Liputan6.com, Jakarta DPR RI meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengawal proses restrukturisasi para nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Sebagai otoritas, OJK menjadi kunci realisasi program restrukturisasi kali ini, selain manajemen perusahaan.
Anggota Komisi VI DPR RI Adisatrya Suryo Sulisto menjelaskan, secara detail, OJK perlu mendukung langkah-langkah dari manajemen IFG Life untuk bisa segera mendapatkan izin usaha, izin produk, dan izin pengalihan portofolio.
Dimana, menurut Adisatrya, dukungan dari OJK sendiri dapat berupa pengawalan yang bersifat intensif terhadap proses pengajuan izin yang dilakukan oleh pihak IFG Life, sehingga prosesnya bisa berjalan lebih cepat.
Advertisement
Hal ini penting sekali untuk menjadi perhatian dari OJK, mengingat hasil dari RDP terakhir di DPR pada tanggal 30 November 2020 lalu, IFG Life telah ditargetkan untuk memperoleh berbagai izin tersebut pada awal 2021.
"OJK harus memahami kondisi kebatinan dari para nasabah Jiwasraya yang hingga hari ini masih resah akibat belum kunjung kembalinya dana mereka," kata dia kepada wartawan, Selasa (8/12/2020).
"Sehingga, semakin cepat proses restrukturisasi ini berjalan melalui produk dari Jiwasraya dan IFG Life tersebut, tentunya akan semakin baik bagi para nasabah Jiwasraya dan kredibilitas OJK sebagai pengawas industri jasa keuangan juga pastinya akan semakin cepat pulih," tambahnya.
Hal serupa juga diungkapkan Pengamat Asuransi Kapler A Marpaung. Dikatakannya, nasabah Jiwasraya tengah menanti kepastian kapan klaim polis asuransinya segera cair. Sebenarnya, mereka tidak harus dipusingkan mengenai bagaimana cara Jiwasraya mengembalikan dana mereka.
Oleh karena itu, dirinya berharap tidak hanya OJK, pemerintah dan pihak terkait lainnya untuk segera merealisasikan penyelamatan para nasabah Jiwasraya ini.
Dia menggaris bawahi, tujuan penyelamatan Jiwasraya ini adalah demi kepentingan konsumen, bukan hal-hal politis lainnya.
Mengenai upaya restrukturisasi yang ditawarkan Jiwasraya, OJK harus memastikan komitmen langkahnya kepada para petinggi IFG Life yang nantinya akan menjadi penyelamat Jiwasraya.
"Sebenarnya rencana restrukturisasi oleh IFG Life sah-sah saja, dengan catatan harus dirundingkan dengan nasabah dan mebdapat persetujuan. Disinlah peran OJK. OJK harus mendapatkan jaminan dari direksi IFG Life dan dari pemerintah sebagai pemegang saham bahwa apabila restrukturisasi mendapat persetujuan dari nasabah, maka eksekusi pembayaran kepada nasabah harus segera," papar pria yang juga sebagai Dosen Program MM-Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada itu.
Dia melanjutkan, nasabah mungkin akan menerima restrukrurisasi akan manfaat polis dengan syarat ada jaminan waktu pembayaran.Harapannya, jangan nanti ketika nasabah setuju restrukturisasi tetapi eksekusi pembayaran tidak dilaksanakan.
"OJK harus mengawal jadwal dan realiasi pembayaran dari IFG Life dan pemegang saham. Dengan demikian masyarakat akan melihat bahwa OJK telah melaksanakan tugasnya dengan baik," pungkas dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
OJK: Banyak Asuransi Gagal Bayar karena Tata Kelola Buruk
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan alasan utama maraknya perusahaan asuransi mengalami gagal bayar. Buruknya penerapan tata kelola perusahaan atau good corporate governance (GCG) yang menjadi biang keroknya.
"Di Industri Asuransi kita, masih belum baik penerapan GCG nya. Sehingga perusahaan asuransi kerap mengalami persoalan gagal bayar," ujar Deputi Komisioner Pengawasan IKNB II OJK M Ihsanuddin dalam webinar bertajuk 'Mendorong Penetrasi Berkesinambungan Melalui Peningkatan GCG', Kamis (10/9/2020).
Ihsan mengatakan untuk perusahaan asuransi besar dengan nilai investasi yang juga besar harus memiliki aturan atau SOP yang harus ditaati oleh para fund manager. Seperti menentukan jenis instrumen atau proporsi investasi di instrumen yang dianggap berisiko.
Sehingga manajemen akan tergerak untuk melakukan proses pemantauan secara ketat terhadap penempatan dana investasi. Imbasnya peluang adanya kesalahan pembelian nilai aset yang anjlok hingga nilai sangat rendah bisa di antisipasi. Ujungnya penerimaan premi bisa terus dijaga secara normal oleh perusahaan.
"Di Indonesia sendiri regulasi terkait kewajiban menerapkan GCG oleh perusahaan asuransi telah tertuang dalam Pojk 43/POJK 05 2019 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. Aturan ini bertujuan agar perusahaan asuransi mampu melakukan tata kelola dengan baik untuk terhindar dari kasus gagal bayar," sambungnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon yang mengungkapkan bahwa GCG menjadi kunci bagi perusahaan asuransi untuk menghindari berbagai risiko permasalahan termasuk gagal bayar.
"Misalnya ada perusahaan asuransi yang bermasalah dari sisi investasi sehingga mengakibatkan gagal bayar. Ternyata stategi revenue nya atau kegiatan investasi nya tidak memadai. Sekali lagi kuncinya ada di GCG," tandasnya.
Reporter:Â Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement