Sukses

Sri Mulyani: Virus Korupsi Sama Bahayanya dengan Corona

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan perlu tanggung jawab bersama untuk memberantas tindakan korupsi di Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan perlu tanggung jawab bersama untuk memberantas tindakan korupsi di Indonesia.

Sebab, aksi korupsi yang terjadi saat ini dinilai sudah diluar batas karena telah mengkompromikan integritas dan membahayakan institusi.

"Korupsi ini bukan tanggung jawab pimpinan, ini tanggung jawab kita semua. Karena satu virus korupsi, satu virus yang mengkompromikan integritas sama seperti Covid-19 dia bisa menular dan bisa membahayakan institusi," ujar Sri Mulyani dalam webinar Hari Anti Korupsi Sedunia 2020, Kamis (10/12/2020).

Menurutnya pil pahit ini tercermin dari hasil survei Global Corruption Barometer Asia 2020 yang menyatakan 30 persen masyarakat Indonesia masih melakukan praktik suap untuk memperoleh layanan publik. Sehingga korupsi masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Indonesia untuk meningkatkan integritas dan kinerja institusi publik.

"Walaupun angka ini masih lebih baik dari India yang memperoleh 39 persendan Kamboja 37 persen kita tidak boleh merasa senang. Kita harus akui upaya kita masih jauh dari sempurna," terangnya.

Untuk itu, Kementerian Keuangan selaku pengelola keuangan negara terus berupaya memperbaiki berbagai kebijakan dan regulasi yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Salah satunya terkait ketentuan dana transfer daerah yang harus ditingkatkan ekfetivitasnya.

"Sehingga seluruh masyarakat harus bisa dilayani sama baiknya dan sama kualitasnya. Saya minta Dirjen Perimbangan Keuangan untuk terus meumusakan hal ini," papar Sri Mulyani.

Tak hanya itu, sejak awal mendesain kebijakan terkait program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pihaknya telah bekerjasama dengan berbagai institusi penegak hukum. Seperti dengan KPK Kejaksaan Agung, Kepolisian melalui Bareskrim, BPKP, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, hingga lembaga survei untuk mengukur efektivitas program yang digulirkan.

"Ini ikhitar kita bahwa saat dihadapkan pada tantangan yang tidak biasa atau extra ordinary. Inilah juga ujian terhadap integritas," tutup Sri Mulyani.

Sulaeman

Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani: Baru Pertama Kali Saya Alami Harga Minyak Sampai Negatif

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, pandemi Covid-19 telah membuat berbagai pasar global mengalami guncangan luar biasa sejak bulan Maret lalu. Bukan hanya Indonesia, negara-negara maju seperti Inggris juga terperosok akibat pandemi yang telah mewabah selama hampir satu tahun ini.

"Menteri Keuangan Inggris dalam Parlemen Inggris mereka mengatakan mereka menghadapi kondisi ekonomi terburuk dalam 300 tahun terakhir," kata Sri Mulyani dalam acara Pandemi dan Keberlanjutan Reformasi Pajak, Selasa kemarin (8/12).

Dia melanjutkan, salah satu pasar yang terguncang cukup hebat yaitu pasar minyak mentah. Dia mengaku terkejut, sebab selama dia menjabat sebagai Menteri Keuangan bahkan semenjak dia hidup, baru kali inilah harga minyak yang dijual negatif.

"Bahkan harga minyak kalau masih ingat sempat dua hari mengalami harga negatif, seumur saya menjadi menteri atau profesional ekonom belum pernah kita mengalami negative price. Melonjak sering, volatile iya, tapi negatif baru pertama kali dalam hidup saya," imbuhnya.

Dia menjelaskan, penurunan drastis harga minyak mentah WTI ini dipicu oleh penurunan permintaan pasar akibat pandemi virus corona. Sejak NYMEX membuka perdagangan minyak berjangka pada 1983 silam, kondisi ini membuat minyak di perdagangan dengan harga terendah.

Seperti yang diketahui, pada bulan April lalu harga minyak sempat menyentuh angka negatif. Harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat (AS) acuan West Texas Intermediate (WTI) anjlok hingga ke bawah US$0 atau menjadi minus US$37,63 per barel pada Senin (20/4) lalu.

Bukan hanya itu, Sri Mulyani juga harus mengakui bahwa pandemi Covid-19 ini telah membuat modal asing keluar dengan deras dari pasar domestik. Puncaknya terjadi pada bulan April lalu. Dalam sepekan, dia mencatat, arus modal yang keluar sebesar Rp124 triliun di seluruh pasar modal.

"Investor panik dan memindahkan uangnya dari pasar berkembang seperti Indonesia ke negara yang dianggap lebih aman atau ke instrumen safe heaven," ujarnya.Â