peluang bagi pencairan rente sehingga merugikan negara dan masyarakat.
"Nah, dalam kasus ekspor benih lobster, indikasi-indikasi ke arah itu dirasa meyakinkan. Selain soal lobster, juga rencana misalnya legalisasi alat tangkap yang merusak lingkungan," tegas dia.Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement