Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK mendukung upaya rencana penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak ramah lingkungan di Indonesia. Khususnya BBM jenis Premium dengan nilai RON 88 yang telah membawa kerugian terhadap kesehatan masyarakat.
Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Dasrul Chaniago mencatat total biaya untuk kesehatan di wilayah DKI Jakarta saja telah mencapai Rp38,5 triliun pada 2010. Biaya besar ini mayoritas digunakan untuk pengobatan terkait penyakit pernapasan akibat polusi udara yang di sumbang emisi gas buang kendaraan.
Baca Juga
"Biaya kesehatan penduduk Jakarta pada tahun 2010 mencapai Rp38,5 triliun. Diantaranya untuk ISPA, Pneumonia, dan penyempitan saluran pernapasan/paru kronis akibat polusi udara yang sebagainya besar disumbang gas buang kendaraan dari penggunaan BBM yang tidak ramah lingkungan seperti Premium," ujar dia dalam webinar bersama YLKI, Kamis (3/12)
Advertisement
Dasrul menjelaskan, sumbangsih gas buang kendaraan terhadap polusi di wilayah ibu kota sendiri mencapai 70 persen." "Kenapa begini?, karena semua tau hingga saat ini bbm fosil yang mengandung kandungan tidak ramah lingkungan masih mendominasi," paparnya.
Menurutnya, hal ini terhambat dari lakunya penjualan dari jenis BB yang memiliki nilai RON rendah. "Seperti Pertalite itu mencapai 55 persen atau paling besar yang digunakan masyarakat. Lalu, Premium hanya 28 persen, sedangkan Pertamax Turbo itu hanya 0,6 persen dari rata-rata nasional," paparnya.
Untuk itu, pihaknya berharap upaya penghapusan BBM tidak ramah lingkungan yang selama ini gaungkan dapat segera terealisasi. Alhasil dapat menekan tingkat polusi udara yang saat ini dianggap telah mengancam kesehatan masyarakat. "Juga menurunkan emisi di bawah batas ambang yang berlaku," imbuh dia.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ingat, BBM Oktan Rendah Berpotensi Besar Rusak Lingkungan
Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan research octane number (RON) atau beroktan rendah membawa dampak buruk bagi lingkungan. Termasuk juga pada persoalan kesehatan masyarakat hingga kepentingan perekonomian nasional.
Mengingat bebagai dampak buruk itulah, mau tidak mau peralihan penggunaan BBM RON rendah menuju RON tinggi memang harus segera diimplementasikan. Apalagi secara aturan, sebenarnya penerapan sudah harus dilakukan pada tahun lalu.
"Ini berdampak kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat, dan pengaruhnya juga meluas ke perekonomian juga," kata Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi WALHI Nasional Dwi Sawung dikutip Selasa (1/12/2020).
Ini, kata Dwi, jelas ketidakadilan sosiologis. Masyarakat harus menerima beban dan dampak atas penggunaan BBM RON rendah. BBM dengan RON rendah menyebabkan kualitas udara menjadi jauh menurun, tentu akan berpengaruh kepada ekosistem global.
"Jika kondisi tersebut terus berlanjut, maka dampaknya juga akan terus terakumulasi dan kian membesar," beber dia.
Di Jakarta misalnya, kondisi kualitas udara pada lima hingga 10 tahun depan dianggap banyak pihak mulai mengkhawatirkan. Terlebih dengan jumlah kendaraan bermotor yang kian bertambah, bahkan hampir sama dengan jumlah penduduknya.
"Saat ini sudah terjadi krisis iklim. Kalau semua tidak aware dengan kondisi seperti ini, tentu ke depan bakal semakin massif," ungkap dia.
Karena itu peningkatan kualitas BBM ini sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak dan krusial. Di lain pihak, secara sosiologis, lanjut dia menjelaskan bahwa konsumsi BBM RON rendah mengakibatkan ketidakadilan sosiologis yang dampaknya baru akan bisa dirasakan dalam jangka panjang.
"Karenanya perlu ada komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk dapat mulai beralih pada BBM dengan RON tinggi yang lebih ramah lingkungan," ucap dia.
Bila mengabaikan lingkungan, yang antara lain tetap memakai BBM RON rendah, sama saja dengan bencana. Masyarakat, kata dia, yang harus menerima beban sosiologis itu.
Dampak buruk tersebut, kata dia, karena sektor transportasi memang menjadi penyumbang yang cukup signifkan terhadap polusi udara.
Ada sekitar 40 persen total emisi, merupakan kontribusi dari sektor tersebut. Dampak buruk makin dirasakan di berbagai kota besar, seperti Jakarta.
"Ada sulfur dan juga hidrokarbon yang jauh lebih banyak dibandingkan BBM RON tinggi," ungkap dia.
Untuk itu, Koordinator Indonesia Energy Watch (IEW) Adnan Rarasina melanjutkan, BBM oktan rendah seharusnya segara dihapus.
Apalagi, lanjutnya, di pasar internasional juga tidak ada lagi yang menjual bensin RON 90 maupun RON 88.
"Ini moment yang baik untuk mengurangi Pertalite sekalian. Tidak ada di dunia jual bensin di bawah RON 90 kecuali tujuh negara termasuk Indonesia," ujar dia.
Bila BBM dengan RON rendah, maka pemerintah bisa menjual bensin dengan kualitas baik dan tentuny harus didukung dengan harga BBM yang murah.Â
Advertisement