Sukses

Kemenag Butuh Peran Masyarakat Lawan Hoaks tentang Produk Tidak Halal

Seringkali iklim berusaha yang khususnya penjualan produk memanfaatkan kabar hoaks dengan menyebut suatu produk tidak halal.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) BPJPH, Kementerian Agama, Lutfi Hamid mengatakan tidak sedikit penciptaan iklim investasi atau perdagangan dilakukan dengan cara tidak baik. Seringkali iklim berusaha yang khususnya penjualan produk memanfaatkan kabar hoaks dengan menyebut suatu produk tidak halal.

"Saat ini untuk menciptakan iklim investasi atau perdagangan menggunakan hoaks yang mengandung unsur tidak halal dalam suatu produk," kata Lutfi dalam acara Serap Aspirasi: Implementasi UU Cipta Kerja Sektor Industri, Perdagangan, Haji dan Umroh serta Jaminan Produk Halal Edisi Semarang, secara virtual, Jakarta, Jumat (4/12).

Menurut Lutfi, cara ini merupakan gerakan yang diciptakan untuk menyasar pemerintah dengan menggunakan iklim perdagangan dan investasi. Sehingga terjadi ketidakharmonisan dan cenderung absurd. Maka diperlukan peran penting dari masyarakat untuk ikut serta menepis gerakan-gerakan tersebut.

"Makanya penting peran masy untuk menepis gerakan yang sasarannya pemerintah," kata dia.

Di sini lanjut Lutfi, peran masyarakat dalam organisasi masyarakat berbadan hukum untuk memberikan porsi yang luas dalam penyelenggaraan pengawasan jaminan produk halal. Ormas Islam diharapkan untuk mendirikan lembaga-lembaga terkait yang bisa meyakinkan masyarakat dan menjadi agen sosialisasinya.

Beberapa lembaga yang diharapkan dibangun ormas islam antara lain, Lembaga Pemeriksa Halal, penyiapan Auditor Halal, Penyelia Halal, sosialisasi dan edukasi mengenai JPH. Begitu juga dengan lembaga yang memberikan pendampingan dalam proses produk halal dan melakukan publikasi bahwa produk berada dalam pendampingan, pemasaran dalam jejaring ormas Islam berbadan hukum.

Anisyah Al Faqir

Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Lewat UU Cipta Kerja, Pengurusan Sertifikasi Halal Dipangkas Jadi 21 Hari

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) memberikan kepastian hukum mengenai proses penyelesaian sertifikasi halal. Jangka waktu sertifikasi untuk produk dalam negeri dan luar negeri dibatasi hanya 21 hari kerja.

"Dari sisi waktu Undang-Undang Cipta Kerja ini dibatasi betul menjadi 21 hari kerja," kata Sekretaris Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Kementerian Agama, Lutfi Hamid, dalam acara Serap Aspirasi: Implementasi UU Cipta Kerja Sektor Industri, Perdagangan, Haji dan Umroh serta Jaminan Produk Halal Edisi Semarang, secara virtual, Jakarta, Jumat (4/12/2020).

Namun dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait jaminan produk halal diberikan waktu toleransi penyelesaian proses sertifikasi. Untuk produk dalam negeri diberi batas toleransi maksimal 10 hari kerja dan 15 hari kerja untuk produk luar negeri.

Tambahan waktu ini dinilai sudah cukup lantaran beberapa negara di ASEAN juga melakukan sertifikasi produk halal dalam waktu yang tidak lama. "Toleransi ini sangat cukup karena benchmark ini ada di Singapura, Malaysia, dan Singapura, artinya negara lain melakukan sertifikasi dengan cepat," kata Lutfi.

Sebelumnya, dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, mengatur proses sertifikasi produk dalam negeri butuh 97 hari. Sedangkan untuk produk luar negeri selama 170 hari.

Di dalam undang-undang ini pun tidak mengatur sanksi bila proses sertifikasi menjadi molor dari batas waktu yang telah ditentukan. Maka, kata Lutfi, Undang-Undang Cipta Kerja memberikan kepastian hukum yang lebih terang dalam proses sertifikasi produk halal.

"Layanan sistem Jaminan Produk Halal dapat memberikan kepastian hukum, akuntabilitas dan keterukuran bagi para pelaku usaha dalam pengurusan sertifikat halal mengingat sertifikat halal dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini BPJPH," kata dia mengakhiri.