Sukses

Luhut Buka Pintu Bagi Produsen Obat Herbal Fitofarmaka Masuk JKN

Obat berbahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus mendorong kemandirian produksi obat dalam negeri. Salah satunya dengan menggenjot produksi obat berbahan baku alam atau herbal. Kedepan, obat-obat berbahan baku herbal ini juga direncanakan untuk dapat digunakan pada layanan jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Namun, tentu bukan sembarang obat herbal. Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kemenko Marves, Septian Hario Seto menjelaskan, adapun kategori obat herbal yang akan masuk JKN yakni jenis fitofarmaka.

Yakni, obat berbahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan uji klinik (pada manusia), bahan baku dan produk jadinya sudah distandarisasi.

“Pak Menko (Menko Marves, Luhut B Panjaitan) memberikan arahan supaya ini didorong aja dulu masuk. Jadi nanti diberikan kesempatan untuk produksi fitofarmaka masuk dalam JKN, lalu mereka yang fight sendiri nanti untuk marketing,” jelas Seto dalam webinar Dialog Nasional - Urgensi Ketahanan Sektor Kesehatan, Senin (21/12/2020).

Seto membeberkan sempat terjadi selisih pendapat dari sejumlah pihak. Diantaranya, terkait permintaan dan penggunaan produk fitofarmaka oleh tenaga medis dalam JKN yang dinilai perlu ada sosialisasi terlebih dahulu. Karena, jika produk ini masuk namun tidak banyak digunakan, maka akan percuma.

Sementara dari sisi industri, kata Seto, dimasukkannya produk fitofarmaka dalam JKN tak jadi soal. Tinggal bagaimana industri melakukan penyesuaian. “Jadi rencananya awal tahun nanti diadakan rakor khusus soal ini,” sambung dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Industri Farmasi Diproyeksi Tumbuh Tinggi di Masa Pandemi

Industri farmasi merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan Indonesia. Oleh karena itu, industri farmasi termasuk ke dalam industri strategis yang masih boleh berjalan ketika aturan PSBB total diberlakukan.

Dengan adanya pandemi, kebutuhan vitamin, suplemen dan obat herbal untuk meningkatkan kekebalan tubuh secara umum meningkat sehingga industri farmasi yang bermain di sektor tersebut memperoleh pertumbuhan yang cukup besar.

Ketua Program Studi Sarjana Farmasi Indonesia International Institute for Life Science (I3L) Leonny Yulita Hartiadi menjelaskan dengan adanya pandemi kmenyebabkan turunnya kunjungan pasien ke fasilitas kesehatan karena adanya kekhawatiran pasien akan terinfeksi COVID-19 ketika berkunjung ke fasilitas kesehatan.

Masyarakat lebih memilih untuk melakukan konsultasi secara daring (online), lalu obat-obatan dikirim ke tempat tinggal lewat apotek. Bahkan ada juga masyarakat yang memilih untuk menunda penanganan penyakit mereka. Selain itu, layanan dokter gigi juga sempat tidak diperbolehkan untuk membuka praktek sebagai usaha untuk mencegah penularan COVID-19.

“Hal ini telah membuat permintaan obat-obatan dari rumah sakit berkurang secara signifikan hingga 50-60 persen yang selanjutnya juga berdampak terhadap menurunnya kapasitas dan utilitas produksi. Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia memprediksikan bahwa ada 2.000-3.000 karyawan yang dirumahkan sebagai dampak dari menurunnya kapasitas dan utilitas produksi di Industri Farmasi” ungkap Leonny dalam keterangan resminya, Rabu (28/10/2020).

Selain itu, tidak lama setelah COVID-19 diumumkan sebagai pandemi, impor bahan baku obat yang bertumpu pada supplier asal Cina dan India membuat pasokan bahan baku obat nasioanal menjadi terhambat karena adanya lockdown. Di sisi lain, adanya pandemi juga telah berdampak positif bagi industri farmasi. Untuk menghadapi kesulitan di industri, pemerintah memberikan insentif pajak dan subsidi untuk memicu pertumbuhan industri, termasuk industri farmasi.

Adanya insentif pajak barang dan jasa yang dipergunakan untuk penanganan pandemi dari Kementerian Perekonomian melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK.03/2020 yang ditetapkan pada 1 Oktober 2020 menyatakan bahwa insentif pajak yang diberikan diantaranya adalah pajak penghasilan (PPh) pasal 21 ditanggung pemerintah, pembebasan PPh pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh pasal 25, serta percepatan pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN).

Dengan demikian, adanya pandemi memberikan dampak negatif dan juga dampak positif bagi Industri Farmasi. 

3 dari 3 halaman

Infografis Harga Mati DISIPLIN Protokol Kesehatan