Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksi, industri pengolahan nonmigas akan mengalami pertumbuhan 3,95 persen tahun 2021 mendatang.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri Kemenperin Eko Cahyanto mengatakan, perkiraan ini didasarkan pada asumsi pandemi Covid-19 telah dapat dikendalikan dan vaksin tersedia secara bertahap di masyarakat.
"Ini skenario yang optimis seiring dengan berjalannya pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan pemerintah dan berbagai stakeholder," jelas Eko dalam webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021, Kamis (26/11/2020).
Advertisement
Adapun untuk tahun ini, pertumbuhan PDB industri pengolahan non migas sendiri diprediksi bakal terus berlanjut hingga triwulan IV 2020 seiring dengan peningkatan ekspor dan Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur yang meningkat sejak Oktober 2020.
Meski demikian, pertumbuhannya masih akan terkontraksi hingga -2,22 persen. Namun, angka ini mengalami perbaikan dari angka sebelumnya.
Subsektor yang mendukung perbaikan ini antara lain industri farmasi, produk, obat kimia dan obat tradisional, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri logam dasar dan industri makanan.
Sementara untuk tahun 2021, Kemenperin memprediksi seluruh subsektor industri pengolahan non migas sudah membaik sehingga mampu mendorong pertumbuhan secara keseluruhan yang lebih tinggi lagi.
"Pada tahun 2021, dengan asumsi pandemi Covid-19 terkendali dan sudah ada vaksin sehingga aktivitas ekonomi pulih, semua subsektor industri diproyeksikan mampu tumbuh positif," jelas Eko.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
9 Strategi Kemenperin Capai Target Substitusi Impor 35 Persen di 2022
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen mewujudkan program substitusi impor mencapai 35 persen pada 2022. Terutama di tujuh sektor prioritas, yakni elektronik, kimia, otomotif, makanan dan minuman, tekstil dan busana, farmasi, serta alat kesehatan.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin, Eko SA Cahyanyo mengatakan, setidaknya ada 9 langkah yang telah disiapkan untuk mewujudkan program strategis tersebut. Pertama, larangan terbatas untuk registrasi dan perizinan impor, minimum impor price (MIP), dan kuota impor.
"Penerapan MIP dilakukan negara-negara lain, seperti India untuk tekstil dan baja, Vietnam untuk keramik, Argentina untuk tekstil, dan Uni Eropa untuk solar panel," kata dia dalam Webinar Insan Bisnis dan Industri Manufaktur Indonesia (IBIMA), Jumat (20/11).
Kedua, diberlakukannya preshipment inspection. Lalu, pengaturan entry point pelabuhan untuk komoditi tertentu di luar pulau Jawa.
Keempat, penambahan LSPro (Lembaga Sertifikasi Produk). Rinciannnya untuk Malaysia sebanyak 1, Jepang sebanyak 1, India 1, China 1, sementara Indonesia 69.
Strategi kelima, mengembalikan dari post-border ke border dan Rasionalisasi PLB (Pusat Logistik Berkat). Kemudian, menaikkan tarif MFN (Most Foreved Nation) untuk komoditi strategis.
Ketujuh, menaikkan implementasi trade remedies untuk safeguard, yakni China 1.020, Thailand 226, Filipina 307, Indonesia 102. Sedangkan, antidumping ialah India 280, Filipina 250, Indonesia 48 countervailing duty.
"Kedelapan, penerapan P3DN (Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri) secara tegas dan konsisten. Terakhir, pengerjaan bea keluar untuk beberapa komoditi primer dalam rangka menjamin kebutuhan bahan baku industri di dalam negeri," tukasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.comÂ
Advertisement