Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui saat ini rasio pajak atau tax ratio di Indonesia masih rendah. Ia menyatakan bahwa rendahnya rasio pajak ini bukan sesuatu yang membanggakan.
"Harus diakui di Indonesia, tax ratio kita masih termasuk rendah. Itu bukan sesuatu yang membanggakan," kata Sri Mulyani dalam webinar Konferensi Nasional Perpajakan 2020, Kamis (3/12/2020).
Baca Juga
Sri Mulyani mengungkapkan, pil pahit ini menggambarkan belum optimalnya upaya Kementerian Keuangan dalam memungut pajak. Walhasil dengan penerimaan pajak yang rendah ini juga menghalangi upaya pemerintah untuk menyediakan prasarana dan sarana yang sangat esensial dan penting bagi kesejahteraan rakyat.
Advertisement
"Seperti untuk pembangunan infrastuktur, untuk pendidikan, sektor kesehatan, bahkan di bidang pangan, dan pertahanan keamanan, semuanya membutuhkan penerimaan negara yang memadai," terangnya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta seluruh upaya harus dimaksimalkan untuk bisa mengejar penerimaan negara dan meningkatkan rasio pajak yang meningkat. Salah satunya dengan mendorong Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk segera melakukan reformasi, baik di bidang organisasi maupun SDM.
"Upaya itu saya mintakan pada Direktorat Jenderal Pajak melalui berbagai hal, untuk reformasi di bidang organisasi inovasi seperti inovasi di kantor pelayanan. Sementara reformasi sdm, dengan meningkatkan kapasitas dan kualitas para jajaran direktorat jenderal pajak. Sehingga mendorong reformasi bidang sistem perpajakan atau kita kenal cortax," jelas dia.
Tak hanya itu, Sri Mulyani juga meminta reformasi juga menyasar tata kelola di investasi. Alhasil dapat menarik investor sebagai peluang untuk dijadikan wajib pajak baru.
"Itu semua ikhitar yang kita dorong pada Dirjen Pajak agar mampu melaksanakan tugas konstitusional. Yaitu mengumpulkan penerimaan negara secara cukup tinggi untuk penuhi kebutuhan pembangunan," tandasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Intip Sejumlah Perubahan Aturan Pajak di UU Cipta Kerja
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan adanya beberapa pajak yang akan dihapuskan atau disesuaikan lewat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai turunan dari Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sehingga meningkatkan realisasi investasi dalam negeri dan mewujudkan bidang perpajakan yang kompetitif.
"Ini yang coba dicapture dalam Undang-Undang Cipta Kerja Perpajakan. Kita perlu untuk buat daya tarik investasi di indonesia dan di bidang perpajakan yang kompetitif," ujar dia dalam webinar bertajuk "Serap Aspirasi Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja Sektor Perpajakan", Kamis (19/11).
Bendahara negara merinci, pada PPh penyesuaian akan memperjelas penentuan Wajib Pajak Orang Pribadi. Di mana setiap WNI maupun WNA yang tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia, otomatis termasuk wajib pajak dalam negeri.
Sementara, bagi WNI yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari, maka menjadi subjek pajak luar negeri. Namun dengan persyaratan tertentu yang akan diatur.
"Jadi, ini semua bertujuan untuk memberikan klasifikasi dan status dari subjek pajak yang jelas," paparnya.
Lalu, pengenaan PPh bagi WNA yang merupakan subjek pajak dengan keahlian tertentu hanya atas penghasilan dari Indonesia. Sehingga aturan ini tidak membuat kalangan ekspatriat untuk bekerja di Indonesia. Mengingat tenaga kerja asing juga diperlukan untuk kegiatan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan.
Selain itu, untuk menarik para investor, pemerintah melakukan penghapusan PPh atas Dividen dari dalam negeri. "Dividen dalam negeri dihapuskan PPh-nya. Namun, dividen dari luar negeri tidak akan dikenakan pajak apabila dia ditanamkan dalam kegiatan usaha investasi di Indonesia atau kegiatan produktif lainnya, paparnya.
Kemudian, pemerintah juga memasukkan non objek PPh yang diklasifikasikan yaitu bagi laba atau sisa hasil dari koperasi. Guna mendorong masyarakat berlomba membuat koperasi dengan jumlah keanggotaan yang diperkecil, sehingga dinilai membuat koperasi kian lebih produktif.
"Badan Pengelolaan Keuangan Haji juga tidak menjadi objek pajak," tambahnya
Penyesuaian juga terjadi pada tarif PPh 26 atas bunga, dari sisi PPN beberapa penyesuaian ialah penyertaan modal yang bentuknya adalah aset inbreng diputuskan tidak terutang PPN. Sementara penyerahan batu bara termasuk penyerahan BKP.
Pemerintah juga melakukan relaksasi cara pembayaran bagi wajib pajak yang belum mempunyai NPWP, yakni dengan mencantumkan NIK. Tujuannya untuk memudahkan dan meningkatkan kepatuhan dari anggota masyarakat yang tidak memiliki NPWP.
"Ini dalam rangka memudahkan dalam sisi complience, faktur pajak untuk PKP untuk pedagang eceran sudah dipermudah. Sehingga tidak ada alasan untuk kepatuhan pembayaran pajak sebagai halangan masyarakat kecil, pedagang yang tentu dari sisi beban harus diminimalkan," tukasnya.
Advertisement