Liputan6.com, Jakarta - Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman mengatakan rokok menjadi salah satu produk andalan ekspor Indonesia. Namun selama periode pandemi covid-19, ekspor rokok mencatatkan penurunan.
“Kalau kita lihat laju pertumbuhan ekspor rokok (yoy) pada kuartal-III/2020 mengalami penurunan minus 2,3 persen. Sementara impor mengalami kenaikan mencapai 23,7 persen,” ujar Atong dalam diskusi virtual, Rabu (23/12/2020).
Baca Juga
Sementara, laju pertumbuhan ekspor tembakau olahan secara tahunan pada kuartal-III/2020 juga mencatatkan penurunan mencapai minus 26,3 persen. Begitu juga dengan impor yang minus 7,5 persen.
Advertisement
Industri pengolahan tembakau sendiri memiliki kontribusi sebesar 0,85 persen pada PDB kuartal III/2020. Atau tumbuh minus 5,19 persen, namun masih lebih tinggi jika dibandingkan kuartal sebelumnya yakni minus 10,84 persen.
Sebagai informasi, Atong juga memaparkan industri pengolahan tembakau yang mengalami penurunan utilisasi selama pandemi covid-19 berlangsung. Sampai dengan November 2020, utilisasi industri pengolahan tembakau tercatat tumbuh 57,5 persen, lebih rendah dibandingkan sebelum covid 66 persen.
“Kondisi pandemi berpengaruh pada IHT, berdampak pada the weakest link industri yaitu pekerja buruh rokok, petani tembakau, dan pedagang retail,” papar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Volume Produksi Rokok Turun 10,2 Persen di November 2020
Selama tahun 2020, Ditjen Bea Cukai mencatat ada tren penurunan produksi rokok. Sampai dengan November 2020, tercatat penurunan sebesar 10,2 persen dibandingkan tahun 2019.
“Sampai dengan November 2020 terjadi penurunan produksi sebesar 10,2 persen. Jadi trennya menurun. Dari tadinya sekitar 317,67 miliar batang, menjadi 285,38 miliar batang,” terang Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto dalam webinar, Rabu (23/12/2020).
Rinciannya, berdasarkan jenis rokok, sigaret kretek mesin (SKM) turun 16,0 persen menjadi 203 miliar batang dari 242,9 miliar batang pada 2019. Kemudian untuk sigaret putih mesin (SPM) turun 27,4 persen menjadi 10,1 miliar batang dibandingkan 12,9 miliar batang pada 2019.
Sementara, untuk jenis sigaret kretek tangan (SKT), justru mencatatkan kenaikan sebesar 17 persen. Menjadi 71,3 miliar batang dibandingkan produksi tahun 2019 sebanyak 60,9 miliar batang.
“Kalau kita lihat berdasarkan jenis rokoknya, ternyata kebijakan tahun 2020 ini menunjukkan keberpihakan kita pada jenis rokok yang label intensive dan local contentnya tinggi,” kata Nirwala.
Nirwala menyebutkan, kebijakan cukai hasil tahun 2020 dan kondisi pasar yang belum stabil akibat pandemi covid-19, memberikan ruang bagi industri kecil-menengah untuk berkembang melalui pengenaan beban fiskal yang relatif lebih rendah.
Apapun berdasarkan golongannya, Nirwala memaparkan justeru golongan kecil yang mencatatkan peningkatan paling banyak.
“Dari golongannya, yang meningkat justru golongan kecil.” kata dia. Rinciannya, untuk golongan 1 minus 20,3 persen. MEnjadi 195,5 miliar batang dari 245,2 miliar batang pada 2019.
Sedangkan untuk golongan 2 naik 13 persen, menjadi 61,9 miliar batang dibandingkan tahun sebelumnya 54,5 miliar batang. Yang paling banyak, golongan 3 yakni naik 55,7 persen, menjadi 27,9 miliar batang dari 17,9 batang rokok pada 2019.
Advertisement