Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan perbaikan pendataan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk menekan potensi korupsi.
Seperti diketahui, belanja negara untuk bidang sosial meningkat pesat di 2020. Menkeu menjelaskan, hal ini ditujukan untuk menjaga dan melindungi daya beli masyarakat terutama pada 40 persen terbawah.
Baca Juga
“Ini sudah cukup memberikan beberapa hasil yang harus kita terus fokuskan agar betul-betul bisa diterima masyarakat dan bisa mengurangi kemungkinan terjadinya orang miskin baru,” kata Sri Mulyani dalam dalam Bisnis Indonesia Award 2020, Senin (14/12/2020).
Advertisement
Dari berbagai survei yang dihimpun Kemenkeu, tercatat bahwa belanja pemulihan ekonomi nasional di bidang bansos telah menyelamatkan 3,4 juta penduduk yang terhindar dari jurang kemiskinan baru akibat covid-19.
Adapun program perlindungan sosial seperti PKH, bantuan upah, bantuan sembako, BLT Dana Desa, bantuan tunai dan kartu prakerja disebut telah menjangkau 50 juta kelompok penerima yang masuk dalam kategori sangat rentan dan menjadi fokus dari program-program tersebut.
“Ini merupakan sesuatu yang baik dan harus terus ditingkatkan efektifitasnya. Kita terus akan memperbaiki pendataan sehingga inklusi dan exclusion error bisa diminimalkan. Dan tentu kita berharap pelaksanaannya akan dilaksanakan secara bersih dari korupsi dan dari moral Hazard,” kata Menkeu.
Selain itu, juga ada program perlindungan lainnya untuk UMKM dan ultra mikro. Seperti subsidi bunga, restrukturisasi pinjaman, dan penjamin bagi modal kerja bagi usaha kecil menengah.
“Disinilah letak program pemulihan ekonomi nasional. Kami bekerjasama dengan sektor keuangan. Terutama perbankan, agar bisa memberikan dukungan modal kerja bagi usaha kecil menengah melalui penempatan dana pemerintah di perbankan dengan suku bunga yang disubsidi dan memberikan jaminan bagi modal kerja untuk usaha kecil menengah tersebut,” jelas Menkeu.
Untuk dunia usaha lainnya, pemerintah juga memberikan insentif di bidang perpajakan, bantuan jaminan modal kerja untuk usaha. “ini tentu masih perlu untuk disempurnakan dan dalam hal ini kami akan terus melakukan komunikasi koordinasi dengan seluruh para pelaku ekonomi maupun pada sektor keuangan,” ujar Menkeu.
“Untuk tahun 2021, fokus kita adalah tetap di dalam menangani korupsi dan memulihkan ekonomi meskipun komposisi dari APBN 2021 memang agak bergeser,” pungkas dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Sri Mulyani Akui Sistem Program PEN Tak Sempurna, Ada Celah untuk Korupsi
Seelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa proses penyusunan kebijakan pemerintah pada program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dilakukan secara terburu-buru karena situasi yang mendesak. Alhasil menimbulkan celah bagi pihak yang ingin mengambil keuntungan untuk memperkaya diri melalui praktik korupsi.
"Dalam situasi extra ordinary atau kegentingan yang memaksa membuat kerja penyusunan kebijakan dilakukan secara tergesa-gesa karena suasana emergency. Ada ancaman orang-orang yang melakukan tindakan korupsi atau bahkan menggunakan kelemahan sistem untuk kepentingan pribadi. Maka, moral hazard bisa terjadi di mana saja," tegasnya dalam webinar Hari Anti Korupsi Sedunia 2020, Kamis (10/12/2020).
Sri Mulyani mengungkapkan, dalam situasi yang tidak terduga akan datangnya pandemi Covid-19, para pengambil kebijakan dituntut untuk bekerja cepat dan efektif. Sementa perangkat yang dibutuhkan masih belum memadai.
Dia mencontohkan, untuk persyaratan penerima manfaat program bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 seharusnya dibutuhkan data yang detail dan terverifikasi. Diantaranya nama, alamat, akun rekening, profesi, dan jumlah orang yang perlu dibantu, namun semuanya tidak bisa terakomodir.
Mengingat, saat ini perpindahan masyarakat kian dinamis sehingga data dilapangan mudah berubah. Pun, akibat dampak krisis ini juga berpotensi melahirkan banyak kelompok miskin baru karena kehilangan pekerjaan atau dirumahkan selama pandemi, namun belum tercatat sebagai penerima manfaat karena data belum di perbarui.
"Kita tahu persis kebijakan itu harus ideal, perlu data, tapi seringkali kita tidak punya kemewahan itu. Sehingga dalam perencanaan kita perlu merespons dengan sangat cepat karena kondisi krisis," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya terus berupaya memperbaiki sistem program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dengan nilai anggaran Rp695,2 triliun. Untuk memberi manfaat lebih bagi sektor kesehatan, dunia usaha, korporasi, UMKM, perlindungan sosial dan sektor lainnya yang turut terdampak Covid-19.
"Itu butuhkan sistem yang luar biasa rumit dan detil, tapi kita tidak dapatkan waktu yang cukup," terangnya.
Selain itu, sejak awal mendesain kebijakan t PEN pihaknya pun telah bekerjasama dengan berbagai institusi penegak hukum. Seperti dengan KPK Kejaksaan Agung, Kepolisian melalui Bareskrim, BPKP, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, hingga lembaga survei untuk mengukur efektivitas program yang digulirkan.
"Ini ikhitar kita bahwa saat dihadapkan pada tantangan yang tidak biasa atau extra ordinary. Inilah juga ujian terhadap integritas," imbuh dia.
Advertisement