Sukses

Dubes RI untuk Norwegia: Pemerintah Jangan Cuma Tarik Investasi China dan Jepang Saja

Investasi Norwegia ke Indonesia sejauh ini tak terlalu banyak. Padahal potensinya sangat besar.

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar RI untuk Norwegia, Todung Mulya Lubis, mendorong pemerintah untuk tak melulu melihat arah investasi dari China dan Jepang. Todung menilai, ada sejumlah potensi investasi dari daerah lain yang bisa direspons seperti Norwegia.

Todung menjelaskan, investasi Norwegia ke Indonesia sejauh ini tak terlalu banyak. Padahal, Todung melihat banyak sektor yang berpotensi untuk ditanami investasi oleh Norwegia.

“Dalam 5 tahun terakhir, FDI dari Norwegia ke Indonesia itu up and down. Jumlahnya selama 5 tahun itu USD 64,2 juta. Jadi relatively very small. Padahal potensi itu besar sekali,” ujar dia dalam webinar bertajuk ‘Mendorong Peningkatan Investasi Melalui Indonesia-EFTA CEPA (IE-CEPA)’, Jumat (27/11/2020).

Adapun lokasi investasi Norwegia di Indonesia tersebar dari Sumatera sampai Papua. Namun masih dominan berada di Pulau Jawa senilai USD 31,54 juta. Menyusul setelahnya di Papua USD 25,77 juta, Sumatera USD 3,79 juta, serta BAli dan Nusa Tenggara sebesar USD 2,5 juta.

“Yang kita butuhkan jauh lebih banyak dari itu dan sektor-sektor yang sebetulnya menarik untuk ditanamkan modal di Indonesia sangat banyak. Tapi mengapa kita tidak berhasil menggaet investor dari Norwegia untuk masuk ke Indonesia,” kata dia.

Dalam hematnya, Todung menilai ha ini lantaran kurangnya marketing dan juga pemberian insentif baik fiskal maupun non-fiskal. Untuk itu, ia mendorong agar agar investasi ini tak hanya menyasar China dan Jepang.

“Saya menghimbau supaya untuk melihat (investasi) ke utara, jangan hanya melihat ke China, Jepang, ke tempat-tempat lain. Tapi look North. Karena ini juga potensi yang besar,” kata dia.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Sektor

Adapun sektor FDI Norwegia ke indonesia paling besar adalah industri kimia dan investasi dengan nilai USD 20,2 juta atau 31,4 persen. Menyusul setelahnya pertambangan 14,5 persen senilai USD 9,3 juta. Kemudian ada industri logam dasar 5,1 persen senilai USD 2,3 juta. Dan perhotelan USD 2,3 juta atau hanya 3,6 persen.

Sementara sisanya, sekitar USD 27,7 juta atau 43,1 persen merupakan sektor lainnya khususnya jasa.

“Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa potensi itu cukup besar. Tetapi marketing dan promosi dari pihak kita mungkin perlu ditingkatkan lebih jauh. ini PR kita ke depan,” pungkas dia.