Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menilai manajemen baru PT Asuransi Jiwasraya (Persero) memiliki komitmen kuat untuk menyelamatkan polis nasabah dari permasalahan gagal bayar yang dialami perusahaan tersebut.
Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu, Isa Rachmatarwata mengatakan, salah satu upaya manajemen baru Jiwasraya, yakni dengan menghadirkan solusi penyelamatan seluruh polis nasabah melalui program restrukturisasi.
Baca Juga
"Saya yakin kalau dari berbagai pertemuan yang saya lakukan dengan manajemen, manajemen itu committed untuk sebetulnya menangani persoalan Jiwasraya dengan baik," kata Isa Rachmatarwata dalam video virtual, seperti ditulis Sabtu (19/12/2020).
Advertisement
Isa memita, manajemen baru Jiwasraya terus fokus melakukan restrukturisasi polis nasabah, meskipun terdapat beberapa nasabah yang belum bersedia mengikuti program restrukturisasi tersebut.
Isa menganggap, adanya penolakan dari beberapa nasabah adalah dinamika yang wajar. Namun program restrukturisasi harus tetap berjalan demi menyelamatkan jumlah nasabah yang jauh lebih besar.
"Jadi dengan yang mereka berikan ke nasabah belum memuaskan. Tapi mohon diingat, nasabah Jiwasraya sangat banyak. Kalau kita dengar dari sekelompok nasabah, manajemen juga layani kelompok nasabah lain," kata Isa.
Selain itu, Isa juga meluruskan informasi yang beranggapan bahwa pemerintah menyuntik dana Rp22 triliun melalui Penyertaan Modal Negata (PMN) ke Jiwasraya. Isa mengatakan, anggapan demikian adalah keliru.
Isa menegaskan, pemerintah tidak pernah menyuntik dana Rp 22 triliun ke Jiwasraya, namun melainkan ke Indonesia Financial Group ( IFG) untuk mereformasi industri asuransi dengan mendirikan perusahaan baru. Perusahaan baru nantinya juga berperan untuk menyelamatkan polis nasabah Jiwasraya setelah dilakukan restrukturisasi terlebih dahulu.
"Kita enggak akan pernah menggelontorkan ke Jiwasraya. Kita beri PMN ke BPUI (IFG) yang akan bentuk perusahaan asuransi baru yang akan beli portofolio Jiwasraya yang sudah direstrukturisasi," kata Isa.
Untuk diketahui, direksi baru Jiwasraya yang dipimpin oleh Hexana Tri Sasongko diangkat oleh Menteri BUMN dengan Nomor Surat 286/MBU/11/2018 dan berlaku efektif pada Januari 2019.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
OJK: Banyak Asuransi Gagal Bayar karena Tata Kelola Buruk
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan alasan utama maraknya perusahaan asuransi mengalami gagal bayar. Buruknya penerapan tata kelola perusahaan atau good corporate governance (GCG) yang menjadi biang keroknya.
"Di Industri Asuransi kita, masih belum baik penerapan GCG nya. Sehingga perusahaan asuransi kerap mengalami persoalan gagal bayar," ujar Deputi Komisioner Pengawasan IKNB II OJK M Ihsanuddin dalam webinar bertajuk 'Mendorong Penetrasi Berkesinambungan Melalui Peningkatan GCG', Kamis (10/9/2020).
Ihsan mengatakan untuk perusahaan asuransi besar dengan nilai investasi yang juga besar harus memiliki aturan atau SOP yang harus ditaati oleh para fund manager. Seperti menentukan jenis instrumen atau proporsi investasi di instrumen yang dianggap berisiko.
Sehingga manajemen akan tergerak untuk melakukan proses pemantauan secara ketat terhadap penempatan dana investasi. Imbasnya peluang adanya kesalahan pembelian nilai aset yang anjlok hingga nilai sangat rendah bisa di antisipasi. Ujungnya penerimaan premi bisa terus dijaga secara normal oleh perusahaan.
"Di Indonesia sendiri regulasi terkait kewajiban menerapkan GCG oleh perusahaan asuransi telah tertuang dalam Pojk 43/POJK 05 2019 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. Aturan ini bertujuan agar perusahaan asuransi mampu melakukan tata kelola dengan baik untuk terhindar dari kasus gagal bayar," sambungnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon yang mengungkapkan bahwa GCG menjadi kunci bagi perusahaan asuransi untuk menghindari berbagai risiko permasalahan termasuk gagal bayar.
"Misalnya ada perusahaan asuransi yang bermasalah dari sisi investasi sehingga mengakibatkan gagal bayar. Ternyata stategi revenue nya atau kegiatan investasi nya tidak memadai. Sekali lagi kuncinya ada di GCG," tandasnya.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com
Advertisement