Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan agar harga gas khusus bagi industri yang tak memiliki performa bagus naik menjadi di atas USD6 per MMBTU.
Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam, dalam Oil & Gas Stakeholders Gathering 2020, Rabu (9/12/2020).
Dikatakannya, jika performa tidak bagus, ada perusahaan yang dinaikkan harga gasnya menjadi USD6,5 per MMBTU-USD7 per MMBTU.
Advertisement
"Kebijakan harga gas sebesar USD6 per MMBTU ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi," ujar Khayam.
Dalam Perpres ini disebutkan bahwa penurunan harga gas harus dibarengi dengan peningkatan kontribusi pajak kepada negara. Saat ini pihaknya sedang melakukan verifikasi.
Selain itu, pemerintah juga mendorong industri yang mendapatkan penurunan harga gas untuk melakukan ekspansi. Karena, dari kontribusi pajak dan ekspansi, pemerintah bisa melihat performa perusahaan yang mendapat fasilitas penurunan harga gas.
"Pastinya, industri juga harus lakukan efisiensi," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menetapkan harga gas industri sebesar USD6 per MMBTU yang berlaku mulai 1 April 2020.
Sebenarnya, regulasi berupa Perpres 40/2016 sudah ada. Hanya saja, aturan itu tak kunjung direalisasikan dengan alasan mempertimbangkan kemampuan implementasi dari hulu ke hilir.
Sebagai informasi, sektor industri yang mendapat penurunan harga gas tetap sesuai Perpres 40/2016, yakni pupuk, oleochemical, baja, keramik, petrokimia, kaca dan sarung tangan karet.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1 Tahun Jokowi-Ma'aruf, Harga Gas Industri Turun Demi Tingkatkan Daya Saing
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'aruf Amin telah menjalankan periode kepemimpinan tepat satu tahun lamanya. Dalam kurun waktu ini, pemerintah diklaim telah melakukan kebijakan yang membantu ekonomi meningkat.
Penurunan harga gas, misalnya. Sejak Januari 2020, Jokowi dalam rapat terbatas menyebutkan bahwa harga gas industri terlampau mahal sehingga membuat produk Indonesia sulit bersaing.
"Presiden mengambil risiko untuk menurunkan harga gas bumi demi meningkatkan daya saing global tujuh kelompok industri. Penurunan harga gas (dilakukan) dengan mengurangi jatah pemerintah," demikian dikutip Liputan6.com dari laporan tahunan 2020 yang dirilis Kantor Staf Kepresidenan, Selasa (20/10/2020).
Penurunan harga gas ini sudah dicanangkan sejak rapat terbatas (ratas) bulan Januari 2020 silam yang membahas ketersediaan harga gas untuk industri. Kemudian, pembahasan dilanjutkan pada ratas bulan Maret 2020 soal penurunan harga gas.
Pada April 2020, diterbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. Penurunan harga gas direalisasi bulan Juni 2020.
"Gas bumi memiliki porsi sangat besar pada struktur biaya produksi. Keputusan menurunkan harga gas langsung berpengaruh pada daya saing produk industri kita di pasar dunia," tulis laporan tersebut.
Selain itu, pemerintah juga membeberkan sejumlah peningkatan kinerja di sektor energi. Data Kementerian ESDM yang disadur dalam laporan menyebutkan, bauran listrik rumah tangga telah mencapai 99,09 persen. Lalu untuk mewujudkan BBM murah, 174 SPBU BBM 1 Harga telah dibangun.
Kemudian, implementasi energi baru terbarukan telah mencapai 14,95 persen. Sebanyak 110.668 lampu surya dan 61.859 konverter kit telah terpasang.
Kendati, realisasi produksi biodiesel masih berada angka 4,36 juta kilo liter pada tahun 2020, masih jauh dari target 10 juta kilo liter.
Advertisement