Liputan6.com, Jakarta PT Wijaya Karya (WIKA) menandatangani kontrak kerjasama dengan PT Ceria Metalindo Indotama (CMI), entitas anak PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) dalam proyek pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) produksi 3 dan 4 (2 x72 MVA).
WIKA telah mendapat kepercayaan sebagai pelaksana proyek tersebut berdasarkan evaluasi administrasi, teknis, harga, kualifikasi dan verifikasi oleh PT CNI. Adapun, nilai kontrak yang diraih dari kesepakatan ini mencapai Rp 2,8 triliun dan USD 180,39 juta.
"WIKA menyambut positif kepercayaan besar yang diberikan oleh PT Ceria Nugraha Indotama. Insha Allah, proyek ini dapat selesai tepat waktu dengan kualitas yang memuaskan dan bisa menjadi titik ungkit kebangkitan industri berbasis mineral di tanah air dan dunia," ujar Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito dalam sambutannya, Minggu (29/11/2020).
Advertisement
Pabrik Feronikel tersebut akan terdiri dari dua lajur produksi, dimana masing-masing lajur akan ditunjang dengan fasilitas produksi utama yaitu: Rotary Dryer berkapasitas 196 ton/jam (wet base), Rotary Kiln berkapasitas 178 ton/jam (wet base), Electric Furnace berkapasitas 72 MVA serta peralatan penunjang lainnya dengan target penyelesaian proyek pada tahun 2023 dan mampu mencapai kapasitas produksi sebesar 27.800 ton Ni/year (Ferronickel 22 persen Ni).
Selain CMI, entitas anak dari CNI yang juga melakukan tanda tangan kerja sama dengan WIKA adalah PT Ceria Kobalt Indotama (CKI). Kerjasama keduanya berfokus pada sinergi EPC proyek nikel Laterite Hydrometallurgy beserta power plant dengan estimasi nilai kontrak sebesar USD 1,1 miliar.
Proyek pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian kobalt dengan teknologi (HPAL) yang menjadi inti pada kerja sama tersebut diproyeksikan memiliki kapasitas produksi per tahun sebesar 100.000 ton/tahun Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) (40 persen Ni dan 4 persen Co dalam MHP) dan 158.000 ton/tahun konsetrat Chromium.
Fasilitas produksi utama pada pabrik tersebut adalah Ore preparation facility dan Hydrometallurgical plant berkapasitas 3,6 juta ton per tahun (dry base), Limestone treatment plant berkapasitas 770 ribu ton per tahun (wet base).
Kemudian Sulfuric Acid Plant berkapasitas 550 ribu ton per tahun, Residue storage facilites berkapasitas 970 ribu ton tailing serta peralatan penunjang lainnya.
Â
36 Bulan
Rencananya Proyek yang berlokasi di Wolo, Kolaka, Sulawesi Tenggara ini akan berlangsung selama 36 bulan kalender kerja. Lingkup pekerjaan Perseroan meliputi engineering, procurement, construction, commisioning, dan financing.
"Semoga dengan ditandatanganinya kontrak strategis ini, PT CNI bisa mengoptimalkan besarnya potensi nikel di dalam negeri dan menjadikan industri hulu dan hilir nikel sebagai sektor yang diprediksi bakal prospektif dalam beberapa tahun ke depan," ujar Direktur Utama CMI Derian Sakmiwata.
Sebagai informasi, proyek pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel dalam pengoperasiannya kelak akan menggunakan rute Rotary Kiln – Electric Furnace yang sudah terbukti (proven) untuk mengolah bijih nikel kadar 1,59 persen Ni menjadi ferronickel dengan kadar 22 persen.
Berbeda dengan pabrik nikel di Indonesia pada umumnya yang menggunakan electric furnace tipe circular, pabrik ini menggunakan electric furnace tipe rectangular yang memiliki keunggulan, antara lain, pertama, memiliki konsumsi energi/ton atau kWh/ton yang lebih efisien karena menggunakan desain electrode yang tercelup slag (submerged).
Kedua, memiliki service life yang lebih lama karena fleksibilitas struktur rectangular yang sangat baik mengatasi masalah ekspansi furnace. Ketiga, Memiliki tingkat recovery Ni yang lebih baik, melalui bagian slag settling yang diperpanjang oleh dimensi rectangular.
Sementara, pada proyek dengan CKI, teknologi yang akan digunakan adalah teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang sudah terbukti (proven) untuk mengolah bijih nikel limonit kadar 1,25 persen Co and 0,13 persen Ni menjadi Mixed Hydroxide Precipitate dengan kandungan 40 ribu ton nikel per tahun dan 4 ribu ton kobalt per tahun sebagai bahan baku komponen baterai kendaraan listrik. Produk sampingan (byproduct) yang bernilai ekonomis dari HPAL plant ini adalah konsentrat Kromium sebesar 158 ribu ton per tahun.
Teknologi HPAL mampu menyerap mineral berharga dari bijih nikel kadar rendah (limonit) seperti kobalt dan nikel. Langkah ini ekonomis karena konsumsi energi yang rendah, sehingga meminimalisir biaya operasional (opex) dan memiliki tingkat perolehan (recovery) nikel dan kobalt mencapai 90 persen.
Â
Advertisement