Liputan6.com, Jakarta Generasi milenial saat ini masih terjebak dengan pola pikir tentang bagaimana bertanggung jawab secara finansial dan keinginan disiplin untuk mencapai hasil keuangan jangka panjang.
Menurut laporan dari Usa Today atau Bank of America Better Money Habits, Senin (28/12/2020) yang melakukan survei terhadap 1.001 orang berusia 18-34 tahun, mengungkapkan adanya ketidakselarasan antara cara berpikir milenial tentang keuangan dan apa yang sebenarnya dapat mereka capai.
Baca Juga
Kebanyakan dari responden tersebut menyatakan bahwa mereka memiliki perilaku finansial baik, tetapi masih banyak yang mengkhawatirkan kondisi keuangannya.
Advertisement
Selain itu millenial juga berkekspektasi bahwa keuangan mereka setidaknya akan membuat mereka lebih kaya. Atau setidaknya tidak lebih dari generasi sebelumnya. Namu sepertiganya masih mendapatkan dukungan finansial dari orangtua masing-masing.
Di mana saat pasar kerja perlahan-lahan membaik, upah tetap relatif stagnan, dan kaum milenial masih harus menghadapi beban finansial yang signifikan untuk dihadapi. Salah satunya adalah terus meningkatnya harga beli atau sewa sebuah properti.
Selain itu, survei juga melihat bagaimana kaum milenial melihat arti definisi sebuah kesuksesan. Sebanyak 70 persen, menyatakan bahwa sukses itu dapat membeli apapun, berpergian kemanapun.
Sebanyak 40 persen mengatakan karir yang sukses juga bermanfaat bagi orang lain. Lalu apa saja pola pikir generasi milenial ini?
Anda melihat banyak pengambilan keputusan berbasis nilai dalam hal karier dan di mana mereka ingin bekerja dan mencari makna dalam kehidupan.
"Di mana hal itu menandakan, bahwa milenial membuat keputusan tidak hanya berdasarkan keuangan," Andrew Pleper.
Erin Lowry, blogger keuangan berusia 25 tahun di brokemillennial.com, mengatakan sebagian besar pendapatannya digunakan untuk pengalaman seperti menonton drama atau bepergian bersama dengan teman-temannya.
"Saya sendiri cenderung untuk hanya menghabiskan uang untuk berada di sekitar orang dan pergi keluar,"kata Lowry.
Walaupun demikian, Lowry sendiri tahu bahwa kondisi finansialnya jauh di depan kebanyakan rekannya. Lowry sendiri mampu menyisihkan keuangan hasil pendapatan untuk melakukan investasi, yang membuatnya memiliki fleksibilitas finansial untuk pengeluara sehari-hari.
Tapi hal itu pun dinilainya bukan tanpa usaha pengorbanan. Dirinya memilih banyak menyisihkan anggaran untuk makan di luar dengan hampir setiap hari memasak di rumah dan membawa makanan ke kantor, daripada membeli.
Saksikan Video Ini
Prioritas Kebutuhan Jangka Pendek
Bagi beberapa milenial, mereka memprioritaskan sebuah pengalaman instan yang mempunyai potensi untuk merampas anggaran tabungan masa tua ataupun cicilan uang muka rumah, menurut Chantel Bonneau, penasihat manajemen kekayaan di Northwestern Mutual.
"Banyak generasi Milenial yang secara dramatis menjadikannya sebuah kategori anggaran dari pendapatan mereka sendiri," . "Kami pun bisa melihat semuanya itu langsung dari tabungan," ujat Bonneau.
Sementara itu, banyak generasi milenial yang masih menerima bantuan keuangan dari orang tua atau kerabat, terlepas darilokasi tempat tinggal mereka.
Lebih dari sepertiganya mengatakan bahwa mereka secara teratur menerima bantuan untuk pengeluaran, termasuk belanjaan dan tagihan ponsel.
Sementara hanya 20 persen dari usia 26 hingga 34 tahun mengatakan bahwa mereka secara teratur mendapatkan bantuan keuangan dari keluarga.
Angka tersebut pun dinilai rendah jika dibandingkan dengan 52 persen dari usia 18 hingga 25 tahun. Kemudian 69 persen dari usia 26 hingga 34 tahun mengatakan bahwa mereka memiliki banyak teman yang mendapatkan bantuan keuangan dari orang tua mereka.
Selain itu, data survey juga menunjukan bahwa generasi milenial jauh lebih fokus pada tujuan jangka pendek. Tom White, seorang CEO layanan penasihat keuangan virtual iQuantifimenyatakan bahwa hal itu pun dinilai tercerminkan dari keinginan mereka yang mencari kepuasan instan dari gaya hidup masing-masing.
"Mereka memiliki begitu banyak hal yang ingin di coba dalam jangka pendek, sehingga mereka harus menyulap hal tersebut," kata White.
Pola pikir finansial yang sempit juga kemungkinan berasal dari kurangnya sisa pendapatan milenial untuk diinvestasikan atau ditabung.
Mark Sievewright dan Matt Wilcox, eksekutif dari perusahaan teknologi keuangan Fiserv sendiri berpendapat, walaupun data menunjukkan bahwa mereka memiliki keinginan untuk mencapai stabilitas keuangan, membuat tabungan masa tua dan membangun simpanan dana darurat. Sayangnya, kebanyakan milenial masih belum mempunyai sarana tersebut.
"Banyak dari kaum Milenial ini berfokus hanya untuk bertahan hidup," ."Kebanyakan dari mereka fokus kepada kebutuhan sekarang," ujar Sievewright.
Reporter: Yoga Senjaya Putra
Advertisement