Sukses

KKP Sebut Stok Benih Lobster di Perairan Indonesia Capai 418 Juta

Stok benih bening lobster (BBL) yang ada di perairan Indonesia sebanyak 418 juta.

Liputan6.com, Jakarta - Plt. Dirjen Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Muhammad Zain menyebut stok benih bening lobster (BBL) yang ada di perairan Indonesia sebanyak 418 juta.

"Total benih bening lobster atau BBL atau benur ini jumlahnya 418 juta yang tersebar di beberapa perairan," kata Zaini dalam dialog Serap Aspirasi: Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja Sektor Pertanian, Kelautan & Perikanan, Lombok, NTB, Senin (7/12).

Data tersebut kata Zaini diperoleh dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas KAJISKAN) yang dibentuk Kementerian Kelautan dan Perikanan. Lembaga ini dibentuk untuk menentukan jumlah stok ikan yang bisa dimanfaatkan oleh para nelayan.

"Kajian ini dilakukan untuk menentukan stok ikan yang ada di perairan kita. Kajiskan ini tersebar di 11 BPP NRI," kata dia.

Data dari Kajiskan ini pun dipublikasikan setiap tahunnya. Sehingga memudahkan nelayan untuk menentukan lokasi penangkapan ikan.

Publikasi data stok perikanan ini menjadi upaya KKP untuk terbuka kepada masyarakat. Sekaligus membantah tuduhan KKP menyembunyikan data-data.

"Kalau mau ambil melakukan penangkapan ikan bisa menggunakan data-data ini. Jadi tidak ada lagi data-data yang kita sembunyikan," kata tutur Zaini. Selain itu, data dari Kajiskan tersebut juga digunakan untuk memberikan izin bagi kapal penangkap ikan. Sehingga pemerintah bisa menentukan jumlah kapal ikan yang bisa menangkap ikan di laut.

"Berdasarkan kajian stok ini, kita berikan berapa kapal yang bisa dikasih izin untuk dia melakukan penangkapan," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Awas, Eksportir Benih Lobster yang Lakukan Monopoli Bisa Didenda Rp 1 Miliar

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebutkan perusahaan eksportir akan diberikan sanksi minimal Rp1 miliar jika terbukti melakukan dugaan monopoli dalam ekspor benih lobster atau benur.

Juru bicara sekaligus Komisioner KPPU Guntur Saragih menjelaskan bahwa sanksi terkait dugaan monopoli diatur dalam ketentuan lama KPPU, yakni UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha. Berdasarkan UU itu, sanksi berupa denda yang dikenakan minimal Rp1 miliar dan maksimal sebesar Rp25 miliar.

Namun begitu, Guntur menjelaskan bahwa dalam UU Cipta Kerja, sanksi denda untuk praktik monopoli tidak mengatur denda maksimal.

"Di undang-undang kami Rp1 miliar sampai Rp25 miliar, sedangkan di UU Cipta Kerja tidak ada sanksi maksimum, hanya minimum Rp1 miliar," kata Guntur dalam acara Ngobrol Santai Bareng KPPU dikutip dari Antara, Selasa (1/12/2020).

Guntur menjelaskan bahwa UU Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR menganggap bahwa pelanggaran persaingan usaha cukup penting, sehingga berpotensi untuk diberikan denda yang lebih besar lagi, tanpa ketentuan maksimal.

Ada pun saat ini KPPU masih terus menelaah dugaan monopoli perusahaan jasa pengangkutan dan pengiriman (freight forwarding) ekspor benih lobster yang turut menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus tersebut.

Guntur menegaskan bahwa tidak ada temuan pelanggaran atas kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam penunjukkan perusahan logistik tertentu untuk ekspor benur. Namun, KPPU menemukan indikasi monopoli dalam layanan jasa pengiriman ekspor benih lobster.

Dugaan pelanggaran tersebut dilatarbelakangi oleh jasa layanan yang dianggap tidak efisien karena eksportasi hanya dilakukan melalui satu pintu keluar, yakni Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.

Padahal, benih lobster didatangkan dari sejumlah daerah, seperti Sumatera Utara dan NTB. Selain itu, eksportir juga harus menanggung risiko membawa benih lobster yang tergolong sebagai benda hidup, sehingga kedekatan asal benih dan pintu bandara sepatutnya dipertimbangkan.

Kemudian, KPPU juga menilai harga pengiriman ekspor benih yang terbilang tinggi, yakni Rp1.800 per benih, atau di atas rata-rata harga normal.

"Seharusnya hukum pasar terjadi. Ketika pelaku usaha tertentu menawarkan jasa yang begitu mahal, harusnya hukum pasar berlaku. Si penerima jasa bisa memilih ke pelaku usaha yang lain. Ini aneh, sudah mahal tapi tetap ke pelaku usaha itu saja," kata Guntur. 

3 dari 3 halaman

Infografis Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo