Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan terus berupaya menyelesaikan persoalan piutang perusahaan Lapindo Brantas, Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya kepada pemerintah sebesar Rp773 miliar. Komitmen itu disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Isa Rachmatarwata.
"Esensinya kita mau terus berprogres dengan mencoba berbagai cara agar kewajiban Lapindo bisa dipenuhi. Dari sisi internal kita konsultasi dengan Kejaksaan Agung, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) ddan lainnya," kerasnya dalam webinar Transformasi Penanganan Piutang Negara, Jumat (4/12).
Baca Juga
Isa menambahkan, pemerintah juga masih mengupayakan penyelesaian piutang oleh Lapindo dilakukan secara secara tunai. "Karena pembiayaan tunai itu masih prioritas pertama," paparnya.
Advertisement
Kendati demikian, pemerintah juga menghargai itikad baik dari Lapindo yang menawarkan aset untuk menyelesaikan kewajiban. Dengan catatan, aset yang diserahkan masih mempunyai nilai valuasi yang mampu menutup jumlah utang perusahaan.
"Mereka mau selesaikan pakai aset, oke kita jajajaki itu. Kita akan lihat aset yang ditawarkan di wilayah terdampak. Nanti kita lihat dan hitung kalau nilai valuasinya ada atau mampu menutupi (piutang)," tutupnya.
Perlu diketahui, Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya belum memenuhi kewajibannya untuk melunasi utang kepada pemerintah. Padahal, dalam perjanjian yang diteken pada Juli 2015, disebutkan utang tersebut harus lunas pada Juli 2019.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN), Isa Rahmatarwata, mengungkapkan Lapindo baru menjalankan kewajibannya membayar cicilan terakhir pada Desember 2018. "Sejauh ini, pembayaran yang pernah dilakukan Desember 2018, baru Rp5 miliar," kata dia, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (2/7).
Padahal, total utang Lapindo adalah Rp731 miliar sebagai utang pokok. Ditambah dengan bunga 4 persen, maka total menjadi sekitar Rp773,382 miliar.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Sulit Hitung Aset Lapindo yang Ditawarkan untuk Bayar Utang
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan kembali buka suara terkait utang PT Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo. Terakhir, Lapindo telah menawarkan aset untuk dijadikan sebagai bentuk ganti rugi atau membayar utang ke pemerintah.
Adapun utang kedua perusahaan ini kepada pemerintah yang sudah jatuh tempo pada 10 Juli 2019 lalu, yakni mencapai sebesar Rp 773 miliar.
Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata mengatakan, sejauh ini Kemenkeu masih belum dapat memastikan besaran nilai aset yang ditawarkan oleh Lapindo Brantas dan Minarak Lapindo. Hal ini karena beberapa hal, salah satunya terkait teknis penilaian tanah yang batasannya tertimbun lumpur.
“Kami masih belum tahu. Apakah asetnya bisa dinilai atau tidak. Kalau tidak bisa dinilai, kami tidak bisa kita melakukan settlement,” kata Isa dalam media briefing DJKN, Jumat (24/7/2020).
Isa mengaku, pihaknya saat ini tengah melakukan komunikasi dengan profesional, dalam hal ini MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia) untuk merumuskan teknis penilaian aset Lapindo ini.
“Jadi kami masih mencoba menghimpun satu opini dari profesional, bagaimana menilai tanah yang kita nggak terlalu jelas juga batas-batasnya. Karena kan sudah tertimbun lumpur itu tanahnya. Jadi ini bukan sesuatu yang mudah,” kata dia.
Ia menegaskan, bahwa proses penilaian aset ini tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa. Pasalnya, juga belum ada opini apakah aset ini dapat dinilai atau tidak.
“Harusnya minggu depan MAPPI itu sudah bisa memberikan opini, apakah hal-hal semacam itu bisa dilakukan penilaian terhadapnya. Jadi kalau nyanyi bisa, kita akan minta supaya itu dilakukan penilain. Kemudian kita cek, kalau aset itu ada nilainya batu kita bicara mengenai kemungkinan asset settlement,” ulang Isa menguraikan.
Namun demikian, Isa mengatakan komunikasi dengan LApindo masih terus berlangsung. “Merek juga punya itikad untuk menyelesaikan tanggung jawabnya walaupun slow, proses ini tidak bisa kita grusa grusu,” kata Isa.
Advertisement