Sukses

Strategi Menteri Teten Agar Produk UMKM Bersaing dengan Industri Besar

Saat ini produk yang dibuat UMKM masih belum bisa bersaing dengan produk buatan pabrikan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengatakan produk yang dibuat UMKM tidak bisa bersaing dengan produk buatan pabrikan. Produksi yang dilakukan secara massal membuat produk UMKM tidak bersaing secara langsung.

"UMKM tidak bisa bersaing dengan mass production karena kalah efisien dan rantai perdagangan sudah ada sistemnya," kata Teten di Jakarta, Selasa (15/12).

Meski begitu, saat ini produk buatan tangan (handmade) tengah menjadi tren. Apalagi customized product atau produk yang dipesan konsumen dengan cara memilih sendiri desainnya ini menjadi keunggulan produk UMKM.

"Walaupun jangan dilupakan customized product juga keunggulan UMKM," kata Teten.

Dalam beberapa kali kunjungan ke daerah Teten kerap mendapati pengrajin kain tenun. Mereka menjual kain dengan harga Rp 750 ribu dengan pengerjaan minimal selama 2 pekan.

Teten memperkirakan satu bulan pengrajin kain tenun bisa menghasilkan Rp 1,5 juta. Sementara upah minimum di daerah tersebut sekitar Rp 2,4 juta. Model usaha ini menurutnya tidak cocok karena justru merugi bukan menguntungkan.

"Kalau seperti ini kan tidak akan ada kesejahteraan. Dulu buat ini untuk keperluan pribadi memang tidak rugi. Maka ini harus diperbaiki karena kalau diteruskan ini bisa jadi kemiskinan," kata dia.

Untuk itu Teten mendorong agar pelaku usaha UMKM khususnya yang bergerak di kebudayaan juga bisa menciptakan produk unggulan. Bagi para pelaku usaha kain tenun misalnya, produk yang dihasilkan jangan hanya berupa kain saja. Melainkan dibuat kembali menjadi produk yang bernilai tambah.

"Kita harus berani ke high end produk," kata Teten.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Baru 19 Persen UMKM yang Dapat Pembiayaan Perbankan

Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman mengatakan upaya literasi keuangan terhadap Fintech bagi UMKM sangat diperlukan untuk menambah akses pembiayaan untuk UMKM.

“UMKM yang baru mendapatkan pembiayaan perbankan baru hanya sekitar 19,4 persen jadi sangat rendah, hal ini disebabkan oleh kurangnya literasi pembiayaan UMKM,” kata Hanung dalam webinar Menatap Masa Depan Fintech dan UMKM 2021, Selasa (15/12/2020).

Menurut dia, pemerintah belum memberikan pendampingan karena kurangnya literasi keuangan terhadap fintech lending, maka diperlukan kemitraan offtaker, atau aggregator untuk membangun literasi tersebut.

Selanjutnya, seperti yang diketahui bersama pandemi covid-19 telah berdampak luas terhadap perekonomian dunia, tidak terkecuali Indonesia.

Berdasarkan data dari BPS ekonomi Indonesia di kuartal III tahun 2020 kontraksi minus 3,4 persen. Bahkan ancaman Resesi tidak dapat terhindarkan di Indonesia.

Namun demikian dengan asumsi resiko yang mempengaruhi outlook ke depan dapat dikendalikan, seperti menurunnya eskalasi covid-19, ketersediaan vaksin dan menurunnya geopolitik internasional dan cukup efektifnya stimulus yang diberikan pemerintah.

“Maka pemerintah optimis target pertumbuhan kembali ke 5 persen  pada tahun 2024 akan tercapai,” jelasnya.

Di sisi lain Kementerian Koperasi dan UKM, sudah mendeteksi UMKM yang terdampak covid-19 dari sisi yaitu supply dan demand, namun tidak sedikit juga UMKM dapat bertahan bahkan tumbuh ditengah pandemi. 

3 dari 3 halaman

Infografis Harga Mati DISIPLIN Protokol Kesehatan