Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Astera Primanto Bhakti mengatakan, terdapat 5 pengaturan soal pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) yang saat ini tengah di finalisasi pemerintah. Aturan tersebut untuk menjalankan amanat dari Undang-undang (UU) Cipta Kerja.
Astera menjelaskan, pertama, penghapusan retribusi izin gangguan. Ketentuan ini untuk mendukung kemudahan berusaha dengan penyederhanaan perizinan, salah satunya dengan menghapus izin gangguan (HO).
"Dengan dihapuskannya izin gangguan, maka retribusi izin gangguan dalam UU No 28 Tahun 2009 dihapus," ujar dia dalam webinar Serap Aspirasi Undang-Undang Cipta Kerja di Bali, Jumat (27/11/2020).
Advertisement
Kedua, penyesuaian tarif. Menurutnya, pengaturan ini dalam rangka pelaksanaan kebijakan fiskal nasional dan untuk mendukung kemudahan berusaha.
"Pemerintah sesuai dengan program prioritas nasional dapat melakukan penyesuaian tarif Pajak dan penyesuaian tarif Retribusi yang berlaku secara nasional dan akan di atur lewat PP," jelas dia.
Ketiga, pemberian insentif fiskal oleh daerah. Aturan ini dalam rangka mendukung kemudahan berinvestasi, sehingga gubernur/bupati/wali kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya.
"Pemberian insentif fiskal sebelumnya ditetapkan dengan Perda. Namun di UU Cipta Kerja diubah, sehingga pemberian fiskal ditetapkan dengan peraturan kepala daerah," terangnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Evaluasi Raperda
Keempat, perbaikan mekanisme evaluasi Raperda dan pengawasan Perda. Sehingga evaluasi Raperda dilakukan tidak hanya untuk menguji kesesuaian Raperda dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, tapi juga menguji kesesuaian dengan kebijakan fiskal nasional.
Sementara terkait pengawasan Perda dan peraturan pelaksanaannya akan dilakukan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. "Maka, kepala daerah diminta melakukan perubahan atas Perda dan peraturan turunannya yang tidak sesuai dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan kebijakan fiskal nasional," paparnya.
Terakhir atau pengaturan kelima, pemberian sanksi bagi daerah yang melanggar. Diantaranya penundaan atau pemotongan dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) oleh pemerintah pusat.
"Tapi, pemberian sanksi ini tergantung tingkat besar kecilnya pelanggaran. Kalau ada kesalahan kita ingatkan, cuma telat aja lebih kecil sanksi nya berarti. Nah, kalu daerah yang kekeh aja padahal udah kita ingatkan ya kita tidak berikan DAU nya. Jadi, sebenarnya sanksi ini lebih untuk kebijakan fiskal yang lebib in line antara pusat dan daerah," tutupnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement