Liputan6.com, Jakarta - Manajemen Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta), ikut mensosialisasikan aturan Pemprov Bali yang mengharuskan wisatawan hendak mengunjungi pulau tersebut, untuk menyertakan hasil negatif Swab PCR.
Hal ini juga terdapat dalam Surat Edaran No. 2021/2020 yang mana mengatur Pelaku Perjalanan Dalam Negeri untuk memasuki Bali. Dimana, kebijakan tersebut berlaku mulai 18 Desember 2020 hingga 4 Januari 2021.
Baca Juga
Dalam hal ini, bagi setiap penumpang yang akan ke Bali melalui Bandara Soekarno-Hatta, bisa melakukan swab test di bandar udara tersebut.
Advertisement
"Untuk PCR Swab Test sudah kita sediakan fasilitasnya, dan berada di Airport Health Center di SMMILE Center yang teletak di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta Blok L dan M kedatangan domestik," kata Plt Senior Manager of Branch Communication and Legal Bandara Soetta, Mulyono, Kamis (17/12/2020).
Lanjutnya, layanan itu dibuka mulai pukul 08.00 hingga 21.00 WIB. Dan untuk bisa mendapatkan layanan tersebut, setiap calon penumpang bisa langsung mendatangi lokasi tes dengan membawa identitas diri.
"Hanya dengan membawa identitas diri dan calon penumpang bisa mendapatkan layanan itu," ujarnya.
Untuk tarif swab test terdapat dua kategori, dimana untuk PCR Swab Test Reguler dikenakan biaya Rp. 885.000 dengan estimasi hasil keluar dalam 24 jam. Sementara, untuk PCR Swab Test ID Now dikenakan biaya Rp1.385.000 dengan estimasi hasil keluar dalam 20 menit.
Sementara itu, untuk layanan Rapid Test dibuka selama 24 jam dengan tarif yang dikenakan sebesar Rp85 ribu dengan hasil keluar dalam 15-30 menit.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Liburan ke Bali Wajib Tes PCR, Pengusaha Hotel Langsung Rugi Rp 317 Miliar
Jelang libur Natal dan Tahun Baru 2020-2021, pemerintah mengumumkan bagi wisatawan yang hendak pergi ke Bali wajib melakukan tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Tes ini untuk meminimalisir meluasnya virus Covid-19.
Kewajiban tes PCR ini ternyata disambut negatif oleh para wisatawan yang sudah merencanakan untuk pergi ke Bali. Bahkan, tak sedikit yang meminta pengembalian tiket atau refund akibat imbauan tersebut.
“Kita dari kemarin disibukkan oleh komplain dari masyarakat mau pergi ke Bali. Tiba-tiba terjadi permintaan harus PCR,” sebut ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani dalam video konferensi, Rabu (16/12/2020).
Dalam catatannya, sampai dengan kemarin malam sudah ada permintaan refund sebanyak 133 ribu pax. Hariyadi menyebutkan, refund ini meningkat 10 kali lipat dibandingkan permintaan refund pada situasi normal.
Sementara kerugian dari refund tersebut mencapai Rp 317 miliar. Serta imbasnya ke perekonomian Bali secara keseluruhan mencapai Rp 967 miliar.
“Jadi memang angka ini yang perlu kita perhatikan. Artinya, di satu sisi kami tentu sangat mendukung sepenuhnya upaya pemerintah untuk memutus mata rantai dari penyebaran covid ini.
Namun, lanjut Hariyadi, di sisi lain memang ada faktor-faktor lainnya juga harus diperhatikan, yaitu faktor-faktor ekonomi. Bahkan, Hariyadi menyebutkan bahwa Bali sudah tiga kuartal mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang minus. “Bali itu sekarang sudah di Kuartal ketiga pertumbuhan minus 12,28,” kata dia.
“Ini tentunya bagi masyarakat Bali sangat memprihatinkan. Karena mereka expecting satu tahun itu festive-nya sebetulnya dua kali ya. Liburan pertengahan tahun dan liburan akhir tahun,” jelas dia.
Untuk itu, Hariyadi meminta kepada pemerintah ar kebijakan terkait pariwisata dapat didiskusikan terlebih dahulu. Sehingga sosialisasi dapat dilakukan jauh-jauh hari untuk meminimalisir kerugian, baik bag konsumen maupun pelaku usaha sektor pariwisata.
“Kita sangat berharap, nantinya paling tidak kami selaku pelaku usaha di bidang industri pariwisata diajak bicara pendapatnya bagaimana. Tentu kami akan memberikan pendapat-pendapat yang sangat objektif dan memberikan pendapat dalam bentuk fakta dan data yang kami siapkan,” pungkas Hariyadi.
Advertisement