Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan sejak tahun 1975 proporsi batubara dan minyak bumi terus mengalami penurunan. Diperkirakan di masa depan Energi Baru Terbarukan (EBT) bakal memainkan peran utama.
"Diperkirakan energi terbarukan akan memainkan peran utama di masa depan," kata Luhut dalam acara 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil & Gas secara virtual, Jakarta, Rabu (2/12).
Baca Juga
Bahkan sebelum Covid-19 harga minyak telah menurun. Hal ini dipicu karena kemajuan teknologi dalam produksi minyak serpih. Banyak lembaga yang memprediksi permintaan minyak tidak akan setinggi sebelumnya.
Advertisement
Untuk itu, Luhut mengatakan industri migas harus berkembang. Kilang terpadu dan kompleks petrokimia menjadi salah satu solusinya. Teknologi akan memungkinkan konfigurasi untuk mengoptimalkan produksi bahan kimia seperti di petrokimia hengly dan Xinjiang.
Industri petrokimia akan menyediakan bahan untuk berbagai produk seperti plastik, film, serat, mainan, suku cadang otomotif, wadah makanan, ban dan bahkan farmasi. "Saudi Aramco juga sedang mengerjakan teknologi yang lebih maju," kata dia.
Saat ini, Pertamina berencana untuk menjadi bagian dari bisnis ini. Pertamina ditargetkan bakal menjadi perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia pada tahun 2030.
Produknya akan berkisar dari turunan volume tinggi, turunan pengembalian tinggi, aromatik, dan bahan kimia khusus, termasuk produk farmasi. Hal ini akan mendukung visi Indonesia untuk memiliki otonomi yang lebih luas di bidang bahan aktif farmasi.
Luhut menambahkan potensi bisnis di sektor farmasi dalam negeri sebesar USD 8 miliar. Mayoritas bahan baku obat yang diproduksi di dalam negeri diimpor dengan nilai USD 1,9 miliar per tahun.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Energi Baru Terbarukan Kian Digencarkan, Bagaimana Nasib Industri Migas?
Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengatakan berbagai negara dunia termasuk Indonesia sedang mengutamakan pemenuhan energi bersih dari Energi Baru Terbarukan (EBT). Namun akselerasi pengembangan EBT tidak akan meninggalkan peran sektor migas.
"Meskipun secara persentase bauran energi migas menurun, namun secara nominal justru meningkat," kata Arifin dalam pembukaan 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil & Gas secara virtual, Jakarta, Rabu (2/12).
Di masa depan, peran sub sektor migas, tidak hanya dalam pemenuhan kebutuhan energi untuk transportasi maupun kelistrikan. Tetapi juga berperan sebagai bahan baku dalam dalam pengembangan Industri.
Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), konsumsi minyak diperkirakan akan meningkat dari 1,66 juta bopd menjadi 3,97 juta bopd di tahun 2050 atau naik sebesar 139 persen. Sedangkan untuk konsumsi gas meningkat lebih besar lagi, dari 6 ribu MMSCFD menjadi 26 ribu MMSCFD pada tahun 2050 atau naik 298 persen.
Maka, kata Arifin potensi hulu migas Indonesia masih sangat besar. Saat ini di Indonesia sudah ada 128 cekungan migas. Dari jumlah tersebut baru 20 cekungan yang sudah berproduksi. Masih terdapat 68 cekungan yang belum dieksplorasi.
"Perlu disadari bahwa industri migas adalah industri yang membutuhkan investasi yang besar, teknologi yang tinggi, dan high risk," kata dia.
Untuk itu sektor migas tidak hanya sebagai revenue generator. Tetapi akan menjadi penggerak roda perekonomian nasional (economic driven).
Berbagai kebijakan telah diambil oleh Pemerintah, yakni penurunan harga gas, untuk mendorong tumbuhnya industri. Lalu, pelonggaran perpajakan, dan flexibilitas fiscal term . Tujuannya untuk meningkatkan daya tarik investasi migas serta meningkatkan keekonomian pengembangan lapangan.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.comÂ
Advertisement