Sukses

Bantu Pulihkan Ekonomi, BI Sudah Beli SBN Rp 473,4 Triliun

Bank Indonesia turut mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui stimulus kebijakan moneter yang akan dilanjutkan di tahun 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo memastikan BI turut mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui stimulus kebijakan moneter yang akan dilanjutkan di tahun 2021.

Salah satunya yakni BI akan melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN Tahun 2021 sebagai pembeli siaga (non-competitive bidder). Sementara, Perry menegaskan bahwa pembelian SBN secara langsung hanya berlaku untuk APBN 2020.

Untuk pembiayaan APBN 2020, BI telah membeli SBN dari pasar perdana (SKB 16 April 2020) Rp 75,86 triliun. Lalu untuk pembelian SBN secara langsung serta menanggung seluruh pendanaan public goods (SKB 7 Juli 2020) Rp 397,56 triliun.

“Jadi secara total kami sudah membeli dari SKB 1 dan 2 sebesar Rp 473,4 triliun,” ujar dia dalam virtual launch of Indonesia Economic Prospects, Kamis (17/12/2020).

Selain itu, BI juga akan memastikan stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar yang tetap dijaga. Lalu, suku bunga yang akan tetap rendah, sampai dengan muncul tanda-tanda tekanan inflasi meningkat.

BI memastikan likuiditas yang juga tetap longgar untuk mendukung penyaluran kredit perbankan. BI melakukan quantitatif easing sebesar Rp 682 triliun atau 4,4 persen PDB, yang merupakan stimulus moneter terbesar di antara emerging market.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

BI Minta Bank Segera Turunkan Suku Bunga Kredit

Perbankan diminta untuk menurunkan suku bunga kredit. Terlebih ini setelah Bank Indonesia (BI) mengurangi suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75 persen pada November 2020 ini.

"Melalui forum ini kami terus tidak segan-segannya mengharapkan perbankan untuk turunkan suku bunga kredit sehingga bisa mendorong pemulihan ekonomi," ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam sesi teleconference, Kamis (19/11/2020).

Perry menyatakan, ada 3 faktor yang mempengaruhi suku bunga kredit. Antara lain cost of fund suku bunga acuan, lalu biaya administrasi, dan premi risiko kredit.

"Faktor yang pertama mengenai cost of fund. Kalau dihitung sejak Juli tahun lalu BI sudah menurunkan sebanyak 225 bps. Jadi faktor pertama ini mustinya bisa turunkan suku bunga kredit," tegasnya

Perry coba memahami alasan mengapa bank tetap belum mau menurunkan bunga kreditnya. Menurut dia, perbankan saat ini masih meningkatkan kebutuhan pencadangannya terhadap risiko kredit yang akan terjadi ke depan.

"Dengan menurunnya aktivitas ekonomi maka risiko kredit juga bisa meningkat. Ini jadi faktor penyebab kenapa suku bunga kredit belum turun," jelasnya.

Namun demikian, ia meminta kepada pelaku industri perbankan agar berani menurunkan suku bunga kredit. Sebab Bank Indonesia akan terus melanjutkan ekspansi likuiditas.

"Sudah saatnya penyaluran kredit terus didorong. Sudah saatnya kita membangun optimisme. Sudah saatnya kita meningkatkan ekonomi.

Pemerintah, Bank Indonesia, OJK, telah begitu banyak melakukan sinergi kebijakan dan komitmen untuk menempuh langkah-langkah lanjutan," imbuh Perry.