Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi menaikkan cukai rokok atau Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 12,5 persen. Kebijakan ini mulai berlaku mulai Februari 2021.
Sebenarnya cukai rokok sudah dinaikkan 23 persen pada 1 Januari 2020 lalu. Dilansir dari data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) tercatat, tarif cukai rokok naik 73,53 persen, terhitung sejak 2015 hingga Januari 2020. Maka, per Februari 2021 totalnya naik 88,03 persen.
Baca Juga
Para petani tembakau pun sempat menggelar aksi demo di depan Kementerian Keuangan dan di depan Istana Merdeka pada 4 November lalu.
Advertisement
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo mengakui bahwa pihaknya sudah mencoba memperjuangkan agar cukai rokok tidak naik. Sebab, kata dia, akan ada lebih dari 500 ribu petani tembakau yang terdampak.
"Kami sudah mencoba memperjuangkan dari perspektif Kemenperin dan ekonomi. Kami berjuang agar cukai tidak dinaikkan tahun ini karena kondisi industri rokok bisa lebih parah lagi," kata Edy saat diskusi Gaprindo, Rabu (16/12).
"Kenaikan cukai tahun lalu dan pandemi ini saja telah menyebabkan daya beli masyarakat turun," tambahnya.
Dia pun memaparkan data yang dihimpun oleh Kemenperin, Kementan, BPS, dan DJBC. Hampir seluruh produksi tembakau dalam negeri diserap oleh IHT nasional. Kebutuhan tembakau untuk konsumsi dalam negeri tahun 2018 bahkan mencapai 362,5 ribu ton. Kebutuhan ekspor produk olahan IHT juga mencapai 96 ribu ton.
Namun, menurutnya hal ini penuh dilema. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) jumlah perokok anak setiap tahunnya terus meningkat. Tahun 2018, 9,1 persen atau 3,2 juta anak Indonesia merokok.
"Di satu sisi, industri rokok ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi, yang perlu kita gali. Namun, industri rokok juga memiliki eksternalitas negatif yang perlu dikendalikan," kata Edy.
Oleh sebab itu, demi mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional tahun 2020-2024, Kemenperin akhirnya tetap mengikuti keputusan pemerintah. Terlebih lagi jika keputusan tersebut sudah disetujui oleh Presiden Joko Widodo.
"(Kenaikan cukai rokok) sudah diputuskan oleh pemerintah di level pimpinan dan sudah diputuskan oleh pak presiden. Jadi apapun keputusannya, akan kita patuhi bersama," kata Edy.
Untuk itu, Kemenperin akan menyiasati kenaikan cukai rokok ini dengan meningkatkan ekspor tembakau. Saat ini, Kemenperin tengah mendiskusikan rencana peningkatan ekspor rokok ini dengan beberapa kementerian, termasuk Kemenkeu.
"Kemenperin memang harus menyiasati kenaikan cukai yang akan berdampak terhadap pendapatan negara. Sedang dikaji untuk peningkatan ekspor," kata dia.
Reporter:Â Rifa Yusya Adilah
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Potong Pajak Ekspor
Bahkan, Kemenperin berharap akan ada kebijakan pemotongan pajak ekspor (tax rebate). Selain itu, Kemenperin juga akan tetap mengoptimalkan pasar dalam negeri, namun tentunya dengan target usia yang dibatasi.
"Kita akan diskusikan bagaimana mendorong ekspor rokok. Apakah akan diberikan tax rebate (kebijakan pemotongan pajak ekspor) bagi industri rokok yang bisa melakukan ekspor. Nanti sebagian PPN-nya akan dikembalikan ke industri rokok," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Abdul Rochim memaparkan, selama delapan tahun terakhir, naik hingga 37 ribu ton.
"Tahun 2011, kebutuhan ekspor 59,04 ribu ton, 2015 81,66 ribu ton, tahun 2018 96,69 ribu ton," kata Abdul Rochim.
Meskipun kebutuhan ekspor meningkat, namun nyatanya, pada tahun 2018, Indonesia baru bisa mengekspor 42,49 ribu ton tembakau. Jumlah ini bahkan menurun dari tahun 2017 yang mencapai 44,22 ribu ton.
"Yang meningkat malah impornya. Tahun 2011 itu 116,7 ribu ton dan naik hingga 131,5 ribu ton pada 2018. Sebenarnya sempat turun di tahun 2015, hanya 80 ribu ton," kata Abdul.
Advertisement