Sukses

Sri Mulyani Sebut Institusi di Indonesia Masih Rendah di Mata Dunia, Apa Penyebabnya?

Reformasi birokrasi menjadi harapan bagi Presiden Joko Widodo pada periode kedua kali ini.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia masih memiliki tantangan agar melakukan reformasi birokrasi, reformasi regulasi, dan meningkatkan efisiensi.

Itu karena hingga kini institusi di Indonesia saat ini belum dianggap sebagai institusi kelas pertama di dunia.

 "Deregulasi dan debirokratisasi adalah kunci mindset dari institusi publik yang harus betul-betul memberikan pelayanan yang transparan efisien dan akuntabel untuk mendukung transformasi ekonomi,” kata dia seperti dikutip dari laman kemenkeu, Minggu (29/11).

Dia menambahkan, reformasi birokrasi menjadi harapan bagi Presiden Joko Widodo pada periode kedua kali ini.

Oleh karena itu, persetujuan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja adalah untuk mengatasi dan mencarikan solusi atas persoalan struktural yang telah diidentifikasikan sebagai penghambat langkah Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan tinggi tersebut.

"Penyederhanaan perizinan di dalam UU Cipta Kerja ini menjadi salah satu faktor penting," kata Sri Mulyani.

Dia mengungkapkan, ada sederet keuntungan dari terciptanya Undang-Undang ini. Diantaranya adalah persyaratan investasi dimudahkan, kemudian di bidang ketenagakerjaan juga diberikan dukungan agar tenaga kerja bisa produktif dan diperlakukan secara baik sehingga mereka bisa berkompetisi secara unggul.

Selain itu kemudahan dan perlindungan untuk usaha kecil menengah juga menjadi salah satu hal yang diatur dalam UU Cipta Kerja ini. Hal ini sangat penting untuk menciptakan sektor usaha yang sangat dinamis.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Ini

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Beberkan Berbagai Syarat jika Indonesia Ingin Jadi Negara Maju

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan beberapa persyaratan agar Indonesia bisa menjadi negara berpenghasilan tinggi (high income country) atau negara maju. Salah satunya mengenai kualitas ketersediaan infrastruktur yang baik.

“Untuk mencapai sebagai negara maju dibutuhkan persyaratan. Hal ini tidak datang tiba-tiba. Dibutuhkan persyaratan mengenai kualitas dan ketersediaan infrastruktur yang baik," kata dia seperti dikutip dari laman kemenkeu, Minggu (29/11/2020).

Selain infrastruktur, hal lain yang dibutuhkan adalah kualitas sumber daya manusia yang baik. Mulai dari kesehatan, pendidikan, skill, karakter menjadi luar biasa penting untuk jadi perhatian.

Prasyarat lain, kemampuan untuk memanfaatkan teknologi secara lebih baik dan kemampuan untuk inovasi. Indonesia juga perlu untuk menata wilayah yang begitu luas agar semakin mampu mencerminkan suatu mobilitas yang efisien dan baik serta sehat.

Selain itu, Indonesia juga membutuhkan sektor keuangan yang makin maju. Stabilitas ekonomi baik pada skala makro maupun pada level mikro, stabilitas politik dan juga peraturan hukum yang ditegakkan secara konsisten juga menjadi persyaratan utama.

Sri Mulyani melanjutkan dengan berbagai perhitungan dari sisi demografi maupun ekonomi, Indonesia akan memiliki populasi sebanyak 318 juta penduduk yang didominasi oleh kelompok muda.

Indonesia akan memiliki penduduk yang tidak hanya muda, tetapi juga produktif, yang sebagian besar (73 persen) tinggal di perkotaan sebagai kelas menengah.

Apabila Indonesia bisa maju terus, maka Indonesia akan menjadi negara dengan ukuran ekonomi yang sangat besar. Bahkan diperkirakan Indonesja bisa masuk di dalam 5 besar dunia dengan pendapatan perkapita mencapai USD 23.000.

Seperti diketahui, Indonesia saat ini sedang pada taraf negara berpendapatan menengah. Namun jika dilihat dari grafik perkembangan pertumbuhan income perkapita Indonesia, ada suatu trend yang menunjukkan peningkatan menuju negara middle-upper income country.

Namun dia mengingatkan bahwa hal ini tidak bisa serta merta menjadi jaminan bagi Indonesia akan secara mudah naik kelas sebagai negara berpendapatan tinggi. Sebab, banyak negara-negara yang sudah mencapai middle income coutry selama beberapa dekade, namun sampai sekarang mereka masih tetap disana.

“Inilah yang perlu untuk kita perhatikan sebagai para akademisi untuk mempelajari apakah kita bisa belajar dari sejarah kita sendiri maupun dari sejarah negara-negara lain, dan apakah kita mampu berubah dan membawa perubahan itu,” sebut dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com