Sukses

Keluh Kesah Nelayan: Edhy Prabowo Lebih Berpihak ke Pengusaha

Nelayan Anambas dan Natuna buka suara soal sejumlah kebijakan Edhy Prabowo selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Liputan6.com, Jakarta - Pasca ditetapkannya Edhy Prabowo sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masyarakat Anambas dan Natuna buka suara soal sejumlah kebijakannya selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Kebijakan Edhy Prabowo selama ini dinilai tidak berpihak kepada nelayan. Bahkan dampak dari kebijakan Edhy Prabowo kapal-kapal ikan asing kembali operasi masuk ke perairan Anambas.

Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau, Dedi Syaputra mengatakan semenjak Edhy Prabowo menjabat sebagai menteri, hasil tangkapan masyarakat nelayan Anambas dan Natuna menurun drastis hingga 50 Persen.

"Kebijakan Menteri Edhy Prabowo banyak berpihak terhadap pengusaha," kata Dedi Syaputra melaui telepon selurnya kepada Liputan6.com, dikutip Kamis (26/11/2020).

Bahkan Dedi menyebutkan hasil tangkap semasa semasa jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan diduduki Susi Pudjiastusi jauh lebih besar ketimbang Edhy Prabowo. Contohnya, saat periode Menteri Susi Pudjiastuti nelayan menggunakan kapal dengan 5-8 Gross Ton (GT) mencapai dengan hasil tangkapan 1,5-2 ton per dua minggu. Sedangkan hasil tangkapan nelayan sekarang hanya setengahnya saja.

Dedi mengungkapkan turunnya hasil tangkapan ikan dikarenakan banyak faktor diantaranya nelayan enggan melaut karena takut oleh Kapal Ikan Asing (KIA) yang kadang memepet dan menabrak kapal nelayan. Sehingga, saat ini lokasi-lokasi nelayan lokal menangkap ikan sudah sudah tempati nelayan Asing.

"Menteri yang sekarang tidak tegas, semenjak Menteri Susi diganti pengawasan di laut Anambas dan Natuna berkurang, sehingga nelayan asing makin berani," ungkap Dedi.

Kapal ikan asing dari China, Vietnam dan Thailand menyerobot wilayah tangkap nelayan Anambas dan Natuna dengan menggunakan alat tangkap Trol (Pukat harimau). Dampaknya, selain ikan yang kecil habis, banyak trumbu karang yang juga ikut rusak.

Menurut Sekretaris HNSI Anambas ini, kebijakan Menter Edhy Prabowo tidak berpihak ke nelayan melainkan ke pengusaha.

"4.000 nelayan Anambas dibolehkannya gunakan alat tangkap Cantrang," tutur Dedi.

Pelarangan menggunakan alat cantrang sebelumnya telah dibuat Susi Pudjiastuti melalui Kemen KKP Nomor 71/2016. Namun oleh Edhy Prabowo diperbolehkan kembali digunakan bahkan sudah mendatangkan 30 lebih nelayan dari uar Sumatera.

"Sekarang Permen KP Nomor 17 Tahun 2016 yang dibuat Menteri Susi mau diubahnya," kata Dedi.

Kebijakan Edhy Prabowo yang dinilai kontroversial  terkait dibolehkannya penggunaan Cantrang dan ekspor benih lobster (benur) untuk masyarakat Natuna Utara termasuk Anambas sangat disesalkan. Karena pada dasarnya kebijakan tersebut merugikan nelayan kecil menguntukan pengusaha.

"Untuk nelayan Natuna lebih fokus ke tangkapan ikan daripada lobster, adapun lobster lebih ke Pembesaran," kata Dedi

Dedi sebagai Pengurus HNSI Anambas mengaku sering melakukan pertemuan dengan HNSI Natuna beserta masyarakat nelayan guna membahas kebijakan sekarang dan kembali maraknya kapal ikan asing yang masuk ke Natuna dan Anambas.

Bahkan, sebut Dedi, nelayan-nelayan Natuna dan Anambas merindukan kembali sosok Susi Pudjiastuti yang berani, tegas dan berpihak kepada nelayan, bukan pengusaha.

"Untuk jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan, masyarakat nelayan Anambas meminta Pak Presiden Jokowi menunjuk sosok yang berpihak ke nelayan, berani dan tegas memberantas Kapal ikan Asing," ujar dia.

Terkait dengan pernyataan nelayan di Anambas dan Natuna ini, Liputan6.com tengah berupaya mendapatkan konfirmasi dari pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 5 halaman

Edhy Prabowo Resmi Tersangka, Jokowi Tunjuk Luhut jadi Menteri KKP Ad Interim

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sementara. Ini menyusul penetapan tersangka kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus pengurusan eskpor benih lobster.

