Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah mengakui bahwa produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding dengan negara-negara lain. Bahkan hasil atau output dari pekerja Indonesia masih rendah di bawah rata-rata negara berpendapatan menengah ke bawah.
"Kalau produktivitas, pahit memang ngomong begini, data menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal," kata dia dalam diskusi Outlook Ekonomi Indonesia 2021, di Jakarta, Selasa (22/12/2020).
Dia menyebut, kurangnya produktivitas tenaga kerja tersebut lantaran upah yang ditetapkan tidak sebanding dengan yang dikerjakan. Sehingga memicu produktivitas tenaga kerja di Tanah Air yang menurun.
Advertisement
"Ada juga survei yang dilakukan ke pelaku usaha Indonesia yang menunjukkan mayoritas responden mengatakan upah minimum yang ditetapkan di Indonesia tidak sepadan dengan produktivitas yang dihasilkan oleh pekerja," jelas dia.
Dia menambahkan, produktivitas tenaga kerja yang menurun tersebut menunjukan besarnya tantangan bagi investasi dan penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Ditambah, iklim penciptaan lapangan kerja baru di Indonesia masih minim. Adapun berdasarkan data yang ada kemudahan berusaha Indonesia berada di peringkat 73.
"Bahkan kalau dilihat lebih detail dalam indeks tersebut misalnya peringkat mendirikan usaha peringkat kita masih 40, jauh di bawah negara-negara tetangga kita," ujarnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
Datangi Gedung Sate, Buruh Tuntut Kenaikan Upah Minimum 2021
Sebelumnya, massa yang terdiri dari 16 serikat buruh berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (17/11/2020). Dalam aksinya massa buruh meminta upah minimum 2021 naik.
Ratusan buruh yang mengenakan berbagai atribut serikat pekerja sudah terlihat bersiaga di depan pagar Gedung Sate. Sebuah truk komando ditempatkan di tengah massa.
Para perwakilan buruh kemudian melakukan orasi. Sementara, sejumlah polisi juga sudah tampak bersiaga untuk mengawal pergerakan buruh. Petugas kepolisian juga turut memberikan imbauan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.
Ketua DPW FSPMI Jawa Barat Sabilar Rosyad mengatakan, tuntutan buruh dalam aksi ini meminta kenaikan upah. Pihaknya menginginkan kenaikan dan siap membuka pintu negosiasi.
"Kita minta upah minimum kota/kabupaten (UMK) 2021 di 27 kota/kabupaten di Jawa Barat naik. Jangan sampai ada kabupaten/kota yang tidak naik," kata dia.
Rosyad mengungkapkan penghitungan upah bagi buruh semestinya disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan. Dalam aturan itu, penentuan upah memperhitungkan kebutuhan hidup layak (KHL) 64 item.
"Kita minta semuanya naik. Berapa kenaikannya kita minta sesuai PP 78/2015," jelasnya.
Rosyad menyatakan tidak adanya kenaikan UMK akan memberatkan para buruh. Apalagi, harga kebutuhan pokok selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya.
"Apabila gubernur hari ini tidak merespons, kami akan menggelar aksi tiga hari berturut-turut 19-21 November dan massanya lebih besar," ucapnya.
Tak hanya menuntut kenaikan UMK 2021, dalam aksi tersebut massa juga menyatakan penolakannya terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja. Mereka mendesak agar presiden menerbitkan Perppu untuk membatalkan UU yang telah disahkan DPR RI tersebut.
Selain meminta agar UU Ciptaker dicabut, Rosyad menyatakan elemen buruh juga akan mempertanyakan tindak lanjut atas audiensi dengan Gubernur Jabar Ridwan Kamil pada 9 November lalu.
Diketahui, dalam audiensi tersebut pihak buruh telah menyampaikan tuntutan terkait revisi Surat Keputusan (SK) UMSK Kabupaten/Kota Bekasi Tahun 2020, revisi SK UMSK Kabupaten Bogor 2020, hingga penetapan SK UMSK Kabupaten Karawang sesuai rekomendasi Bupati Karawang.
Advertisement