Sukses

Pemerintah Serap Aspirasi UU Cipta Kerja Klaster Pertanahan hingga Transportasi

Klaster Tata Ruang, Pertanahan, PSN, PUPR, Transportasi, KEK, Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Informasi Geospasial

Liputan6.com, Jakarta - Menindaklanjuti pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah saat ini tengah menyusun aturan pelaksanaan berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.

Dalam proses penyusunan ini, pemerintah berkeinginan untuk menyerap aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan dengan harapan RPP ini nantinya mampu mengakomodasi seluruh aspirasi dan menampung seluruh masukan dari pelaku usaha dan masyarakat. Atas dasar tujuan itu, pemerintah membentuk tim independen yang akan berkunjung ke beberapa kota untuk menyerap masukan, tanggapan, dan usulan dari masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan terkait RPP dan RPerpres UU Cipta Kerja.

Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman, pada keynote speechnya dalam kegiatan Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja, di Yogyakarta.

“Selain untuk menjelaskan pokok-pokok substansi yang telah diatur dalam UU Cipta Kerja, kegiatan ini ditujukan untuk menyerap aspirasi dari para pemangku kepentingan dalam penyiapan aturan turunannya dari UU Cipta Kerja yang dalam waktu 3 bulan sudah siap,” ujar dia dikutip Jumat (4/12/2020).

Rangkaian kegiatan serap aspirasi yang kali ini diadakan di Yogyakarta, berusaha menampung seluruh saran dan masukan dari stakeholders terkait mengenai sektor tata ruang, pertanahan, PSN, PUPR, transportasi, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), perizinan berbasis risiko, dan informasi geospasial. Pandemi Covid-19 ini telah menimbulkan berbagai dampak yang kita rasakan bersama, terutama dampak di bidang ekonomi.

“Pertumbuhan ekonomi kita mengalami konstraksi yang siginifikan. Pada Kuartal 1 masih tumbuh postif sebesar 2,97 persen, namun pada Kuartal 2 turun menjadi -5,32 persen karena adanya pembatasan aktivitas sosial-ekonomi. Namun pada Kuartal 3 sudah mulai terjadi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi kita menjadi -3,49 persen. Diharapkan pada Kuartal 4 sudah mendekati atau sudah dapat tumbuh positif," kata Rizal

Gross National Income per kapita Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan secara konsisten dan mencapai posisi sebagai negara upper middle income per 1 Juli 2020, dimana Tahun 2019 sebesar USD 4,050 naik dari Tahun 2018 sebesar USD 3,840. Dalam kondisi ini, Indonesia menghadapi tantangan middle income trap (MIT), yaitu keadaan ketika perekonomian suatu negara tidak dapat meningkat menjadi negara high income.

“Negara yang terjebak dalam middle income trap akan berdaya saing lemah, karena apabila dibandingkan low income countries, akan kalah bersaing dari sisi upah tenaga kerja mereka yang lebih murah, sedangkan dengan high income countries akan kalah bersaing dalam teknologi dan produktivitas,” jelas Rizal.

“Dari pengalaman negara yang sukses keluar dari MIT ini, kontribusi daya saing dan produktivitas tenaga kerja menjadi andalan,” tambahnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Perlu Terobosan Besar

Terobosan besar diperlukan dalam melakukan transformasi ekonomi serta mendorong reformasi struktural di Indonesia. Di sinilah UU Cipta kerja tercipta.

Tidak hanya mendorong pemulihan ekonomi dan transformasi ekonomi, namun UU Cipta Kerja juga sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada serta tantangan kita ke depan. UU Cipta kerja menciptakan lapangan kerja dan kewirausahaan melalui kemudahan berusaha.

Salah satunya terkait insentif untuk Kawasan Ekonomi (KEK, KPBPB, dan Kawasan Industri) dan percepatan penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN). Manfaat lainnya yakni penyediaan perumahan akan dipercepat dan diperbanyak untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dikelola oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3).Terkait redistribusi tanah, akan dibentuk Bank Tanah untuk mempercepatan reforma agraria dan redistribusi tanah kepada masyarakat.

Sedangkan untuk perkebunan di kawasan hutan (ketelanjuran), masyarakat diberikan izin (legalitas) untuk pemanfaatan atas ketelanjuran lahan dalam kawasan hutan dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan.

"Luasnya cakupan UU Cipta Kerja dimaksudkan untuk mengharmonisasikan berbagai sistem perizinan yang ada di berbagai UU yang belum terintegrasi dan harmonis," ungkap Rizal.

Sebagian besar usaha mikro dan kecil (UMK) tidak memiliki legalitas dan perizinan, sehingga menghambat untuk mendapatkan akses pembiayaan dan pasar yang lebih luas, juga tidak terjangkau pembinaan oleh Pemerintah atau kemitraan dengan badan usaha besar.

Di sini UU Cipta Kerja melakukan perubahan paradigma dan konsepsi perizinan berusaha dengan penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Risk Based Approach), dengan mengubah pendekatan perizinan dari berbasis izin (license based) ke berbasis risiko (risk based).

RPP yang terkait dalam pembahasan hari ini antara lain RPP Kemudahan Proyek Strategis Nasional (PSN), RPP Penyelesaian Ketidaksesuaian Antara Tata Ruang dengan Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah, RPP Pelaksanaan UU Cipta Kerja untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), RPP Pelaksanaan UU Cipta Kerja Sektor Transportasi, RPP Pelaksanaan UU Cipta Kerja Sektor PUPR, RPP Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Tatacara Pengawasan, dan RPP Informasi Geospasial.

Selain forum Serap Aspirasi seperti ini, pemerintah juga membuka ruang untuk mendapatkan masukan publik melalui portal UU Cipta Kerja (uu-ciptakerja.go.id).

“Diharapkan acara ini menjadi sarana yang efektif untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat dalam rangka penyempurnaan RPP dan RPepres, sehingga akan dapat menjaga dan melindungi hak-hak dan kepentingan masyarakat, pelaku usaha, dan seluruh pemangku kepentingan,” tutupnya.

 

3 dari 3 halaman

Infografis Menanti Sosialisasi Naskah UU Cipta Kerja