Liputan6.com, Jakarta - Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melakukan diagnosa sektoral terhadap PDB 2020 akibat dampak pandemi covid-19.
Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Agus Eko Nugroho, menjelaskan diagnosa sektoral atas PDB 2020 selama pandemi kontribusi sektor seperti perdagangan besar dan eceran, transportasi pergudangan, dan penyediaan akomodasi makanan/minuman cukup resesif. Padahal, pada kondisi normal justru menjadi kontributor dominan dalam kontraksi perekonomian.
Baca Juga
“Ironisnya, transformasi digital UMKM untuk memperluas pasar masih sangat terbatas dan pada saat yang sama, justru menarik simpanannya dari pembiayaan keuangan mikro (LPM) hingga menyebabkan kinerja keuangan dan kemampuan intermediasi LPM menjadi terganggu,” kata Agus dalam Keterangannya, Kamis (17/12/2020).
Advertisement
Selain itu, industri manufaktur dan UMKM menjadi entitas yang mengalami goncangan terberat selama masa pandemi. Selanjutnya, Pusat Penelitian Ekonomi LIPI juga mencatat terjadinya lonjakan tabungan individu pada triwulan III/2020.
Lonjakan ini sekaligus menyiratkan bahwa rumah tangga, terutama mereka yang berpenghasilan menengah atas, lebih memilih menabung daripada berbelanja sebagai imbas risiko ketidakpastian yang cenderung meningkat.
“Meskipun demikian, harus diakui adanya sedikit perbaikan ekonomi pada triwulan IV/2020, sehingga angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 akan secara optimis bertumbuh,” ujarnya.
Pada temuan lainnya Penelitian Ekonomi LIPI, menguraikan perlunya optimalisasi peran perdagangan antar pulau/daerah dan mendorong konsistensi program hilirisasi sumber daya alam guna memperkuat posisi Indonesia dalam rantai nilai global (Global Value Chain/GVC).
Selanjutnya, Agus menegaskan penting dilakukan penguatan inovasi industri manufaktur dan UMKM berbasis teknologi digital. Begitupun sangat penting mengatur tata kelola bantuan sosial (bansos) serta ketersediaan dan diversifikasi pangan.
“Terutama pangan lokal, untuk menjaga ketahanan pangan masyarakat selama pandemi,” pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rasio Partisipasi UKM Indonesia di Rantai Pasok Global Baru 4,1 Perrsen
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan rasio partisipasi rantai pasok global UKM Indonesia masih rendah 4,1 persen, kendati begitu pihaknya terus berupaya menghubungkannya ke rantai nilai melalui korporatisasi petani/nelayan, dan lainnya.
“Untuk itu, upaya pemerintah untuk menghubungkan mereka ke rantai nilai, diantaranya melalui korporatisasi petani/nelayan, belanja barang pemerintah/lembaga, dan kemitraan dengan usaha besar,” kata Teten Masduki dalam acara HSBC Sustainability, Membangun Masyarakat Tangguh, di Jakarta, Rabu (16/12/2020).
Ia menjelaskan, korporatisasi petani/nelayan itu merupakan sirkuit ekonomi melalui kelembagaan koperasi, usaha skala kecil-kecil secara kolektif menjadi skala bisnis/ekonomis, terintegrasi hulu ke hilir baik pembiayaan sampai dengan akses pasar melibatkan K/L terkait.
Selain itu, perluasan pasar dan penyerapan produk KUMKM melalui 40 persen belanja K/L yang dialokasikan untuk menyerap produk UMKM, melalui laman UMKM dan Bela Pengadaan dengan potensi mencapai Rp321 triliun.
“Serta Belanja BUMN untuk nilai dibawah Rp 14 miliar potensi setidaknya Rp35 triliun dan 27 kategori produk,” ujarnya.
Sementara untuk kemitraan dengan usaha besar, ini bertujuan menghubungkan produk UMKM sebagai barang input bagi Usaha Besar didorong dengan insentif bagi Usaha Besar yang bermitra dengan UMK.
“Kita lakukan dalam menjaga mereka tetap bertahan di tengah pandemi, sembari mempersiapkan diri lebih tangguh kedepannya,” katanya.
Menurutnya, pemerintah membutuhkan peran aktif semua pihak, untuk bersama-sama mempersiapkan Koperasi dan UMKM yang tangguh, bangkit kembali dari pandemi Covid-19, dan berdaya-saing di pasar domestik dan global.
“Ini merupakan pekerjaan rumah yang besar untuk kita bangkit dari krisis, tidaklah mudah, dibutuhkan peran aktif berbagai pihak termasuk dalam hal ini HSBC Indonesia. Mari bersama-sama mempersiapkan Koperasi dan UMKM yang tangguh, bangkit kembali dan berdaya saing di pasar domestik dan global,” tegasnya.
Meskipun pandemi Covid-19, telah memberikan implikasi ekonomi dan sosial cukup dalam terhadap KUMKM di Indonesia, baik dari sisi supply maupun demand. Ia mengaku, hasil riset OECD yang dilakukan Februari sampai dengan Mei 2020 menunjukan, bahwa lebih 50 persen UMKM tidak akan bertahan di masa pandemi.
Namun, pandemi ini memberikan pelajaran bahwa tidak sedikit pula UMKM yang dapat bertahan bahkan tumbuh di tengah pandemi. Mereka yang bertahan salah satunya adalah yang bergerak di sektor pangan termasuk pertanian di dalamnya.
Demikian Teten Masduki menjelaskan, upaya pemerintah agar Koperasi dan UMKM tetap bertahan dan tangguh di tengah pandemi, diantaranya program restrukturisasi pinjaman dan subsidi bunga bagi UMKM.
Lalu, subsidi KUR, KUR Super Mikro untuk plafon sampai dengan Rp10 juta dengan bunga 0 persen. Sementara khusus untuk koperasi, dilakukan perkuatan modal kerja Koperasi melalui LPDB-KUMKM.
“Optimisme para pelaku UMKM ini mendorong pemerintah untuk terus mempersiapkan upaya/skenario/program strategis kedepan, untuk menciptakan UMKM tangguh, bangkit kembali menjadi pahlawan perekonomian nasional,” pungkasnya.
Advertisement