"Presiden menunjuk Menko Maritim dan Investasi (Luhut Binsar Pandjaitan) sebagai Menteri KP ad interim (sementara)," kata Juru bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi kepada wartawan, Jakarta, Kamis (26/11)

BACA JUGA

Wall Street Fluktuatif, Dow Jones Turun Usai Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Jodi melanjutkan, penunjukan tersebut disampaikan lewat surat dari Menteri Kesekretariatan Negara Pratikno. Dalam surat itu dijelaskan penunjukan Luhut berkaitan dengan proses pemeriksaan Edhy Prabowo oleh KPK.

"Menko Luhut telah menerima surat dari Mensesneg yang menyampaikan bahwa berkaitan dengan proses pemeriksaan oleh KPK terhadap Menteri KP," kata Jodi.

Sebagai informasi, KPK menangkap Edhy Prabowo sepulang dari perjalanan dinas ke San Francisco, Amerika Serikat. Rombongan Edhy Prabowo dicegat KPK di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Tanggerang, Banten.

Dalam kasus ini, KPK menduga Edhy Prabowo menerima hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

KPK sebelumnya menangkap 17 orang di beberapa lokasi terkait kasus tersebut termasuk Edhy Prabowo. KPK membentuk tim yang kemudian bergerak melakukan penangkapan di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Tangerang, Depok dan Bekasi. 

3 dari 5 halaman

Mengaku Siap Perangi Korupsi, Menteri KKP Edhy Prabowo Justru Ditangkap KPK

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu (25/11/2020) dini hari. Menteri KKP Edhy Prabowo diamankan karena diduga terlibat tindak pidana korusi penetapan izin ekspor benih lobster atau benur.

"Tadi malam Menteri KKP diamankan KPK di bandara 3 Soetta saat kembali dari Honolulu," ujar Ketua KPK Komjen Firli Bahuri memberikan penjelasan soal penangkapan Menteri KKP Edhy Prabowo kepada Liputan6.com, Rabu (25/11/2020).

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penangkapan terhadap Menteri KKP Edhy Prabowo dan lainnya berdasarkan penugasan resmi dari pimpinan KPK. Bahkan, KPK menerjunkan lebih dari tiga kasatgas dalam operasi ini.

"Kegiatan ini dilakukan oleh tim KPK atas penugasan resmi dengan menurunkan lebih tiga Kasatgas, baik penyelidikan dan penyidikan, termasuk juga dari JPU yang ikut dalam kegiatan dimaksud," ujar Ali.

Ali mengatakan, salah satu kasatgas yang terjun menangkap Menteri Edhy Prabowo adalah Novel Baswedan.

Hal ini tentu saja cukup mengejutkan karena kurang lebih setahun yang lalu, Menteri KKP Edhy Prabowo sempat berkomitmen untuk memberantas korupsi di lingkungan KKP.

Dalam unggahan di akun media sosial instagram 10 Desember 2019, Menteri KKP Edhy Prabowo menuliskan bahwa korupsi merupakan musuh utama yang harus diperangi. "Korupsi bukan hanya sekedar mengambil uang, tetapi juta tidak melayani rakyat dengan baik," tulis Menteri KKP Edhy Prabowo saat itu. 

4 dari 5 halaman

Penangkapan Menteri Edhy Prabowo oleh KPK Sakiti Hati Nelayan Kecil

Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan mengatakan, penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan sejumlah pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi pukulan keras bagi sektor kelautan dan perikanan.

Adapun Edhy Prabowo ditangkap atas dugaan korupsi dalam ekspor benih lobster atau benur. Seperti diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan kembali membuka izin atas ekspor benur, setelah sebelumnya dihentikan oleh menteri sebelumnya Susi Pudjiastuti.

"Indikasi kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat teras KKP menyakitkan hati nelayan kecil yang masih terus berjuang di tengah segala keterbatasan," ujar Dani kepada Liputan6.com, Rabu (25/11/2020).

"Kedua, ia melanjutkan, jika penangkapan ini hasil dari pengembangan kasus izin ekspor benih lobster, langkah KPK patut diapresiasi. "Pat gulipat kebijakan yang menghasilkan para pemburu rente di lingkaran kekuasaan yang serakah," sambungnya.

Dani menilai, sudah sepatutnya dilakukan evaluasi dan mendeteksi dengan jelas setiap aturan dan kebijakan di sektor kelautan dan perikanan.

Terlebih pada kasus ekspor benih lobster, yang dianggap membuka peluang bagi pencairan rente sehingga merugikan negara dan masyarakat.

"Nah, dalam kasus ekspor benih lobster, indikasi-indikasi ke arah itu dirasa meyakinkan. Selain soal lobster, juga rencana misalnya legalisasi alat tangkap yang merusak lingkungan," tegas dia.  

5 dari 5 halaman

Infografis Penangkapan Edhy Prabowo