Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lentera Anak beberapa waktu lalu mengadakan survei di 3 kota besar terkait akses penjualan rokok kepada anak-anak.
Hasil survei tersebut menunjukkan, 90 persen toko tidak melarang anak-anak membeli rokok. Bahkan anak usia sekolah tingkat SMA diperbolehkan merokok.
Baca Juga
"Akses rokok ke anak-anak ini 90 persen toko-toko tidak melarang anak membeli rokok," kata Nahla Jovial Nis dari Yayasan Lentera Anak dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Jumat (18/12/2020).
Advertisement
Nahla mengatakan saat ini prevalensi perokok anak terus meningkat hingga 9,1 persen. Kondisi ini terjadi karena akses rokok oleh anak lebih mudah.
Penjualan rokok batangan dan peringatan kesehatan dalam bungkus rokok yang tidak besar dianggap menjadi faktor utama pemicunya. Apalagi saat ini bentuk dan desain rokok dibuat semenarik mungkin.
"Peringatan kesehatan pada bungkus rokok tidak besar dan rokok jadi unik bentuknya," kata dia.
Nahla menilai, peran Kementerian Kesehatan untuk menurunkan prevalensi perokok anak tidak terlihat. Anak-anak hanya diminta untuk tidak merokok tanpa didukung penciptaan lingkungan yang menjauhkan dari rokok.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kinerja Menkes
Apalagi selama 2 tahun menjabat, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dinilai jauh dari kampanye anti rokok pada anak-anak. Padahal dalam RPJMN 2020-2024, Pemerintah menargetkan penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen.
"Menkes ini ada apa dengan rokok? Kok enggak mau berkeras melindungi anak dari rokok?," kata dia.
Maka dari itu, pihaknya bersama Koalisi Masyarakat Profesi dan Asosiasi Kesehatan (Kompak) melayangkan somasi kepada Terawan dan melaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Sebab dia khawatir, komitmen pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok anak hanya hiasan belaka. Bukan untuk diwujudkan targetnya.
"Kami meragukan targetnya dicapai. Jangan-jangan cuma mau ditulis bukan di kerjakan," kata dia.
Anisyah Al Faqir
Merdeka.com
Advertisement